🍃02

324 86 38
                                    

"Aru, menurut lo sekarang lagi musim apa?"

"Musim kawin."

"Lo ngga liat belakangan ini sering hujan? Pikiran lo sembrawut mulu perasaan."

"GUE GAK BAKAL
JAWAB SEMBRAWUT KALO LO NANYANYA JUGA GAK SEMBRAWUT KAMPRET!!"

Sembur Aruna tidak terima serta menatap tajam Dean yang sayangnya adalah tetangga samping rumahnya.

Masih untung laser dalam matanya bisa ditahan untuk tidak keluar.

"Selow aja dong Neng, kagak usah pake pelipis juga kalo ngomong."

Apa katanya tadi? Pelipis?

"Dean, kalo lo cuman bisa kacauin pikiran gue, mending lo keluar deh sebelum kaki super gue ini nendang lo." Ucap Aruna kesal sembari melanjutkan tugas fisika yang sebelumnya beberapa saat ia abaikan demi makhluk di sampingnya.

Ditatapnya dengan penuh permusuhan buku yang terletak di hadapannga itu dengan rumus yang Aruna buat dalam mode galau. Seolah menyamakan rumus itu dengan Laut yang susah untuk di mengerti, dipahami, dan berharap bisa ditaklukkan, tapi semua seperti masih jalan di tempat.

"Aru, tadi gue nembak cewek loh."

Aruna menyerngit bingung.

Hubungannya sama gue apa Maemunah?

"Tapi gue tolak."

Hahh?

Nih orang waras?

Dia yang nembak, tapi dia juga yang nolak.

"Soalnya waktu gue tanya 'lo suka pisang rasa pepaya atau pisang rasa jambu?' doi jawab pisang rasa keju coklat. Goblok banget sumpah."

Satu sudut bibir Aruna berkedut, sebenarnya dosa apa yang telah ia lakukan di masa lalu hingga Aruna harus bertetangga dengan pria sengklek seperti Dean ini?

Semakin lama berada di sampingnya akan semakin membuat otaknya tambah koslet.

"Kalo itu sih bukan ceweknya yang goblok tapi otak lo yang ketuker ama buntut."

Astaga kenapa jadi bahas beginian sih!

Tapi ya sudahlah, sudah terlanjur juga.

"Buntut gue masih di depan kok ini. Mau lihat?"

Butuh beberapa saat untuk Aruna konek sampai kemudian melirik ke bawah tepatnya di antara selangkangan Dean.

Plakk!!

Bugh!!

Gedebugg!!

Nyaho kan lo!

Setelah berhasil membogem dan menendang Dean keluar dari rumah ini dengan sekali tendang, Aruna langsung masuk ke kamar dengan wajah memerah.

Perasaannya bercampur marah terutama malu disertai mengabsen semua jenis hewan yang ada untuk di tujukan pada tetangga laknatnya itu.

🍃🍃🍃

Aruna bolak-balik di dalam toilet sekolah sembari mulutnya komat-kamit menghafal catatan sebuah mata pelajaran. Hari ini akan ada ulangan harian Bahasa Indonesia setelah jam istirahat. Aruna sudah belajar sejak kemarin, namun setelah bangun tidur materi yang telah ia hafalkan semalaman suntuk malah tinggal samar-samar di kepalanya.

"Perbedaan puisi lama dan puisi baru dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu pertama Aturan. Puisi lama terikat oleh aturan, seperti jumlah baris, suku kata, terus...."

Kaki Aruna mengetuk lantai kamar mandi sembari berusaha mengingat lanjutan dari materi yang baru beberapa saat lalu ia hafalkan tetapi malah lupa kembali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Laut Di Kisah ArunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang