Terambang

15 3 4
                                    

Prompt of Madelief WEEK 1

"Kamu sosok remaja yang pemarah. Kedua orang tuamu bercerai, mungkin itu yang menjadi alasannya. Semua siswa tak ada yang berani menganggumu. Kecuali murid baru itu, dia menganggumu. Entah di sekolah maupun di rumah. Tapi kamu tidak pernah marah padanya, karena tanpa kamu sadari kamu jatuh cinta padanya."

Story by randomale;

Happy Reading!

Hari demi hari di kalender telah kuberi tanda silang. Bukan. Aku bukan menghitung hari yang berhasil kulalui dengan bangganya, aku hanya tidak sabar menunggu kapan waktunya aku dipanggil tuhan?

Kulirik jam di atas nakas. Pukul 6, papaku belum berangkat kerja. Maksudku, dia belum berangkat untuk bermain-main dengan banyak perempuan murahan di pinggir jalan. Orangtuaku bercerai. Dan aku selalu mengatakan bahwa aku tidak peduli. Selama kebutuhanku terpenuhi, untuk apa aku mencoba mengambil atensi?

Aku memang kuat. Aku bisa hidup tanpa dekapan kasih sayang. Memilih hidup dengan papa, lebih baik daripada tinggal bersama mama. Jika aku mengatakan bahwa papa adalah si pria hidung belang, maka mama adalah jalangnya.

Melipat kembali kalender kecil berlatar calon anggota legislatif nomor empat itu, akhirnya aku bergegas menuju sekolah menggunakan sepeda gunung pemberian kakekku tiga tahun lalu.

Suasana pagi yang biasa saja menyambutku. Genangan-genangan air bekas guyuran hujan di lapangan sepak bola tempat kuberlatih beladiri pun sepertinya menungguku. Mengabaikan sapaan Satpam di pos depan, kukayuh lebih cepat sepedaku menuju parkiran.

"Aresha!"

Kulirik sumber suara melalui ekor mata. Cowok berjaket hitam berlari kecil menghampiriku. Sebelah tangannya membawa tas plastik putih berisi lemon dan madu. Setidaknya itu yang dapat kulihat.

"Ini buat lo. Katanya lo mau diet, ya?"

Aku bergumam sebagai jawaban. Mulutku malas terbuka hanya untuk sekadar mengiyakan saja. Aku berjalan melewatinya. Dia kembali mengejarku, mensejajarkan langkahnya agar berdampingan denganku.

"Lo potong lemonnya tipis-tipis, terus masukin ke air minum. Lo tambahin madu juga ntar biar gak asem." Dia membuka kreseknya lalu melanjutkan, "lo padahal gak gendut. Tapi karena ini mau lo, gue dukung kok. Cewek emang harus seksi kan, ya? Semok-semok gitu. Biar enak juga sih kalo di grep-"

"Berisik!"

Dia tertawa. Kurebut kantong kreseknya lalu kumasukan ke dalam tas. Namanya Erlangga. Dia teman terbaikku. Dia kukategorikan terbaik karena memang hanya dia satu-satunya teman yang aku punya.

Dia memang perhatian. Dia juga sudah kebal dengan semua makian yang kadangkali aku lontarkan. Andai saja papaku sepeduli Elang, mungkin-

Kutepis pemikiran tersebut. Berulangkali merapalkan judul lagu milik maddi jane-impossible untuk meyakinkan diriku bahwa aku tidak seberharga itu untuk dilimpahkan perhatian dan kasih sayang. Tidak mungkin.

Di pertigaan koridor, aku berpisah dengan Elang. Aku anak arsitektur. Sedangkan Elang teknik elektro. Bosan bila lagi-lagi harus mengambil jurusan yang sama dengan si batak Elang.

"Kenapa meja sebelah gue ada yang ngisi?" Aku bertanya galak pada siapa saja yang mendengar. Semua orang tau bahwa aku tidak suka diganggu.

"Sori, Ar. Barusan ada murid baru yang ngisi." Si ketua kelas yang aku lupa namanya itu menghampiriku. "Et, jangan ngamuk dulu. Dia disuruh pak surijal kok. Jadi lo gak usah marahin dia." Lanjutnya saat melihat aku mulai melotot.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Prompt of Madelief (Kumcer Remaja)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang