Dino.

3 0 0
                                    


"gila, cogan baru itu cowoknya luna?" beberapa orang dikantin sekarang membicarakan senja—dan aku. Aku memperhatikan mereka diam-diam, tapi Kak deva tiba-tiba duduk didepanku dan sarah bersama kak Dava tentu saja dan secara ikhlas—terpaksa aku menghentikan kegiatanku.

"emang bener ya lun? Lu ceweknya si senja-senja itu?" aku menengok kearah kak deva, "kayaknya.." kak dava menatapku heran. "kok kayaknya sih lun?" aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "ya gimana, gatau mesti jelasin kayak gimana.."

"ah lu mah, gatau mulu" kak dava menoyor kepalaku, aku refleks memegang dahiku. "dahi gua masih bagus kak, jan dirusak" aku menatapnya dengan tatapan terluka. "bodo." Aku melirik lagi kearah senja, i sangat kerepotan dengan gadis-gadis yang mengerumuni nya. "kak senja kondisi nya mengkhawatirkan gua kesana ya?" aku berdiri, dan tanpa menunggu jawaban mereka, aku membawa baso tahuku kearah meja senja.

Gadis-gadis yang mengerumuni senja terdiam melihat kedatanganku. "maaf permisi, " aku memasang wajah tidak berdosa dan duduk disamping senja. "ngapain masih disini? Galiat kita mau makan?" gadis-gadis yang kebanyakan teman seangkatanku, mendengus kesal. Sekarang mereka benar-benar mengetahui hubungan kami, dan segera pergi dari hadapan kami.

"gua baik kan?" aku mengangkat alisku berulang kali, dan beranjak duduk didepan senja. "iyaa baik. Makasih ya lun," aku mengangguk dan melahap baso tahu milikku. "untung kakak pindahnya kesini, coba kesekolah lain. Entar gaada yang bantuin kakak kayak aku" senja menatapku gemas dan mengacak rambutku kesal.

"ntar kalo gaada luna, aku makin banyak fans-nya pasti." Aku menatapnya kesal, "maksudnya?"

"engga lun, bercanda."

"galucu."

"ih aku ga ngelucu lun,"

"serah kakak aja—eeh tapi katanya bercanda kok ga ngelucu?"

...

"Aluna!" aku menengok kearah sumber suara, dino berdiri disana. Aku menggigit bibirku sendiri gemas, aku dan bang arga duduk bersebelahan. Aku mulai memanggil arga degan sebutan 'bang arga' setelah tau ia abang kak senja. Niat kami memutuskan mereka berdua bersamaan sudah bulat, lagipula senja sudah kembali. Aku ini jahat ya? Bahkan Senja ikut mengantar kami, ia duduk tidak jauh dari tempat kami berdua duduk.

Dino menghampiri kami, "kok kalian bisa bareng sih?" aku menahan napas. Berharap gadis yang bernama sheila itu cepat datang. "lu gaperlu tau." Dino menatap arga kesal. "gua mesti taulah, gua cowoknya alun." Aku melirik keearah senja, ia memberiku semangat lewat tatapannya. "gausah lagilah, kakak sebut gua cewek kakak lagi. Udah puas rebut tunangan sahabat sendiri?" dino menatapku,

"ma-maksud lu apa sih lun?" dino tertawa hambar, "gausah pura-pura gatau lah, no. Lu tau gua sama sheila udah tunangan. Maksud lu apasih pegangan sama dia di taman hah? Nyampe peluk-pelukan segala" bang arga menggebrak meja, aku menyentuh lengannya. "sabar bang, Gua udah gamau lagi denger penjelasan lu no. Mending kita udahan aja ya?" aku tersenyum tipis kearah dino. Dino menggeleng pelan, "lun. Plis"

"ja! anter aluna pulang" senja mendekat, melirik kearah dino. Aku merasa bersalah pada senja, "ayo lun, balik?" aku mengangguk tipis. "gua pulang," dino meneriaki kepergianku. "setidaknya dengerin gua lun!"

Aku menggenggam tangan senja sekeluarnya dari kafe dekat kampus dino dan bang arga. "maaf kak." Senja menaruh tangannya diatas kepalaku. "mau minta maaf berapa kali lagi hey?" aku menunduk, "anggap aja 2 tahun kemarin kita putus lun, kita mulai lagi sekarang ya?" senja memakaikan helm padaku. Aku mengangguk tipis,

"kangen kakak" senja menyamakan tingginya dengan ku, mencubit pipiku gemas lalu berbalik memakai helmnya sendiri. "jangan gitu lun, ntar aku gabisa tidur." Aku tertawa pelan,

"mau pulang atau kerumah aku?" aku menyatukan kedua alisku, berfikir. "pulang" senja meengangguk lalu naik keatas motornya. "ayo naik." Aku naik keatas motornya, dalam hitungan detik motor senja membelah jalanan kota.

"kak,"

"apa?"

"kenapa ya?"

"kenapa apa?"

"gajadi deng"

"hmm, kebiasaan"

"maap"

"gapapa lun" senja tertawa, dan ia mulai mebicarakan hal lain. Hingga tak lama kami berhenti di warung mang ade, dan mampir makan dulu disana.

"makasii ka senjaa.." aku melompat turun dari motor kak senja, kami akhirnya sampai dirumahku setelah menghabiskan 3 porsi nasi goreng berdua. Aku tersenyum semanis mungkin pada kak senja, "mau masuk dulu gak?" senja terlihat berfikir, "gausah deh, banyak tugas." Aku mengangguk-angguk.

"tugas apa?"

"tugas mikirin kamu"

"ih, apasih kak"

"yaudah gua pulang ya lun." Senja bergegas naik keatas motor kesayangannya itu, tepat setelah mencubit pipiku berulang kali dan tertawa. "dadah luna.." aku melambaikan tanganku, "dadah kakak.." motor senja segera melaju menjauh dari depan rumahku, aku masih berdiri didepan rumahku sampai motor senja tidak terlihat lagi.

Aku berlari-lari kecil kedalam rumah, aku berhenti saat melihat sepasang sepatu familiar didepan pintu. Aku terdiam sesaat, lalu mengambil langkah berat sambil membuka pintu. "assalamualaikum.." aku ragu akan ada yang menjawab salamku setelah sekian lama.

"waalaikumsalam, udah pulang lun?" aku menghembuskan napas kesal, ia dirumah. Untung senja tadi tidak jadi masuk. "tumben pulang, mana cewek-cewek lu bang?" aku berjalan kearah kamar, melewati bang fajar yang ada didepan tv bersantai dengan stik ps ditangannya.

"abangnya pulang, sambut kek apa kek" bang fajar masih dalam posisi yang sama, mengesalkan. Aku masuk kamar dengan tangan mengepal. Setelah memastikan pintu kamar terkunci dengan benar, aku mengganti pakaianku dan berbaring diatas kasur empukku. Berharap tidak ada gangguan lain dari-nya.

---

Revano SenjakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang