4. Shamy

16.4K 416 18
                                    

Gracia meraba raba spot disampingnya, mencari keberadaan seseorang yang tadi malam telah membuatnya dimabuk kepayang.

Merasa tidak menemukan apa yang dia cari, Gracia membuka matanya perlahan. Penglihatannya segera tertuju pada seorang manusia yang tengah bersimpuh diatas sajadah yang sedang terisak dan beberapa kali bersujud.

Ya Shamy sedang melakukan ibadahnya pada Tuhan. Cukup lama Gracia memeperhatikan Shamy, hingga Shamy selesai Sholat. Pandangannya segera bertabrakan dengan Shamy, membuat Shamy menunduk takut -takut.

"Mbak udah bangun? Maaf ya kalau aku ganggu, soalnya Raihan di kamarnya sedang sama orang lain. Jadi aku gak tau mau Sholat dimana." kata Shamy dengan masih menunduk.

Bagi Gracia ini adalah suatu yang menyenangkan melihat Shamy seperti ini. Dengan sifat masih malu malu yang entah sampai kapan akan hilang jika berada di depan Gracia.

Shamy duduk disamping Gracia tapi masih belum berani menatap Gracia.

"Lihat gue kalau ngomong, emangnya lo lagi ngomong sama lantai?"

Shamy mengangkat wajahnya pelan, menatap Gracia ragu ragu. Sungguh, Gracia ingin meleleh sekarang. Shamy masih memakai kopyahnya berserta baju koko dan sarungnya. Persis seperti mau pengajian.

"Mbak tidur lagi aja, ini masih setengah lima." Shamy beranjak berdiri dan hendak keluar, tapi ucapan Gracia menghentikannya.

"Gue mau tidur kalau elo ada disamping gue, ini hari minggu. Gak ada alasan elo nolak gue." tukas Gracia.

Shamy mengangguk dan tersenyum, membuat Gracia mulai menyukai senyum manis dengan pipi bolong itu. "Aku ganti baju dulu ya mbak, nanti balik."

Setelah berganti baju, Shamy kembali lagi, Gracia masih setia menunggunya. Jadi Shamy memutuskan berbaring di sebelah Gracia, dan dia menaruh guling di tengah mereka.

Gracia berdecak, lalu menaruh guling itu di belakangnya. Dia menatap jengah pada Shamy yang masih saja gugup di dekatnya.

"Lo kenapa sih? Kita udah bukan orang asing sekarang."

Shamy menoleh pada Gracia, yang tubuhnya terbungkus selimut. Dia kemudian ikut masuk ke dalam selimut dan merengkuh Gracia dalam pelukannya. "Nanti siang aku bakal balik ke rumah, Gre jaga diri ya. Untuk selanjutnya aku bakal kesini lagi kalau misal belum ada hasilnya."

Gracia merapatkan tubuhnya, mendengarkan degup jantung Shamy yang berirama. Dia suka saat Shamy memanggilnya dengan sebutan Gre. "Kalau misal gak gue ijinin juga lo tetep bakal pulang kan."

Shamy mengangguk, dia mengusap kepala Gracia yang bertumpu pada lengannya. Entahlah, kenapa Gracia terasa begitu sangat pas berada dalam pelukannya. Seolah setiap inchi tubuh Gracia memang diciptakan untuk berada dalam pelukannya.

"Lo tadi nangis karena nyesel telah ngelakuin ini?"

Shamy menggeleng. "Enggak, aku hanya sedang meminta pengampunan sama Tuhanku."

"Kenapa lo tetep ibadah saat merasa diri lo berdosa?"

"Justru aku beribadah karena berdosa, aku meminta pengampunan dariNya."

"Apa alasan lo beribadah?"

"Aku beribadah itu karena kewajibanku pada Tuhanku, bukan karena alasan ini itu."

Gracia menghela nafasnya, dia rasa sepertinya mulai menyukai apapun yang ada pada Shamy. Bolehkah kalau dia juga mencintai Shamy?

"Kalau gue cinta sama Lo gimana Sham?"

Shamy menoleh spontan, "Jangan Gre, aku hanya melaksanakan tugasku. Aku disini bukan untuk menetap."

Kini Gracia yang menunduk, "Gue ngantuk, bye."

My PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang