3

131 19 3
                                    

Wajah pucat dan mata sayu sangat terlihat jelas di raut wajahnya sekarang. Diri nya masih tetap melanjutkan berjalan di lorong yang sangat gelap meskipun kini sudah larut malam. Sedikit merinding karena ia juga wanita yang tak seharusnya berjalan sendiri di jalan sepi seperti ini. Tidak harus berfikir panjang jika banyak orang jahat berkeliaran. Kaki nya sudah tidak kuat untuk berlari. Sudah cukup jauh juga ia berjalan dan sedikit lagi juga sampai.

"Sial kalau aku tadi terima tawaran Laura, ga bakal kaya gini" monolog nya sambil terus berjalan.

Tidak lama terlihat rumah yang menjadi tujuan nya. Iya itu rumah nya sendiri. Tapi dia malah terfokus dengan anak laki-laki yang sudah berdiri di depan rumah dengan airphone yang menancap di kedua telinga nya.

Srekkk...Srekkk...

"Kakak..." ucap nya sembari melepas satu airphone nya.

"Astaga kenapa selarut ini? Apa kakak kerja lembur? Tapi kenapa gak bilang dulu sama Nala?" Anak itu langsung merebut satu plastik yang di tenteng oleh kakak nya.

Ia mengatur nafas lebih dulu untuk menjawab pertanyaan adik nya itu.

"Gapapa hari ini memang lembur, baterai hp kakak tadi habis mau kabarin kamu" Vanya menatap sayu adiknya yang terlihat khawatir menunggunya.

"Yaudah sekarang ayo masuk, kakak ga lihat tangan aku udah pucat kedinginan menunggu kakak" gerutu Nala pada Vanya. Tapi vanya membalasnya dengan senyum tipis. Meskipun Nala tidak tahu Vanya lebih dari itu sampai ia merasa kakinya sangat sakit karna harus berjalan dari tempat ia kerja malam ini.

Wanita yang sangat hebat. Yang bisa  menggantikan posisi ibu nya merawat adiknya dari ia masih duduk di bangku smp hingga sekarang. Ia rela membagi waktu untuk mencari uang demi bisa mencukupi kebutuhan diri nya sendiri dan adiknya bahkan ayahnya. Anak yang seharusnya masih mendapat perhatian dari kedua orang tuanya, harus rela menempuh hidup sendiri seperti yang ia rasakan sekarang. Ayah yang seharusnya menjadi kepala keluarga dan mendidik anaknya malah menjadi pengaruh buruk. Itu sebabnya juga ibu mereka harus pergi dan keluarga nya harus berantakan seperti saat ini.

"Kakak langsung mandi aja, nanti nala yang siapin makan malam" Vanya tersenyum miris melihat keadaan nya sekarang. Ia melihat mata Nala yang sungguh sangat merindukan ibu nya. Masih umur 4 tahun Nala ditinggal oleh ibu nya, tapi itu cukup dari anak kecil yang sudah bisa mengenal wajah ibu nya bahkan ia masih ingat waktu ibu nya pergi.

Vanya mengusap air mata nya lalu beranjak pergi dari dapur. Tapi ia berhenti saat mendengar Nala bicara.

"Sampai kapan ibu akan terus meninggalkan kita kak. Apa ibu sudah melupakan kita berdua dan tidak akan pernah kembali?"

Wajahnya berubah menjadi pucat, deru jantungnya memburu. Vanya hanya mematung mendengar saat adiknya berkata itu. Ia sungguh tidak bisa menjawab apa-apa, karena ia juga bingung mau berkata apa lagi. Disini dirinya juga merasakan lelah menunggu ibu nya kembali. Tetapi dulu Vanya sendiri yang menyuruh ibu nya pergi meninggalkan rumah ini. Rumah yang sangat tidak layak untuk ibu nya tempati. Rumah yang sudah menjadi seperti neraka saat ibu nya masih ada. Vanya sudah tidak sanggup jika harus melihat ibu nya terus di siksa oleh ayah nya sendiri.

"Kak...?" Nala lalu sadar saat tidak mendapat jawaban dari kakak nya dan menoleh menatap punggung Vanya yang bergetar. Diri nya langsung ikut terdiam merasa bersalah atas pertanyaan yang ia tanya pada kakak nya. Sungguh tidak sadar kenapa tiba-tiba dia harus bertanya soal itu. Tapi memang Nala merasa sangat merindukan ibu nya. Nala yang merasa bersalah langsung berjalan ke arah kakak nya yang masih berdiri membelakangi nya. Dia memeluk kakaknya dari belakang dan menenangkan kakaknya. Bisa di rasakan meskipun tidak bersuara kakak nya menangis, hanya saja tidak mau membuat adiknya ikut sedih.

"Kak maafin Nala. Nala minta maaf soal pertanyaan Nala tadi-" Nala tidak bisa melihat kakak nya menangis seperti itu. Akhirnya dia juga tidak bisa menahan air matanya untuk keluar.

"tadi Nala ga sadar bicara kaya gitu. Karena Nala kangen sama ibu" Nala menangis di pelukan kakak nya.

Vanya sangat sulit untuk bicara. Ia meraih tangan Nala yang memeluk nya lalu mengelus dari belakang. Ia membayangkan jika saja waktu bisa diputar kembali ia dulu tidak akan menyuruh ibu nya untuk pergi. Tapi ayah nya yang harus pergi atau diri nya dan Nala ikut bersama ibu nya.

____<<•••>>____

Say Hello my bestie huhuuu. Akhirnya part 1 juga. Kalau suka kasih votment okay. Banjiri komentar nya full terserah. Yang mau jadi Vanya juga boleh chat gue aja nanti gue cosplay in wkwk just kidding bestie. Oh ya ada serius nya juga, kalo hidup jadi Vanya tuh menarik karna di sukai banyak cowo gans + psikopat jadi sekali disentuh mati lah kawan ahaha. Yodah kepo ya cieee. Makanya stay tungguin next nya gimana. bye bestie have fun and happy reading ❣️🦋

NIGHTMARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang