3. Hangat

31 10 2
                                    

"Lin..." Ley melirih lagi. "Lo boleh laporin gue ke polisi, lo boleh penjarain gue. Lo boleh ungkap kasus ini di sosmed lo." Ley semakin bersedih.

"Karena... kan gak akan ada yang peduli sama gue, lagian gue juga sendirian, rumah gue juga selalu sepi, gue gak punya siapa-siapa."

"Kangen mama... mama yang selalu ada disisi gue, mama yang selalu dengerin segala keluhan gue, dan mama... yang selalu peluk Ley." Dia menyebut namanya sendiri. "Disaat Ley berduka, sedih, maupun nangis... mama selalu ngerti."

"Lo gak tahu kan Lin?" Ley bertanya. "Gue juga gak tahu." Ley mengepalkan kedua tangannya. "Setiap waktu, gue suka ngomong sendiri, dan gue rasa, gue udah beneran gila. Makannya.. Stella ada, dan bikin gue gak ngomong sendirian lagi, gue udah gak gila kan Lin?"

Raut wajah Lino berubah drastis, seluruh tubuhnya gemetar, matanya tegang seakan-akan ingin mengeluarkan air mata. Dia menatap Ley kasihan.

"Mungkin... lebih baik gue jual diri aja ya..." Ley tersenyum perih.

"Lo boleh beli gue Lin... terserah lo.. mau jadiin gue budak, pembantu, asisten, atau lo mau siksa gue juga gapapa Lin."

Lino terkejut, dia semakin sakit hati saat mendengarnya. Matanya sudah berkaca-kaca, nyaris saja air matanya lolos mengalir.

"Jual gue aja Lin. Asalkan... lo harus biarin Stella tetap ada disisi gue Lin... gue gak mau kesepian lagi... gue sayang sama Stella... gue bahagia Stella hidup sama gue, gue bahagia Stella nemenin gue selama 5 tahun ini..." Air mata Ley sudah tidak bisa dibendungi lagi.

Ley menyodorkan tangan kanannya, ke hadapan Lino, "Jual gue Lin..."

Ley kembali menjatuhkan tangannya, tangisannya semakin meluap, dia menangis histeris.

Lino ikut duduk berlutut, mensejajarkan posisinya dengan Ley. Lino memperpendek jarak wajahnya pada Ley, dan kini jarak wajah mereka hanya tersisa setangah jengkal.

Ley memelankan suara tangisnya saat itu juga, dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Lino padanya.

"Sesayang itu lo sama Stella? Sampai lo rela jual diri lo?" Lino berkata lembut, dia tersenyum kecil.

Ley menatap Lino dengan air mata yang masih menggenang. Lalu Lino menangkup wajahnya, mengusap air yang terus keluar dan turun dari mata Ley.

Deg!

Angin berhembus pelan dari arah jendela yang terbuka, dibarengi Lino yang tiba-tiba memeluk Ley, kedua badan mereka bertemu. . Jantung Ley berdetak semakin cepat.

Lino mengelusi punggung Ley lembut, sangat menenangkan. Ley terkejut hingga isak tangisnya berhenti, dia tidak mengerti kenapa Lino melakukan ini? Apa Lino benar-benar akan menjualnya?

Apa ini?! Bahkan detak jantung Lino yang juga berdegup kencang pun dapat terdengar oleh Ley.

"Sorry..." Lino berbisik.

"Aku gak bermaksud buat bikin kamu sakit kaya gini." Lino beralih mengelusi rambut Ley.

Ley... wangi. Hati Lino berkata.

"Aku gak tau kalau kamu hidup sendirian, kesepian, dan gak punya siapa-siapa." Lino memejamkan matanya rapat-rapat.

"Nanti aku pikirin lagi keputusannya, sekarang kamu tenangin diri dulu." Lino nyaman dengan harum itu. Harum bunga Lavender.

Mendadak, Ley merasa hatinya sudah terobati kembali. Setelah 5 tahun lamanya dia tidak mendapatkan pelukan hangat dari siapa-siapa, kini rasanya dia merasakan kembali kehangatan itu, dari... seseorang yang baru saja dia kenal, Lee Know.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kitties | Lee KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang