"bisakah aku bahagia? Jika tidak, untuk apa aku terlahir? Jika gunaku hanya hanya untuk merepotkan orang lain untuk apa aku ada di sini? Bukankah aku pengganggu bagi setiap insan manusia? Tuhan kumohon tujunkan kasih sayangmu..."
###
Udara malam yang dingin serasa menusuk pori-pori kulit, angin berhembus kencang memainkan anak-anak rambut panjangnya. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kerah taman yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang, dapat dirasakan suasana sepi menyambut saat Ilsa mulai memasuki area taman bermain ini. Dia mendudukan bokongnya di salahsatu bangku taman yang menghadap kearah danau yang kini terlihat bersinar karena pantulan sinar dari sang rembulan. Ia menengadahkan kepalanya, mencoba menikmati setiap lukisan keindahan yang kini terpampang jelas diatas sana. Bintang kini terlihat seolah bertaburan di atas langit dan bulan yang terus setia menerangi bumi hingga matahari datang menjemputnya, benar-benar suasana malam yang indah namun, tidak dengan perasaanya yang kini terasa seolah dihujam ribuan jarum begitu Ia mengingat wajah ayahnya. Kadang gadis itu merasa tuhan tak adil dengan apa yang terjadi pada garis takdir kehidupannya, namun ia masih yakin tuhan pasti punya skenario terbaik untuk setiap kehidupan insan di bumi.
Ilsa menundukan wajahnya, menahan rasa sakit yang setiap detiknya begitu menyiksa. Udara makin dingin, Ilsa menyesal karena tidak memakai jaket sebelum keluar tadi, oh ayolah bahkan pergi ketaman memang bukan rencananya dari awal. Gadis itu melarikan diri setelah ayahnya menamparnya tanpa alasan yang jelas, bahkan kakaknya Andhra taka da niatan untuk menolongnya. Ya, semuanya memang berubah. Tapi haruskah mereka bersikap sekejam itu hanya karena masalah yang bahkan bukan kesalahan Ilsa.
"hiks- sialan kenapa aku malah menangis? Hiks- hiks sakit, ayah apa kau tau yang kau lakukan sangat menyakitiku. Apa kau sadar hiks- kalau kelakuan mu seolah memintaku untuk menghilang dari hidupmu?" ilsa bergumam pada dirinya sendiri. Tatapan matanya beralih pada air danau yang bersih.
"udara dingin jadi airnya juga dingin kan?" batin ilsa dalam hati.
Gadis itu berdiri, melepas sepatunya kemudian berjalan kearah sungai. Baru saja dia akan menenggelamkan dirinya, tapi ada seseorang yang menariknya hingga tubuhnya menghempas tanah.
"Heh LO UDAH GILA YA?" ucapnya sedikit membentak.
"apaansih mending urusin hidup lo sendiri." Jawab ilsa kemudian berlalu pergi dari taman.
"a-apa? Woy" teriaknya namun tak digubris oleh Ilsa.
Ilsa memutuskan untuk pulang kerumah, entah apa yang akan dilakaukan ayahnya kali ini.
Sesampainya ia dirumah ilsa menghela nafas lega karena ayahnya sudah tidur, bahkan kakaknya juga tak terlihat. Suasana rumah terlihat sepi, tapi itu lebih baik daripada ramai tapi penuh makian. Ilsa melangkahkan kaki menuju kamarnya, dia memutuskan untuk berendam air hangat, oke gadis itu menyesal karena menceburkan diri ke danau sementara udara sangat dingin. Daripada omongan ayahnya tadi, kali ini sosok cowok yang menariknya disungai lah yang memonopoli pikiran ilsa. Setahu ilsa dia itu Rael Arsenio, cowok yang dari kabarnya adalah cowok terpintar, padahal dia anak IPS.
###
Keesokan harinya, lebih tepatnya hari senin pagi. Hari ini sekolah kembali memulai kegiatan belajar mengajar setelah hampir satu bulan libur kenaikan kelas. Liburan, bagi Ilsa itu adalah mimpi buruk karena setiap harinya dia akan terus berada di rumah. Ilsa berangkat lebih pagi, gadis itu tak ingin bertemu ayahnya barang sedikitpun. Ilsa melihat papan pengumuman, kali ini dia masuk di kelas IPS 1.
Ilsa masuk ke kelasnya, dia memilih bangku nomor dua dari depan tepat di samping jendela. Ilsa menyumpal telinganya dengan earphone kemudian menenggelamkan kepalanya di dalam lipatan tangannya.
Kelas mulai ramai, Ilsa mandongakkan wajahnya, di depannya dia melihat wajah yang sangat tak asing, itu Rael, cowok yang kemaren menariknya.
"oh lo yang kemarin itu kan?" Tanya rael membuat beberapa anak menoleh, oh ayolah Ilsa itu benci menjadi pusat perhatian. Ilsa hanya diam pura-pura tidak dengar.
"wah bagus nih, samping lo kosongkan? Gw duduk disini." Tanpa menunggu persetujuan rael langsung duduk. Ilsa mendengus kasar, rael yang mendengar tertawa pelan.
"jadi kenapa kemaren lo sampe kayak gitu?" Tanya nya to the point, lagi-lagi ilsa menghela nafas.
"itu bukan urusan lo, dan lagi kelas bukan tempat yang cocok untuk ngebahas hal itu." Jawab ilsa sambil melepas earphonenya.
"oh gitu, kalo gitu nanti pulang sekolah lo ikut ke kafe, kita bahas di kafe"
"apa? Hei"
"Lah kenapa? Katanya kelas gak cocok buat ngebicarain itu jadi pulang sekolah aja gimana? Segalanya pasti lebih baik kalo mau diungkapin"
"Tapi itu buka-
" Bodo gw gak terima penolakan"
TBC
Hallo Guys jangan lupa vote dan komentarnya ya..☺
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason
Teen FictionIni kisah tentang Ilsa, gadis yang hidup tanpa perasaan. Dia hidup namun merasa mati, gadis yang merindukan kematian disaat dia hidup. Namun, Tuhan tetaplah sang Maha Adil, Ia mengirimkan seorang Rael Arsenio untuk membuat Ilsa tetap bertahan. Deng...