Bakar

31 5 0
                                    

Tak seperti biasanya, hari ini Felix akan mengemudikan ninja ZX-10R miliknya sebagai kendaraan. Ia ambil hoodie yang tergantung dekat nakas, kemudian memakainya dengan terburu. Tak perlu salam dan berpamit pada sang ayah, ia langsungkan perjalanan menuju ke sekolah.

Datang dengan sambutan para gadis di sana merupakan suatu hal yang sudah dianggap wajar. Dari arah belakang Hyunjin datang merangkul bahu sahabatnya sambil menunjukkan layar ponsel yang sudah menampilkan potret seorang gadis di sana.

"Bro, liat nih!"

Sesuai dengan perintah, Felix mengarahkan pandangan pada aplikasi instagram beserta foto yang dibawa temannya itu.

Sesuai dengan perintah, Felix mengarahkan pandangan pada aplikasi instagram beserta foto yang dibawa temannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kana? Terus hubungannya sama gue?"

"Yailah, lu sama sekali gak tertarik sama doi? Brur, sumpah! Ini cewek cakep iya, banyak temen juga iye, sexy— ah pokoknya lengkap gini lu beneran gak ada mau?"

"Lu uda mirip kek pelaku komersial, Jin, cuma bedanya lu promosiin cewek," sarkastik datang dari mulut Felix.

"Ya gimana ya, gua cuma kasihan sama lu. Ayolah, gerakin kaki lu maju. Jangan cuma berdiri matung di tempat dong!"

"Itu lagi yang dibahas, gue enek dengernya. Bahas yang lain lah!" kali ini pemuda freckles itu menampilkan wajah kesalnya kembali. Sepertinya memang Hyunjin senang membuat temannya yang satu ini merasa jengah dengan segala topik bahasan mantan.

"Ya udahlah, kalau emang lu masih gak bisa. Tapi gua yakin, suatu saat tuh cewek bakal bermanfaat juga buat lu," balasnya—dan jangan lupakan senyum miring yang membumbui kalimat terakhir itu. Hyunjin pun pergi setelahnya, lantaran menyusul seorang perempuan berambut pendek di sebelah utara, tepatnya bagian kantin.

Felix tetap berjalan di antara tatapan mengagumi dari sejumlah gadis yang sengaja keluar kelas hanya untuk meneriaki namanya. Keramaian itu bertolak belakang dengan pikirannya sekarang yang mulai berdiskusi memikirkan perkataan Hyunjin sebelumnya. Ia mulai memutar otak kembali. Kalau dirasa memang benar, dia tak pernah banyak berbicara pada cewek-cewek lain, terkecualikan jika itu Chaewon dan Kana. Alkana, gadis setahun lebih muda darinya itu mungkin bisa membuatnya balas dendam pada mantannya.

Felix mengacak rambutnya kesal. Baik, kali ini pikiran jahat sudah mulai membakar dirinya. Tentang pembalasan dendam itu, tentang permainan perasaan, dan tentang dusta besar yang mungkin akan ia lakukan.

'Kalau memang memungkinkan, kenapa gak dicoba?'

Pemuda itu merogoh saku hoodienya kemudian mengambil sebuah benda elektronik di sana. scroll down list kontak di hpnya, lalu menelpon seseorang untuk mencoba menghubunginya.

"Entar istirahat, gue mau lu jabarin semua rencana lu. Kita bicara setelah selesai latihan sepak bola nanti, oke Jin?" Setelah mendapat kesepakatan dengan Hyunjin di seberang, Felix segera menonaktifkan jaringan datanya kembali.

Untuk di sisi lainnya, Kana bersama dengan Changbin tengah menikmati semangkuk mie instan dengan secangkir teh melati di pinggir lapangan basket. Singkat cerita, subuh-subuh tadi, sahabatnya itu memaksa dirinya untuk menemani Changbin yang tengah berlatih sepak bola satu klubnya. Gadis itu sejujurnya menolak mentah-mentah, tentu saja karena memang hari masih surup dan tenaganya belum sepenuhnya kembali dari alam mimpi. Namun mendengar ace basket itu berkata nelangsa dan suguhan sarapan pagi, tentu saja dia tidak akan menolak.

"Biasanya nih ya kalau gua habis latihan gini, yang cewek-cewek mah pada nawarin minuman sama handuk ke gua!" Changbin memulai kodenya sedikit lebih halus.

"Bahahaha mungkin aja gue bukan cewek ye, makanya gak lakuin itu ke elo!"

Sangat disayangkan sekali sepertinya, targetnya ini nyatanya memberikan respon negatif pada Changbin. Pemuda itu pun hanya dapat bermuka masam sambil dengan jail mencomot makanan milik Kana.

"Heeeh, itu kan punya gue!"

"Yang bayar siapa?"

"Elo lah!"

"Berarti ini punya siapa?"

"Punya gue lah! Huu!"

Tak mau kalah, akhirnya gadis itu pun melakukan pembalasan dengan menumpahkan teh milik Changbin ke gelasnya hingga benar-benar habis. Sangat tidak tahu diri.

"Wah parah lu, terus gua minum apaan njir?"

"Meminum rasa sayang dari gebetan, ahahaha" dengan tidak elitnya, Kana terbahak sambil memukul-mukul meja kayu tumpuannya.

Meskipun ia ingin sekali marah, tetapi Changbin mampu menahannya. Ia justru tersenyum simpul melihat bagaimana bahagianya gadis berambut panjang ini.

"Kalau misalnya, gebetan gua gak sayang sama gua gimana?" terlontarlah sebuah pertanyaan dari pemuda itu.

Kana berhenti tertawa kemudian berkata dengan enteng, "Gak papa, kan ada gue yang sayang sama lo! Utututu teman gue gak disayang sama gebetannya, hm?"

Changbin hanya menanggapinya dengan tawa kecil kemudian kembali memakan mie miliknya. Setidaknya itulah yang ditangkap manik Kana. Padahal kalau kita cermati kembali, tangan kiri Changbin yang berada di bawah meja sudah mengepal kuat-kuat.





Pagi memang menyenangkan tapi tidak untuk sebagian orang, contohnya seperti kasus-kasus Felix dan Changbin. Jadi biarkanlah waktu yang menentukan datangnya kebahagiaan mereka kembali. Siang, hari telah berganti menjadi siang. Dan semoga suasana hati setiap tokoh menjadi baik lagi.

"Ehm... Al!" sapa seseorang terdengar ragu-ragu pada Kana yang duduk membelakanginya. Kebetulan sekali mereka berada di tempat yang sama untuk makan kali ini—kantin lapangan sepak bola.

Kana menengok ke belakang dan menemukan sosok Felix di sana. Wajahnya berubah jutek dan sok jual mahal, "Apaan?"

Felix memutar bola matanya malas, "Gue baru denger buat acara perpisahan kelas 12 nanti, yang ngisi drama puisi gue sama lu—"

"Haah?! Eh gile, gue mana bisa bikin semacam begituan, Mamang!" belum sempat Felix selesai berbicara, Kana sudah memutusnya dengan teriakan membahana.

"Berisik lu! Ini tugas. Divisi acara minta kita serahin hardcopy puisinya dua minggu lagi."

"Lah, lah, bentar! Bukannya ngisi acara itu sesuai keinginan aja, ya? Perasaan gue kan gak nawarin buat ngisi!" bantah Kana yang masih tak mempercayainya.

"Gue gak tau, tapi tiba-tiba aja kita kepilih. Gue tahu lu bego dan bobrok bikin beginian, gue bisa bantu lu tapi itu pun kalau lu mau sering-sering ke kelas gue," Felix menampilkan senyum kemenangannya.

"W-what? ke-ke...las lo?"

"Yups! Dan karena waktu gue yang limit, gue cuma bakal bantu lu tiap ketemuan beberapa baris puisi aja, pas udah selesai, kita bikin skenarionya, selanjutnya kita harus latihan."

Kana membulatkan matanya. Dia mulai mengkalkulasi berapa hari ia harus menemui Felix kalau aturannya semacam itu. Tentu saja karena sebuah puisi bukan hanya tiga, enam baris saja, tapi 2-3 larik terdiri dari beberapa baris. Belum lagi membuat skenario, dan yang menyebalkan lagi adalah latihannya.

"Kenapa gak sehari diselesein aja, sih?"

"Lu kira waktu gue cuma buat elu aja? Dan lu pikir juga bikin gituan segampang bikin telor dadar? Ndasmu!"

Kana membeku sejenak, otaknya mulai berpikir rasional. Tidak apa-apa sih mampir ke kelas tetangga, toh juga cuma sebentar. Tapi kalau malah memancing Felix lovers gimana? Memangnya menjamin keselamatan Kana?

"Yaudah deh, jadi kapan nih kita bisa mulai?"

"Sekarang."

---TBC---

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Look at Me, Please! [Felix] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang