0; atap

8 0 0
                                    

Sami berdiri di tepian pagar. Angin malam berhilir menyentuh kulitnya, sedikit rasa dingin hingga ia gemetar. Matanya kosong memandang ke bawah. Di bawah sana berbagai sorotan dari cahaya lampu para pengemudi jalan terlihat berhamburan.

Sami dengan pikirannya yang berkecamuk mulai menaiki pagar satu persatu. Terpaan angin yang semakin kencang menggerakkan rambutnya hingga menampar pipinya. Sami tersadar. Saat kakinya akan turun, sepasang tangan menarik pinggangnya. Karena tidak seimbang Sami dan orang itu terjatuh.

****

Raksa berdiri menyender. Dengan jaket hitam dan tudungnya yang ia pakai hingga menutupi wajahnya. Asap rokok ia hembuskan hingga tercampur dengan udara malam. Matanya siaga memandangi sekelilingnya yang padahal hanya dia sendiri di sana. Namun, sesosok perempuan yang bergantung pada pagar membuatnya berdiri tegak. Dia membuang rokok di tangannya.

Raksa berlari secepat dia bisa. Tangannya mencoba menggapai tubuh itu. Sedikit lagi. Raksa melompat berusaha merengkuh pinggang itu. Berhasil. Raksa dengan sekuat tenaga menarik pinggangnya hingga mereka berdua pun terjatuh.

Sami terduduk. Mengusap pantatnya yang menghantam keras beton.

"Aduhhh," Keluhnya.

"Lo gila?! Lo mau bunuh diri?! Lo punya otak pake otak lo. Lo tolol banget ya sampe punya pikiran loncat gedung!"

Sami terkejut dengan umpatan yang didengarnya. Ada apa dengan cowok ini? Kan dia yang menariknya hingga akhirnya tubuhnya sakit karena terjatuh dengan keras.

Raksa menggoyangkan pundak Sami. "Heh, lo denger gue? Heh! Hehh!!"

Sami menepis tangan Raksa yang makin lama makin sakit saja dia mencengkeramnya. "Sakit badan gue. Yang ada itu lo! Lo itu kenapa ngapain narik-narik. Terus siapa coba yang bunuh diri?!"

Raksa berjongkok menatap Sami yang masih mengusap tangannya. Raksa menunjuk Sami.

"Lo."

"Lo yang mau bunuh diri," Lanjutnya.

Sami melihat Raksa dengan bertanya. Soal fisik ia akui cowok ini memang tampan. Badannya tinggi dan tegap. Kulitnya bersih. Hanya saja kenapa sikapnya buruk begini?

Memang salahnya yang terlihat seperti akan bunuh diri karena berdiri di pagar. Tinggi rumah sakit berlantai 8 memang pilihan buruk untuk menghilangkan nyawa.

"Gue enggak bunuh diri," Kilahnya. Sami memutar kepala mencari alasan. Dia berdiri dan menunjuk pagar.

"Lo liat di pinggir pager itu? Ada pot kan? Potnya bagus, gue mau ambil. Tapi gue sadar tangan gue gak mampu-"

Sami menaikkan kedua tangannya. Matanya menyorot sedih. "Tangan gue pendek." sambungnya.

Raksa yang baru ingin memaki, menahan dan spontan menyemburkan tawanya.

Cewek ini? Dia kenapa?!

****

-alca.

NontrealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang