BAGIAN 7

1K 48 0
                                    

Rangga hampir tidak percaya dengan penglihatannya. Rasanya seperti mimpi saja. Beberapa kali digosok-gosok matanya, tapi orang yang berada di depannya ini.... Tidak! Dia tidak mimpi! Ini kenyataan yang benar-benar sedang dihadapinya saat ini.
"Kau.... Kau Pandan?" masih terdengar ragu-ragu suara Rangga kedengarannya.
"Iya, aku Pandan Wangi. Memangnya siapa?" lembut sekali suara wanita itu.
Rangga mencoba untuk menegaskan kembali penglihatannya dalam keremangan cahaya bulan. Wanita yang berdiri di depannya benar-benar Pandan Wangi. Gadis manis, cantik, dan nakal yang selama ini selalu bersama-sama dengannya. Gadis yang tanpa disadari telah dicintainya.
Benarkah dia Pandan Wangi? Bukankah gadis itu sudah terjerumus ke dalam jurang yang sangat dalam? Rasanya sulit untuk dipercaya kalau Pandan Wangi masih hidup sampai saat ini. Bahkan Rangga sudah menganggapnya mati di dalam jurang sana. Tapi....
"Kenapa bengong?" tegur Pandan Wangi. Bibirnya tersenyum merekah.
"Oh! Aku... ,aku ... ," Rangga tergagap. "Kau masih hidup?"
"Yang Maha Kuasa belum menginginkan aku mati, Kakang,'' sahut Pandan Wangi.
"Tapi .... "
"Kau heran? Aku memang jatuh ke dalam jurang. Tapi aku berhasil meraih sebatang akar yang menonjol, dan merayap naik ke tepi. Aku tidak menyalahkanmu kalau menganggap aku sudah mati, Kakang. Jurang itu sangat dalam. Bahkan sepertinya tidak mempunyai dasar, Aku sendiri tidak tahu, mengapa masih bisa hidup sampai sekarang," kata Pandan Wangi.
"Lalu, kenapa kau jadi ... "
"Ha ha ha ... ! Ini hanya penyamaranku saja. Aku ingin tahu, ada apa di balik misteri Puri Merah. Maaf, Kakang. Aku terpaksa seolah-olah memusuhimu. Ini kulakukan semata-mata agar mereka tidak curiga padaku."
Rangga mengerutkan keningnya sedikit. Dia masih belum percaya kalau yang berdiri di depannya benar-benar Pandan Wangi. Benaknya dipenuhi berbagai macam pertanyaan dan rasa keheranan yang membelenggu. Pandangannya menyapu mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitarnya. Ada tujuh mayat yang menggeletak dengan tubuh berlumuran darah.
"Orang-orang macam itulah yang seharusnya kita basmi, Kakang. Mereka memang berada di puncak bukit ini, tapi bukan di dalam benteng Puri Merah. Merekalah yang seharusnya menjadi lawanmu, bukan orang-orang Puri Merah," kata Pandan Wangi, seolah-olah bisa membaca jalan pikiran Rangga.
"Apakah mereka anak buah Dewi Sri Tungga Buana?" tanya Rangga menegaskan.
"Ah rupanya kau sudah tahu juga."
"Ya. Aku sudah menyelidiki keadaan di Puri Merah. Juga permasalahan yang mereka hadapi saat ini."
"Lalu apa tindakanmu selanjutnya."
"Aku harus mencari dan menemukan tempat persembunyian Dewi Sri Tungga Buana."
"Kenapa harus susah payah?"
"Apa maksudmu, Pandan?"
"Aku bisa menunjukkan tempatnya."
Lagi-lagi Rangga mengernyitkan alisnya.
"Jangan heran. Selama ini aku telah menyelinap ke sarang mereka, dan menyamar jadi salah seorang anggota mereka. Karena aku memiliki kemampuan di atas mereka, lalu aku dijadikan pemimpin di bawah Dewi Sri Tungga Buana."
"Di mana sarang mereka?" tanya Rangga.
"lkuti aku!"
Pandan Wangi segera berjalan ke arah utara. Rangga mengikuti dengan benak masih diliputi berbagai macam pertanyaan. Matanya tetap mengamati setiap gerak langkah Pandan Wangi yang berjalan di depan. Sedikit pun Rangga tidak memperoleh perbedaanya. Hanya yang menjadi pertanyaannya sekarang Pandan Wangi sekarang tidak menyandang pedang Naga Geni dan Kipas Maut, tapi malah membawa tombak panjang berujung tiga.
Setahu Rangga, Pandan Wangi tidak pernah lepas dari dua senjata mautnya itu. Kemana pun Pandan Wangi pergi, kedua senjata itu pasti bersamanya. Satu keanehan yang nyata. Dan Rangga belum bisa memperoleh jawabannya sekarang. Pandan Wangi berjalan cepat bagaikan berlari saja. Mau tidak mau Rangga juga mengerahkan ilmu meringankan tubuh untuk mengimbangi langkah Pandan Wangi yang begitu ringan dan cepat.
"Itu sarang mereka!" Pandan Wangi menunjuk sebuah bangunan besar dikelilingi pagar kayu yang tinggi.
Rangga berdiri tegak memandang ke arah yang ditunjuk Pandan Wangi. Ada beberapa orang berjaga-jaga di sekitar bangunan itu. Pakaiannya tidak ada yang aneh. Mereka semua mengenakan pakaian biasa seperti orang kalangan rimba persilatan. Semuanya menyandang senjata yang beraneka ragam bentuknya.
"Maaf, aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini."
"Tunggu! Kau akan ke mana?" cegah Rangga. "Aku harus kembali. Aku tidak ingin penyamaranku terbuka sebelum waktunya," sahut Pandan Wangi.
"Ini topengmu!" Rangga menyerahkan kain hitam penutup kepala yang masih dipegangnya sejak tadi. Pandan Wangi menerimanya dengan bibir tersenyum manis. Kemudian dikenakannya kembali topengnya, melompat cepat, dan berlarian menuju bangunan itu. Pendekar Rajawali Sakti terus mengamati dari jarak yang cukup jauh dan terlindung. Tampak Pandan Wangi berdiri tegak di depan pintu gerbang yang dijaga ketat oleh empat orang bersenjata tombak.
Pintu gerbang terbuka, dan Pandan Wangi melangkah masuk. Tubuh gadis itu lenyap saat pintu di tutup kembali. Tinggal empat orang bersenjata tombak yang masih tetap berjaga di depan pintu gerbang.

12. Pendekar Rajawali Sakti : Rahasia Puri MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang