Bagian 6

1.6K 242 47
                                    

Kinal memarkirkan mobilnya tepat di depan sebuah sekolah berkebutuhan khusus. Sebelum mematikan mesin mobil. Kinal melirik sekilas Veranda yang tengah memain-mainkan telinga boneka biru kesayangannya. Boneka berwujud kelinci yang telah menemaninya semenjak kecil.

"Sudah sampai," ucap Kinal selagi meraih tas Veranda yang ada di bangku belakang.

Veranda menghentikan aktivitasnya. Seolah mengerti ucapan Kinal lalu menyimpulkan senyumnya untuk Kinal. Kinal tidak menanggapi respon Veranda. Malah lebih memilih melirik jam tangannya. Karena ia harus tiba di sekolah tepat waktu.

Kinal membuka pintu mobil. Keluar terlebih dulu. Membiarkan Veranda turun sendiri. Ia mendesah, melihat Veranda yang masih asyik dengan bonekanya di dalam mobil.

"Kak, udah sampai! Cepet turun. Kinal harus ke sekolah sekarang," ucap Kinal sesudah membukakan pintu mobil untuk Veranda.

"Li-lo!" Veranda mengulurkan boneka birunya tepat di wajah Kinal. Sambil menggerak-gerakkannya ke kanan ke kiri.

"Ya, ya. Cepetan turun!"

Veranda pun keluar perlahan seperti seekor siput yang sedang berjalan. Rasa sebal langsung mengisi dada Kinal. Kinal mengulurkan tangannya. Membantu Veranda turun dengan wajah masam.

"Dasar ngerepotin!" gerutu Kinal. "Ini tasnya! Bisa sendiri, 'kan. Enggak perlu diantar. Kinal udah telat, nih." Kinal pun berbalik. Namun, laju kakinya langsung terhenti oleh cekalan tangan Veranda. Membuat Kinal mendesah kembali untuk ke sekian kalinya.

"Ya udah. Yuk!" Kinal melangkah lebih dulu. Tidak menghiraukan Veranda yang berjalan mengekorinya.

Setiba di depan kelas. Seorang wanita paruh baya langsung menyambut kedatangan Kinal dan Veranda.

"Selamat pagi, Veranda!" sapa hangat wanita itu dengan ramah. Sambil menaikkan kacamata bacanya.

"Pagi! Pagi!" Veranda tersenyum lebar. Mengepakkan tangannya.

"Waah, hari ini ... diantar siapa?" Wanita itu melirik Kinal. Sembari menyimpulkan senyum renyahnya.

Tiba-tiba wajah Kinal menegang. Kerongkongannya pun ikut mendadak terasa kering. Dengan amat terpaksa, Kinal menarik kedua sudut bibirnya seraya merendahkan kepalanya sejenak. "Saya Kinal, Bu. Adiknya Kak Ve."

"Oh, Kinal. Adiknya Veranda, ya. Senang ketemu kamu. Tumben sekali." Wajah wanita itu terlihat begitu semringah menyapa Kinal.

"Adik! Adik!" Senyum Veranda menjuntai di bibirnya sambil menarik-narik ujung lengan seragam kemeja putih Kinal.

Kinal yang sedikit terganggu dengan perlakuan Veranda langsung menarik tangannya. Membuat Veranda sedikit kalut. Melihat reaksi Veranda yang seperti itu. Buru-buru Kinal meraih tangan Veranda dan menggenggamnya. Veranda pun langsung tenang. Kinal berdecak dalam hati.

Wanita paruh baya itu melirik respon Kinal. Alisnya menyatu di tengah.

Merasa tidak nyaman dengan lirikan yang diberikan wanita itu padanya. Kinal langsung menyimpulkan senyum terpaksanya. "Baiklah, Bu. Seminggu ini, saya yang antar-jemput Kak Ve karena Bunda sedang ada tugas di luar kota. Jadi, mohon bantuannya."

"Baiklah, kamu tenang saja. Veranda gadis yang baik." Tangan wanita itu mengusap lembut kepala Veranda.

Kinal menengok jam tangan. "Saya harus pergi sekarang. Takut telat."

"Peluk! Peluk!" ucap Veranda menarik-narik lengan Kinal. Kinal melirik tarikan Veranda dengan sedikit kesal.

Wanita itu pun menyadari sesuatu dari Kinal. "Oh iya, sudah jadi kebiasaan Bu Melody sebelum pergi ia pasti memeluk Veranda dulu," tutur wanita itu.

REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang