Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

Bab 1 - Telepon Kaget

103K 5K 184
                                    

Drrrt ... drrrt ....

Mom's calling ....

Aleah menyambar ponsel di atas meja dan langsung mengangkat telepon mamanya. Ponsel itu dikepit pada bahu dan telinganya sedangkan kedua tangannya mengetik cepat di atas keyboard. "Ya, Ma?"

[Udah ditelepon belom?] tanya mamanya di ujung sana.

"Udah, Ma ...," desah Aleah malas. Kenapa mamanya repot banget, sih? "Kan, Aleah bilang kalo bajunya nanti diambil pas Aleah pulang kantor. Mama pasti lupa baca WhatsApp, deh!"

Desi—mamanya Aleah—memang termasuk wanita yang baru kenal sama WhatsApp. Belum lama pakai aplikasi online itu dan masih saja meneror Aleah pakai SMS atau telepon biasa. Dalam hati Aleah jadi cemas pulsa mamanya itu lebih cepat habis daripada kuotanya. Padahal Aleah sengaja beliin paket 30GB untuk satu bulan biar Desi bisa kekinian sedikit.

[Enggak ada Ashiap, tuh ....]

"WhatsApp, Mama. Bukannya Ashiap," koreksi Aleah sabar-sabar.

[Iya, apalah itu. Nama, kok, susah-susah?] gerutu Desi kemudian. Wanita itu ngedumel-ngedumel pakai rentetan bahasa Jawa yang bikin kepala Aleah makin mumet. Perkara deadline kerjaan yang dimajukan saja sudah bikin mumet. Apalagi dia mesti translate repetan bahasa Jawa yang dikeluarkan Desi? Tak lama Desi melanjutkan, [Kamu pasti belom telepon, kan?]

"Udaahhh, Mamaaaa!" seru Aleah gemas sendiri. "Enggak mungkin WhatsApp Aleah belom nyampe, tandanya udah centang dua, kok! Lagian, Aleah bilang nanti laundry diambil pas Aleah pulang kantor."

[Lho, lho! Siapa yang nanyain soal laundry, sih?] sahut Desi heran di ujung sana.

Aleah mengerjap-ngerjapkan matanya. Kedua tangan gadis itu otomatis berhenti mengetik sementara punggungnya disandarkan ke sandaran kursi. "Emangnya Mama nanyain apa dari tadi?"

[Mama nanya, kamu udah telepon atau belom, Le ...,] ucap Desi dengan nada ditarik-tarik. Kemudian, [Kamu, tuh, enggak budek gara-gara keseringan pake aeroplane di kuping, kan?]

"Airpod, Mamaaaa!" Aleah berseru gemas karena mamanya salah melulu. Yah, tidak bisa disalahin juga. Desi kadang terlalu cuek, ngomong nyablak dan paling bebal kalau diralat melulu. Meski dari tadi Aleah sudah meralat ucapan mamanya, pasti tak lama wanita itu juga sudah lupa lagi.

[Ooh ... iya. Tripod.]

Tuh, kan!

Dalam hati Aleah bertanya-tanya gimana papanya, yang pensiunan Jenderal ABRI, bisa sabar banget menghadapi kekeraskepalaan mamanya itu. Tapi setiap kali Aleah bertanya, papanya justru jawabnya pakai gombalan receh yang langsung bikin satu keluarga menyoraki pria itu.

Kemudian Aleah menarik napas dan mengembuskannya perlahan. "Mama mau Aleah telepon siapa, sih?" tanyanya kemudian. Gadis berambut pendek itu mulai capek bermain tebak-tebakan sama mamanya.

[Anaknya Pak Guruh!] Sekarang gantian Desi yang berseru gemas. Suaranya meninggi sampai Aleah menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga. [Kan, kamu diminta telepon anaknya hari ini!]

Kening Aleah mengernyit. Seingatnya, dia tidak janji apa-apa mau telepon anak kerabat mamanya itu. Boro-boro, kayaknya Aleah juga tidak ingat dia punya nomor anaknya Pak Guruh. "Kapan Aleah ngomong gitu?" tanyanya heran.

[Aduh, kamu masih muda tapi pikunnya ngalahin eyang kamu!] omel Desi kesal. [Nih, untung Mama udah nyimpen nomor anaknya Pak Guruh! Kamu mesti telepon dia abis ini. Ngerti?]

Aleah baru mau memprotes permintaan absurd mamanya, tapi Desi keburu menyebutkan rentetan nomor di ujung telepon sana. Saking paniknya, Aleah langsung menyambar spidol papan tulis yang ada di mejanya. Kemudian dengan cepat Aleah menulis deretan angka yang disebut mamanya di sebuah kertas yang paling cepat ditemukannya.

(Soul) MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang