Chapter 2

24 3 0
                                    

Sebelum lanjut jangan lupa Vote and Comment guyss😉😆

Happy Reading!!

💫

Alvian merebut bola dari tangan Januari, lalu berlarian menuju ring basket lawan. Peluh bercucuran di sekitar dahinya, namun tak menghentikan langkah kakinya untuk bergerak lincah.

George membayang-bayangi Alvian. Laki-laki itu melipir gesit, lalu mengoper bola kepada Theo. Theo menangkapnya dan mulai menggiring bola. Sekarang, George membayang-bayangi Theo lagi sementara Januari mengenjar Alvian di belakang.

Alvian berdiri mengimbangi langkah Theo, tepat saat George nyaris merbut bola, Theo mengopernya pada Alvian.

Dengan tangkas, Alvian menangkap dan menembak bola di garis three point.

"Point untuk tim merah!" Seru Revan sebagai wasit.

Alvian melempar tos pada Theo sambil terkekeh. George dan Januari menyusul dan menepuk pundak keduanya.

"Makin kesini, lo makin jago aja, Alvian!" Seru George.

"Gue bahkan nggak bisa rebut bola dari lo." Januari menimpal.

Alvian adalah seorang murid pindahan dari SMA National High ke SMA Garuda, Alvian memang sangat jago dalam hal bermain bola basket, apalagi disaat sedang ada seseorang yang spesial menonton nya bermain, yaitu Vallery Xavier.

Alvian mengganguk-angguk pongah, "ini semua karena resep rahasia."

"Apa?" Tanya George dan Januari serempak.

Tanpa dosa, Alvian menunjuk seseorang yang sedang berdiri di tribun penonton dengan canggung. George dan Januari melihat kearah yang Alvian tunjuk, lalu ber-"oh" cukup kencang sehingga Theo yang mendengarnya hanya geleng kepala.

"Latihan kali ini cukup sampai di sini," suara pelatih membahana.

Anggota ekskul basket termasuk Alvian diam mendengarkan.

"Sekarang kalian boleh berganti baju dan pulang."

Semuanya serempak mengangguk dan bergantian mencium tangan pelatih.

Alvian pun bergegas mengambil wasit bag nike-nya dan menyelempangkan tas itu di bahu kanannya. Larinya gesit menuju tribun dia mana Vallery Xavier menunggu di sana dengan wajah merah padam.

"Tumben," sahut Alvian, nyengir tiga jari.

Vallery tidak berani bersitatap dengan Alvian. Perempuan itu hanya bersidekap dengan ujung jarinya mengetuk pada lantai.

"Kenapa? Kangen sama Alvian ya?"

"Enak aja! Siapa juga yang kangen sama lo?" Jawab Vallery, wajahnya lebih marah dibanding yang tadi.

"Kalo boong, Vallery makin manis deh."

"Berisik!"

Alvian tertawa kecil melihat ekspresi Vallery yang menggemaskan. Laki-laki itu melihat jam di tangannya dan mendongak kepada Vallery.

"Pulang bareng yuk," ajak Alvian, "udah sore banget, nih. Gue nggak mau lo naik angkot, bahaya."

"Gue bisa pulang sendiri," ujar Vallery keras kepala.

Alvian mengedikkan kedua bahunya dan berjalan keluar lapangan indoor.

Dia tahu, Vallery datang kesini karena ada sesuatu yang ingin disampaikan. Namun, Alvian bukan tipe orang yang memaksa, dia cuek.

"Uuhh.. kok malah pergi sih," gumaman Vallery masih terdengar, membuat Alvian tertawa geli.

Alvian baru saja hendak menaiki motornya, saat Vallery tiba-tiba berlari keluar mengejar.

"Sebentar dong!" Seru Vallery protes.

"Nih, pake dulu," balas Alvian sambil menyorongkan helm pada Vallery.

"Nggak! Gue cuma mau bilang----"

Perkataan itu Chris potong dengan segera, "ya udah, gue balik duluan. Hati-hati di sekolah, kalo sore biasanya banyak penampakan."

Perkataan Alvian sepertinya mengenai hati Vallery, karena perempuan itu langsung melihat sekeliling dengan waspada, dan langsung menyambar helm yang Alvian berikan tadi.

"Ini terpaksa, nggak udah seneng dulu." Ucap Vallery seraya memasang helm tersebut di kepalanya.

"Iya-iya, ngebonceng Vallery aja, Alvian udah senang kok," balas Alvian.

"Nggak usah sok manis!"

"Hehehe."

Dengan motor Vespa Piaggo, Alvian dan Vallery keluar dari pekarangan parkir yang mulai sepi.

Ditengah perjalanan, Alvian pun bertanya, "jadiiii?"

"Jadi?" Tanya Vallery mengulang. "Oh, gue cuma mau bilang.. makasih buat tadi siang."

Alvian hanya mengangguk.

"Kok garing gitu sih?" Protes Vallery.

"Oh, jadi gue harus koprol pake vespa sambil bilang 'iya, makasih kembali'?" Tanya Alvian.

"Gue nyesel bilang makasih." Gerutu Vallery.

"Nyesel karena nggak sesuai ekspektasi ya?" Alvian kembali bertanya, Vallery hanya diam.

Sepanjang perjalanan, tidak ada lagi suara yang keluar dari mulut masing-masing. Bahkan sampai di depan rumah Vallery, Alvian tahu alamat rumah perempuan itu----tidak lagi mengucapkan 'terima kasih'. Perempuan itu hanya memberi helm pada Alvian dan bergegas masuk kedalam rumahnya.

"Aah," ucap Alvian, tersadar saat Vallery membanting pintu rumahnya. "Dia baper?"

.
.
.
.
.
.

To be continued

I Hate You But I Love You (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang