Chapter 2

871 85 10
                                    

Awalnya memang biasa saja. Tetapi semakin dikenal, maka Sai terlihat semakin aneh. dia membicarakan sesuatu hal yang membuatku ingin menghindarinya.

Sai selalu memperhatikanku dengan wajah seram ketika aku mengobrol dengan adiknya, seolah dia keberatan jika aku melakukan itu. Sampai pada akhirnya kecurigaanku terjawab.

"Angkat tanganmu dan duduk!" Sai berteriak kencang sekali, menghadapkan moncong senapan yang entah dari mana asalnya kedahiku.  "DUDUK!" paksanya lagi.

Aku mengangkat kedua tangan keatas kepala karena agak takut, tapi aku belum mau duduk pada sofa panjang yang berada tepat dibelakangku. Kami bertiga berada diruang tamu rumahku, saat itu aku hanya menatap Sai dan memprotesnya berharap ia tak bersungguh-sungguh. "Sai, candaanmu itu tidak lucu, tauk."

"Sayang sekali, aku tidak sedang bercanda, sekarang kami sedang merampokmu."

Merampokku? Oh... Jadi begitu...

Aku terdiam cukup lama, ingatanku mengenai masa-masa sebelum lima menit terakhir kupaksa untuk memutar. Aku melamun, sampai dia, Sai, sang pemegang senjata api memaksaku untuk duduk disofa dibawah todongan senapan laras panjang yang dipegangnya. Jadi mereka sudah merencanakan ini, bukan?

"Dimana letak barang berharganya, tunjukkan pada kami?" ucap Sai.

Lubang senapan itu diarahkan tepat kepertemuan keningku, sial, aku bahkan dapat melihat lubang senapannya. Sai menepuk2kan ujung senapannya kebahuku memaksaku untuk berdiri lagi, ia mengarahkanku untuk membelakanginya. Lalu ia sentuhkan ujung senapan kepunggungku setelah aku berbalik membelakanginya.

"Sai, kenapa... rencananya tidak begini 'kan?"

Lewat sudut mata aku dapat melihat Sasuke berjalan mendekati Sai. Weh, weh, dia bilang apa, rencananya tidak begini? Jadi sejak awal mereka memang telah merencanakan sesuatu terhadapku tapi kemudian Sai secara sepihak mengubah rencana mereka. Brengsek.

"Dari pada mengeluh, lebih baik kau melakukan apa yang kusuruh."

"Aku tidak mau!" elak Sasuke dengan nada lumayan keras.

"Kenapa tidak?"

"Karena kita sedang melakukan kejahatan!"

Benar, apa yang mereka lakukan adalah sebuah kejahatan.

DOR!

Tubuhku tersentak tiba-tiba, suara letusan senjata api itu tepat dibelakangku. Kupingku terasa kebas, tapi aku tidak berani bergerak, bahkan menengok sekalipun, karena aku masih takut.

Apa Sai menembak Sasuke, apa Sasuke terluka, apa yang dilakukan Sai terhadap saudaranya sendiri?

Banyak sekali pertanyaan diotakku saat ini, lidahku kering dan jantungku memompa cepat.

"Dengar!"

Namun, satu kata dari Sai membuatku berpikir bahwa Sasuke masih baik-baik saja.

"...ini jalan satu-satunya, oke?"

"Aku tetap tidak mau. Aku akan menelepon polisi!"

"Dengar!" satu kata itu mampu membuatku berpikir kalau Sasuke masih baik-baik saja. "Ini jalan satu-satunya oke?"

"Aku tetap tidak mau, Sai! Aku akan menelepon polisi."

DOR!

Letusan kedua kembali terdengar, sekali lagi; tanpa peringatan. Naruto menunduk, perasaan takut, prihatin, dan syok, bercampur jadi satu.

"KESANA!"

Aku mendengar tubuh Sasuke diseret kesampingku, ia dipaksa berlutut menuju arah yang sama denganku dan mengangkat kedua tangannya.

Minor Feelings | (NARUSASU) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang