2| Bolos Ya?

5.8K 615 28
                                    

Memang asem banget mas mas yang semalam, eh mas mas atau om om ya? Ya pokoknya karena dia yang tiba-tiba diseret pulang, dia kena semprot mamah karena membiarkan Aji makan pakai garam.

Huaaaa mamah emang kejam, dikira cuman Aji apa yang makan sama garam. Dianya juga sama makan pakai garam.

Pokoknya awas aja itu kalau ketemu lagi, bakalan Bening buat perhitungan. Minta traktir es krim misalnya. Hiiii tapi ogah ah minta traktir sama cowok gesrek sok kenal begituan.

"Woii!" Suara berisik disusul dengan wajah meringis Sabda membuat wajah Bening merah padam.

Dia memukuli Sabda dengan tas punggungnya.

"Eh stop... stop Ning! Kamu PMI ya, kenapa jadi singa kelaperan gini sih."

"PMS mas Sabdaaaaa!!!"

"Aelahhh beda dikit. Yaudah berhubung mas Sabda udah buat dedek Bening nan imut ini jengkel pagi-pagi. Mas Sabda traktir deh, terserah mau makan apa."

Rezeki anak shalihah gini nih. Seharian butek mikirin yang semalem, akhirnya dapat angin segar juga dari kakak tingkatannya.

"Serius Ning dua mangkok? Nggak meletus itu perutmu, ususmu kan kecil Ning." Goda Sabda.

"Jangan salah mas, kecil-kecil gini kalau masalah bakso lima mangkok pun Bening abisin. Yang penting ditraktir gitu aja."

"Yaudah aku bayar dulu, sekalian bentar lagi mau masuk kelas. Makan yang banyak."

Seperti kebiasaan Sabda, dia mengacak rambut bob Bening. Nah rambut ini juga yang membuat Bening tambah terlihat seperti anak kecil yang unyu-unyu gitu.

Saat asik-asiknya menikmati bakso terwuenak sekampus, Bening dikagetkan dengan kemunculan om om yang semalam. Menatapnya... gimana ya? Takjub mungkin.

"Adek yang semalem kan ya?'

Bening tidak menggubris, dia melengos melanjutkan makannya yang tertunda. Maaf-maaf aja ya om. Walaupun mukamu itu ganteng, tapi kalau bilang Bening anak SD. Huh kegantenganmu jadi luntur.

"Eh iya beneran yang semalem, kok bisa ada disini dek?"

Diem Ning. Biarin aja dia ngoceh sendirian kayak burung perkutut.

"Tapi adek kok bisa ada disini? Emang anak SD libur ya, terus kesini sama siapa?"

Adimas tersenyum maklum saat Bening diam saja, tetap melanjutkan makanan tanpa mau menjawab ataupun memandang wajahnya. Anak kecil kalau ngambek memamg suka lama gitu ya?

Jadi gemes ini waduh.

"Jangan bilang adek bolos ya?"

BRAK

Bening menggebrak meja, wajahnya merah semerah tomat menahan kesal. Bukannya takut, Adimas terkekeh senang. Menjawil pipi Bening yang menggembung. Apalagi bibirnya belepotan saos gitu.

Aih lucunya dedek Bening.

"Makannya jangan belepotan dong dek, kan udah kelas 5 kan ya? Harus lebih bersih lagi kalau makan."

Adimas menarik sekembar tisu, mengusapkannya di bibir mungil Bening.

"Bisa sendiri huh!"

"Eh adek belom jawab pertanyaan saya lho tadi."

Arghhhh nyekek orang hukuman penjaranya berapa tahun sih? Pengen Bening cekek rasanya nih om om yang  nggak tau malu ini.

"Libur gurunya mencret." Celetuk Bening ngasal. Capek lah ngejelasin. Sampe Badannya tinggi juga nggak bakal percaya.

"Oh gitu... lha kesininya sama siapa dek?"

Adimas celingukkan, mencari orang yang sekirannya datang dengan Bening.

"Sendiri."

Dahi Adimas berkerut. Eh masak anak kelas 5 SD berani keluyuran sendirian ke kampus? Tapi nggak heran sih. Orang semalam aja si adek keluar diatas jam sepuluh malam.

"Eh kalau gitu saya anter pulang mau nggak? Sekalian kita mampir ke timezone nanti, adek bisa main sepuasnya. Tapi izin ke mamah dulu."

Malas berdebat karena sudah capek, Bening akhirnya mengangguk. Lagian setelah ini dia tidak ada kelas lagi.

"Oke."

***

"Seneng?"

Bening mengerucutkan bibirnya, ditangannya dia membawa permen kapas besar yang dibelikan Adimas. Beneran kayak anak kecil jalan sama papahnya dia kalau kayak begini.

"Senyum dong." Bening tersenyum lebar meski dipaksakan. Mah anakmu bener-bener dianggap anak kecil, mana tangannya pake digandeng segala. "Nah gitu kan cantik. Yaudah yuk kita pulang, nanti mamah kamu khawatir."

Saat melewati pedagang martabak kaki lima, Adimas menghentikan mobilnya. Lalu menoleh ke Bening yang asik memakan permen kapas berwarna merah muda itu, sampai bibirnya cemong penuh dengan gula.

Dengan telaten, Adimas membersihkan bibir Bening lagi. Bening melotot mendapat perlakuan manis dari Adimas. Hoeeekkk... bukannya romantis malah jadi mual ini dianya.

"Berhenti dulu ya, beli martabak nanti kasih ke mamah kamu. Oke."

Didalam mobil Bening menggerutu sendiri. Pokoknya kesel deh. Sempat dia bertanya-tanya kenapa sih dia harus punya badan semungil ini dan wajah yang seperti anak kecil?

Bukan hanya Adimas saja yang salah paham. Bahkan Sabda pun pada awalnya tidak percaya kalau Bening mengikuti ospek pada saat itu.

"Semua orang nyebelin! Liat aja ya, Bening bakalan berubah. Coba kita liat reaksinya hihi."

Bening mengaduk tas nya, mengambil lipmate berwarna coral, mengoleskan ke bibir tipisnya. Lalu dibagian dalamnya dia memoleskan liptint.

Tidak lupa dia menepuk-nepuk wajahnya dengan bedak. Hah beres! Pasti sekarang wajahnya sudah terlihat lebih dewasa dan menarik kan hahaha.

"Eh dia dateng!"

Saat pertama kali masuk kedalam mobil, Adimas belum tau ada yang berubah dari Bening.

"Dek ini dikasih ke mamah ya. Nan--- eh astaghfirullah dek! Kenapa mukamu jadi kayak badut gitu, nggak cocok ah dek."

Eh jadi badut?

Bening meninju lengan Adimas, lelaki itu terkekeh lalu mengambil tisu basah di dashboard mobil.

"Adek tuh masih kecil, nanti kulitnya yang lembut ini bisa rusak kalau pake make-up. Pasti ambil punya mamah ya? Jangan diulangi lagi ya dedek manis." Katanya sambil membersihkan wajah Bening sampai kembali polos seperti semula.

"Huaaaaaa om nyebeliiiinnnn!!!!! Bening udah kuliahh tau." Rengek Bening.

"Iya... iya saya percaya."

"Beneran?"

Adimas bertahan untuk tidak mencubit pipi gembil itu.

"Ya enggak lah dek, udah ya nggak usah akting jadi anak kuliahan. Jadi anak SD aja enak kok, pulang sekolah tidur atau main bekel sama temen-temen. Jadi orang dewasa itu nggak enak, ngebosenin."

Bodo amat! Malah curhat! Nggak mau tau pokoknya mulai sekarang dia harus keliatan dewasa. Titik!

***

Tbc

Ah kampret wattpad kenapa sih coy?

Anak SD? Wtf!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang