PROLOG

19 0 0
                                    

Hidup gue bisa dibilang TOTALLY FUCKED UP. Kenapa gue bilang gitu ? itu karena besok adalah hari pernikahan orang yang gue sayang dari kecil sampai sekarang dan gue gak berani bilang kalau gue cinta sama dia. Konyol bukan ? Gue tau mungkin ini adalah kesempatan terakhir gue, tapi gue juga tidak mau membuat dia kecewa. Dilihat dari beberapa hari terakhir ini dia sangat gembira dan amat sangat menantikan pernikahan ini. Dan lebih menyakitkan lagi, besok gue harus line up sebagai salah satu best man didepan altar.

Oh, God please take make life now.

Banyak sekenario yang udah gue rancang dikepala gue. Mulai dari minum obat nyamuk, gantung diri dikamar, nyayat pergelangan tangan gue kaya di sinetron-sinetron indosiar, atau berdiri ditengah jalan atau rel kereta biar ditabrak. Tapi gue hiraukan semua itu karna gue gak mau esoknya gue jadi headline di berita-berita Seorang laki-laki bunuh diri karena ditinggal nikah sama pacarnya.

Fuck !!! its not cool at all.

Membayangkannya pun gue gak mau. Untuk itu gue disini, malam-malam sendirian dikamar dengan air mata yang tidak mau berhenti. Duduk didepan komputer, menumpahkan unek-unek gue sembari mengutuk Tuhan kenapa semua ini harus terjadi. Gue marah, gue kesel, gue sedih, gue sakit ati, tapi gue juga gak tau harus gimana. Kalau orang liat keadaan gue sekarang mungkin pada berbaris kasih recehan.

Gue tahu seharusnya gue ikut bahagia karena dia juga bahagia. Tapi gue gak bisa pura-pura bahagia kalau dalam hati gue nggak bahagia. Kadang gue berpikir mungkin akan lebih baik kalau dulu gue dilahirkan dari keluarga orang kaya, atau mungkin akan lebih baik kalau gue gak dilahirin sekalian. Ya benar !!! lebih baik gue gak dilahirin sekalian. Semua ini gara - gara orang itu. Laki-laki biadab yang tega menghamili seorang gadis desa yang gak tau apa-apa dan kemudian lari begitu saja tanpa mau bertanggung jawab. Sementara gadis itu harus menangung aibnya. Diusir dari keluarganya, dan harus hidup sendiri dijalanan tanpa punya apa-apa. Tak ada satu orangpun yang mau menerimanya. Yang ada hanya kata-kata keji yang terus dilontarkan dari orang-orang yang meihatnya.

BANGSAAAATTTT !!!!

Kenapa gue gak bisa nglupain kejadian itu. Gue janji kalau ketemu gue bakal bunuh laki-laki itu. Foto lu masih gue simpan tinggal nunggu takdir aja kapan kita dipertemukan. Oh Ibu, maafkan anakmu ini. Semoga anakmu ini tidak membuatmu menagis disurga sana. Amiin.

******

(Tok. Tok. Tok) terdengar suara orang mengetuk pintu. Laki-laki itu masih saja duduk didepan komputernya. Menghiraukan suara ketukan pintu yang diketuk berulang-ulang. Semakin keras dan semakin keras.

"Bima gue tau lu didalam. Tolong buka pintu. Gue mau bicara. Bima please." suara seorang wanita diluar sana.

Dari suaranya bisa dipastikan wanita itu sedang mencoba menahan tangisannya.

"Bima.. please buka pintunya. Hidup gue gak bakalan tenang bim. BIMAAAA !!!" wanita itu berteriak lagi.

Air mata Bima semakin deras. Dia bahkan tidak bisa melanjutkan kisah yang sedang diketiknya. Didalam kamar kos-kosan berukuran 4 x 4 meter, Bima duduk termenung dikursinya, mencoba mengingat kembali hari-hari indah semasa kecilnya. Untuk beberapa saat Bima juga terlihat menutup mata. Suasana kamar yang gelap, ditambah suara hujan deras diluar sana membuat Bima larut dalam lamunannya. Satu-satunya cahaya yang bersinar adalah cahaya dari laptop berukuran 15 inchi diatas meja.

"Okay.. kalo lu gak mau bukain pintu buat gue, biar gue teriak dari sini. Gue gak peduli berapa orang yang mendengar ini atau berapa banyak orang yang sedang ngliatin gue nagis didepan sebuah pintu, gue gak pedduli. Gue hanya pengin semua unek-unek yang ada didalam hati gue keluar malam ini karna mungkin gue gak akan punya waktu lagi buat hari esok." terang si wanita tersebut.

Dengan gerakan perlahan Bima bangkit dari tempat duduknya. Menarik beberapa lembar tisu disamping komputernya untuk menghapus air matanya lalu membuangnya ke tempat sampah dibawah mejanya. Bima tau siapa yang ada diluar sana. Bima hanya tidak tahu bagaimana harus menghadapi wanita tersebut. Wanita yang sudah dikenalnya selama 15 tahun terakhir ini. Didepan sebuah cermin Bima mencoba merapikan keadaan dirinya sekaligus mengumpulkan keberanian yang ia juga tidak tahu darimana sumbernya. Bima mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua drama ini harus berakhir. Suka atau tidak itulah takdir yang harus ia terima. Bima mulai melangkah perlahan menuju pintu putih yang masih tertutup. Sebelum Bima membuka pintu tersebut, tak lupa ia menyalakan sklar lampu disebelahnya. Pintu pun terbuka. Sebelum Bima bisa berkata apa-apa wanita itu langsung berlari memeluknya. Sekarang tangisan wanita itu semakin keras dipelukan Bima. Bima hanya berdiri terdiam dan lagi-lagi Bima tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Hanya tiga suara yang terdengar di telinga Bima saat itu. Suara derasnya air hujan, suara detak jam yang ada diatas meja sebelah tempat tidurnya, dan suara tangisan wanita dipelukannya.

"Maafin gue bim. Maafin gue." suara wanita itu disela-sela tangisannya yang membawa Bima kembali dari lamunan masa kecilnya.

"Maafin gue bim."

Story Under The TreeWhere stories live. Discover now