Bagian 14

843 123 34
                                    

"Mel!"

Dyo langsung menutup harian olahraganya begitu mendengar suara halus yang terdengar dari arah ranjang. Bergegas menghampiri tempat tidur—tempat Melody terbaring.

"Kamu mau ke mana?"

Dyo menahan pergerakan lemah Melody.

Bungkam, Melody lebih memilih melepas paksa selang infus yang melekat pada permukaan kulit lengan kanannya.

Sepasang mata Dyo memancar iba. Perasaan bersalah pun tersirat dari dalam sana. "Mel!" Kali ini, Dyo melembutkan suara. Sangat pelan. "Kamu harus istirahat, Mel! Sebentar lagi Heiza datang. Kamu harus banyak istirahat."

Tatapan aneh Melody beradu dengan tatapan khawatir Dyo. Sepersekian detik saja lalu memalingkan wajah. Seolah tidak ingin melihat kehadiran Dyo di sini. Karena bagi Melody, kini ... Dyo tidak lagi penting untuknya. Yang ada di benaknya sekarang, hanya anak-anaknya—Kinal dan Veranda. Melody sangat mengkhawatirkan mereka.

"Mel!" Dyo masih berusaha.

Pun, Melody. Masih dengan ketidakpeduliaannya. Ia beranjak dari pembaringan. Walau lemah, Melody tidak lagi peduli dengan keadaannya sendiri. Hanya satu hal yang ada dalam pikirannya, ia tidak ingin Kinal dan Veranda mencemaskannya.

"Mel, jangan keras kepala! Kamu harus istirahat," Suara Dyo agak meninggi kali ini.

Melody hanya mengulas senyum tipis. Menatap Dyo sepersekian detik dengan tatapan tidak percaya bercampur jijik.

Dyo melihat pandangan itu bagai pukulan keras untuknya. Baru hari ini, ia melihat tatapan lain dari Melody untuknya. "Aku mau kamu pulih. Kamu istirahat, ya," bujuk Dyo. Tangannya meraih jari-jemari Melody yang terasa agak dingin.

"Tolong lepas! Saya tidak suka disentuh kamu!" Melody menepis tangan Dyo. Ia mengerang sejenak, sebelum bangkit dari ranjang.

"Mel! Tolong! Kamu harus istirahat. Demi kamu, anak-anak kita, dan juga ...," Dyo meneguk air liur dengan kalut. Tatapan aneh Melody kembali menghujami retinanya. Hingga menembus relung terdalamnya. Rasanya benar-benar sakit. Tatapan yang biasanya terpancar penuh cinta dan hangat kini sudah berganti. Dyo memang pantas menerima itu atas segala pengkhianatan yang ia berikan kepada Melody. "Tolong, Mel! Aku akan memperbaiki semuanya." Sepasang mata Dyo memancar dengan seluruh rasa bersalahnya melihat keadaan Melody.

Senyuman jijik kembali tersungging di bibir Melody yang agak pucat. "Tolong berhenti menatatap saya dengan tatapan itu, Mas! Aku tidak butuh itu. Itu benar-benar terlihat menjijikkan. Dan juga ...," Melody memijat pelipis sekilas tatkala rasa sakit bersarang di kepalanya. "kamu tidak tidak perlu memperbaiki apa pun. Tidak ada yang perlu kamu perbaiki."

Dyo langsung merengkuh tubuh Melody. "Tolong, jangan berkata seperti itu. Itu benar-benar menyakitiku, Mel. Aku minta maaf atas semua yang sudah aku lakukan, Mel. Aku memang salah. Tapi ... aku mohon, izinkan aku tetap berada di samping kamu. Aku hanya ingin kamu sembuh."

Bergeming, Melody tidak lagi peduli dengan pelukan Dyo yang kian erat. Pun, suara Dyo yang terdengar bergetar. Sekali lagi, itu tidak akan bisa menghilangkan luka yang telah Dyo torehkan untuknya.

"Mel! Tolong, beri aku kesempatan. Aku akan memperbaiki semuanya. Aku ingin menjaga kamu," bisik Dyo. Tanpa terasa, air matanya bergulir begitu saja. Respon Melody benar-benar sudah menyapu seluruh perasaannya. Dyo merasa hancur sehancur-hancurnya, Melody—wanita yang dulu sangat hangat dan mencintainya kini sudah bertransformasi menjadi wanita dingin. "Mel! Aku mohon." Ia masih berkeras dengan tekadnya.

Sepasang tangan Melody, terangkat. "Lepas, Mas!" Merenggangkan pelukannya. "Sudah aku bilang, kamu tidak perlu memperbaiki apa pun."

"Tapi, Mel! Kamu sedang sakit, aku ingin berada di samping kamu." Dyo mencengkeram kedua bahu Melody.

REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang