• | Day 4

102 5 0
                                    

With You

Day 4 : Nightmare

Danganronpa series © Spike Chunsoft
OC & this fanfiction © Cordisylum

Komaeda Nagito x OC [Amazakura Shion]

_start_

Kala itu adalah malam yang dingin.

Pintu kamar Shion tertutup rapat. Tidak terkunci, namun ia akan membiarkannya seperti itu. Tidak ada penerangan di kamarnya. Hanya cahaya remang pada lampu di atas nakas. Tepat di dekatnya yang sedang terduduk memeluk lutut di samping tempat tidur.

Hening, hanya ada suara menangis kecil.

Ketika pintu terbuka akibat suara derit pelan pada dorongan tangan pucat di baliknya, sosok Shion semakin menyembunyikan diri di balik selimut menutupi tubuhnya. Sepasang iris kemerahan tak repot-repot menengok ke arah suara baru yang menggapai telinga. Lebih seperti, ia tak peduli siapa yang akan masuk mendatanginya.

Ya, dan saat siluet pemuda jangkung tiba-tiba muncul di hadapannya, ia bahkan tidak menyadarinya.

"Shion-chan?" pemuda itu memanggil. Suara dengan nada rendah itu familier, dan berisik menurut Shion. Dia tidak ingin menjawab. Dan karena itu, tak ada kata teruntai dari mulutnya meski si pemuda menunggu. Tetap dalam kerekatan dan keras kepala seorang gadis Amazakura.

Posisi keduanya berganti menjadi duduk berdampingan. Pemuda tanpa nama itu bersandar pada pinggiran kasur, seraya mengembuskan napas panjang. Seolah ia lega gadis di sampingnya tidak terluka. Meski jika dilihat sekali lagi, keadaannya saat ini memprihatinkan dan mengimplikasikan luka batin.

"Hei, kau baik-baik saja?"

Satu lagi kalimat yang sia-sia.

Si pemuda tertawa. Memperhatikan sekeliling sebelum kembali menatap pada si rambut dengan helai warna yang sama seperti miliknya. "Ini terlihat seperti permainan hukuman. Kenapa kau mengurung diri sendirian di tempat gelap? Aku tau kau tak suka keduanya."

Yang tak disadari pemuda itu, adalah gemetar pada bibir Shion sebelum akhirnya memberikan suara. "Pergilah. Kau bisa bicara pada siapapun itu di luar sana."

Oh, jelas sekali ia sedang marah. Kepada siapa? Kepada Komaeda Nagito, tentu saja. Pemuda yang berbicara dengannya. Pemuda yang seolah berusaha mewujudkan mimpi terburuknya.

"Kau mendengar pembicaraan kami, ya?" Kali ini, bukan bermaksud menjawab elakan sang gadis, Komaeda Nagito memberikan pilihan untuk membicarakan hal lain.

Hal yang merupakan seluk beluk alasan kondisi keduanya menjadi seperti ini.

"Itu tidak sopan, kan? Padahal aku sudah berusaha menjaga agar kau tidak mengetahui apapun," jeda diberikan, dilanjutkan oleh helaan napas panjangnya. "Aku benar-benar tidak beruntung, ya."

"Lebih tidak sopan mana dengan kau yang menyembunyikan ini semua?" Secara tiba-tiba, selimut yang membungkusnya tersibak. Helai putih panjang tampak berantakan karenanya. Kepalanya muncul menengadah untuk mengantarkan netra kemerahan yang semakin memerah pada sosok si jangkung.

"Ah … maaf." Kalimat itu yang menjadi jawabannya. Sembari pandangan pada mata yang turun, iris kehijauan Komaeda mengikis perlahan dari area penglihatan Shion seketika.

"Tapi karena kau sudah tau semuanya, maukah kau memaafkanku sekarang?" Dan senyuman membujuk itu datang.

Sungguh, daripada menyelimuti dirinya sendiri begini, Shion ingin sekali membungkus Nagito dengan selimutnya kemudian melemparnya ke luar jendela. Seandainya saja ia bisa.

Tapi, apa beradu mulut pada saat seperti ini akan memperbaiki keadaan? Jawabannya adalah tidak. Shion tahu itu. Dan lagi, ia tahu lebih awal jika berdebat dengan pemuda itu adalah sebuah kesia-siaan. Dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang pernah ada.

"Kau tau, Komaeda-kun?" Matanya lagi-lagi berusaha mencari cara agar tetap bertahan menatap pemuda itu. Ia harus mengatakannya. Ia tidak boleh mundur. Semua ini … demi keduanya juga, bukan?

"Kurasa kita sangat tidak cocok. Lebih baik berpisah saja."

Atau hanya keegoisannya?

"Eh?!" Satu pekikan kaget. Mata membulat ke arahnya secara spontan. Jika bukan dalam suasana seperti sekarang, Shion mungkin akan berkata ekspresi itu 'imut' dan memeluknya sampai keduanya hilang keseimbangan. Tentu saja itu tak akan terjadi saat ini.

Sebelum pemuda itu menanyakan lebih lanjut perihal apa yang ia dengar, Shion memilih untuk melanjutkan, "Aku tahu waktumu tidak akan lama. Bahkan meski kau berusaha tak memberitahuku, aku bisa menyadarinya." Punggung disandarkan lebih lagi kepada ranjang dibelakang tubuhnya. Kepala menghadap pada langit-langit kamarnya.

"Akhir-akhir ini mimpiku buruk sekali," gadis itu mengembuskan napas panjang. Ingin sekali mengenyahkan jauh-jauh bayang mengerikan menghantuinya hampir setiap malam. Tapi … ia tahu semakin sering ia menolak, ia akan semakin tidak tenang. "Aku melihatmu dalam mimpiku. Kau terbaring kaku tak bernyawa."

Hening. Sepertinya pemuda dengan jaket hijau di samping Shion terkejut mendengar tuturan kalimatnya. Yah, bagaimana tidak? Ketika kekasihmu sendiri mengaku melihatmu mati dalam mimpinya?

"Jika keadaanmu memburuk seperti kemarin … dan sekali lagi aku tak mengetahui apa yang terjadi, bagaimana menurutmu?" Air mata itu mulai menggenang di pelupuknya. Seakan siap untuk jatuh, dan Shion bahkan tak bisa lagi menatap wajah pemuda itu dengan jelas. "Apa kau akan pergi begitu saja tanpa sepengetahuanku?"

"Mungkin akan ada saatnya kau secara tiba-tiba mendengar kabar kepergianku," kalimat itu tidak segan-segan diutarakan oleh Komaeda Nagito. Wajah yang tampak lebih serius. Ia tahu ini bukan hal yang sepele. Sebelah lengannya serta-merta melingkari tubuh Shion. Membawanya pada dekapan secara perlahan, mengelus kapala putih itu dengan lembut.

"Tapi … tidak ada yang salah jika aku ingin menghabiskan waktuku yang tersisa sekarang bersamamu, bukan?"

Tangis Shion itu pecah, sekali lagi. Mungkin kali ini dengan suara yang lebih keras. Shion bahkan tak susah-susah menyembunyikan tangisnya lagi; hal yang paling ia benci untuk tertangkap pandang oleh orang lain. Membuat hati sosok di sampingnya merasa ditusuk-tusuk--aneh, padahal Komaeda segampang itu untuk melempar tatapan tidak peduli pada sesuatu. Yang begitu rupanya tidak mempan jika dihadapkan pada orang terdekatnya.

"Maafkan aku karena bermaksud menyembunyikannya." Lengannya yang lain menggapai sosok yang lebih mungil, memeluknya dengan erat. Ia tak tahu pasti kapan waktunya akan berakhir, tapi untuk saat ini yang terpenting adalah tetap bersama.

Tak ada respons yang dia dapatkan setelah itu. Hanya satu makian kecil lewat bibir mungil sang gadis. Namun bukan pertanda bahwa Shion membenci itu. Kedua tangan mencengkeram pada jaket Komaeda menjadi bukti yang jelas akan penerimaan.

_end_

Updated : 10 Oktober 2019

Aku mau coba jadi cerewet di bagian A/N OvO)
/y

Ah … aku tau aku bakalan lelet update ff. Tapi gak nyangka akan selelet ini. Tiap liatin DL dan mikir … "Ayo nulis!" selalu aja teralihkan sama fandom Persona ;—;

Erm … ff ini sebenarnya udah pernah aku publish sebagai OS yang berdiri sendiri (?). Tapi aku unpublish karena … aku merasa plotnya aneh. Daripada ngendap jadi draft mulu, sekalian aja aku edit dan publish. Jadi kayaknya, aku paham sih kalo bakal ada bilang, cerita ini agak gak "masuk" ke tema hariannya :"D

Yah, itu pun kalo ada yang baca… 🏃🏃🏃

Untuk selanjutnya, kayaknya prosesku bakalan jadi lebih lelet (udah biasa sih). Merasa bersalah sama beberapa participant yang lain tapi … yah /?

Well, see you in the next chapter then?

PROMPTOBER: 'Fall'ing For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang