Psikopat 12

7.5K 578 140
                                    

Awalnya dia terkejut melihatku...

Namun ia merubah raut wajahnya menjadi datar, mengenakan seragan serba putih, kini dia terlihat seperti pasien rumah sakit jiwa, bukan tahanan. Tubuhnya terlihat sedikit berisi, lebih rapih dan wajahnyapun terlihat sangat bersih tanpa brewok tipisnya. Dia melangkah menuju kearahku, duduk di kursi berseberangan denganku, kedua tangannya dia kepal di bawah meja, lalu melihatku.

Dia bertanya, bagaimana aku bisa sampai di sini. Aku menjawab jujur padanya, berbohong pada orang tuaku. Terlihat dia menyunggingkan sedikit senyum mendengarnya, dia bilang jangan sering kemari, karena itu tidak baik untukku berpergian seorang diri. Dia terlihat khawatir, aku tahu dia perduli, hanya saja dia jarang menunjukannya.

Dia bertanya lagi, bagaimana hariku selama ini. Aku bilang, tidak ada yang menarik dan membosankan. Apalagi semenjak terkurung di rumah, di tambah lagi kedua orang tuaku masih belum memperbolehkanku untuk bekerja lagi. Lalu dia bilang, aku bisa berkumpul dengan teman-teman untuk menghilangkan kejenuhanku. Aku berpikir sejenak, semenjak dia menyekapku, jujur saja aku tidak ingin keluar rumah untuk sekedar bertemu dengan teman-teman.

Bukan karena malu atau apapun itu, hanya saja. Aku merasa, lebih introvert sekarang...

Dia bilang, jika ada seseorang yang menggangguku, maka adukanlah kepada Polisi yang tempo hari berkunjung kerumah.

Aku mengernyitkan dahi...

Bagaimana dia bisa tahu?

"Apakah dia...?"

"Ya, dia salah satu anggota" katanya, aku mengangguk mengerti. Sebenarnya tak menyangka, ada banyak hal yang belum aku ketahui di dalam dunia hitam ini. Lalu, aku bercerita padanya bahwa polisi itu menemukan buku jurnalku dan memberikannya padaku, dia mengangguk mengerti.

"Kenapa tidak di lanjut lagi?" Tanyanya, aku masih bingung untuk melanjutkan tulisanku lagi.

Lagipula, pengalaman kami telah berakhir. Meski hingga saat ini aku masih setia menunggunya keluar dari sini, tidak ada lagi yang bisa aku tulis. Hari-hariku hampa tanpanya, tidak banyak yang aku perbuat selain tiduran di kamar memikirkannya.

Lalu, dia bertanya serius kepadaku.

"Mengapa kau kemari?"

"Karena aku menepati janjiku..." jawabku.

"Mengapa?" Tanyanya lagi, aku heran, apa jawabanku kurang tepat.

"Kau menyuruhku untuk berjanji untuk tidak meninggalkanmu, dan disinilah aku, menunggumu, hingga kau bebas" jawabku mantap.

"Mengapa kau mau memenuhi janjimu? Bukannya kau sudah bebas? Dan aku berada di penjara." Jelasnya.

Baiklah, kini dia bermain dengan pikiranku lagi. Dia sama sekali tidak bisa meninggalkan kebiasannya dengan bermain permainan pikiran, dan aku adalah gadis yang sangat bodoh dan mudah di perdaya dalam hal seperti ini.

Apa dia mencoba untuk membuatku menyatakan perasaanku kepadanya saat ini juga?

Jika iya, maka itu hampir berhasil.

"Karena aku perduli padamu..."

"Bohong..." balasnya.

Sial, mengapa mencari sebuah jawaban jadi sulit sekali ketika ucapannya mulai mengintimidasiku.

"Aku tanya, mengapa?" Tanyanya dengan sedikit nada penekanan.

Benar, dia terus berusaha agar aku berkata yang sejujurnya.

Night Creepy DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang