selamat membaca :)
"Gue mungkin gak bisa bantu, tapi seenggaknya ini bisa ngurangin rasa sakit lo"
###
"tapi itu buka-
"bodo gue gak terima pemolakan." tepat setelah Rael menyelasaikan kalimatnya bu Ani masuk ke kelas.
"Selamat pagi anak-anak hari ini kita mulai dengan pembagian pengurus kelas." ucap bu Ani membuat semua murid kembali ke tempat duduknya masing-masing.
Kelas berjalan seperti biasa, tapi orang di samping Ilsa bukan hal biasa, selama bu Ani menjelaskan dia malah tertidur nyenyak dan anehnya bu Ani bahkan tak menegurnya.
"Heol jadi ini keuntungan menjadi siswa pintar?" Batin Ilsa heran.
###
KRIINGG!!!
Bel pulang berbunyi semua siswa berhambur keluar kelas kecuali Ilsa dan Rael. Mereka berdebat lagi,
"ayo"
"apaan kan gue udah bilang ini bukan urusan lo jadi gausah ikut campur."
"Sa, gue bukannya ikut campur tapi asal lo tahu kadang dengan lo cerita semua kerasa lebih ringan. Gue mungkin gak bisa bantu lo tapi, seenggaknya ini bisa ngurangin rasa sakit lo"
Dalam sekejap hati Ilsa mencelos
"Ternyata masih ada orang yang peduli""udah ayo" Rael menarik tangan Ilsa keluar kelas, beruntung area sekolah sudah sepi jika tidak mungkin mereka akan mejadi bahan gossip mengingat Rael yang cukup populer.
###
Mereka sampai di kafe depan sekolah. Pallete Caffe, itu yang terpampang di depannya. Sedari tadi Ilsa hanya diam, matanya seolah men-scan kaffe tempat mereka duduk sekarang. Menurut Ilsa kafe itu memiliki desain yang unik, sesuai namanya Pallete tempat ini memang memiliki nilai seni yang unik.
"hm, gue baru tau ada kafe sebagus ini di depan sekolah."
"serius lo baru tahu?" Tanya Rael heran Ilsa hanya mengangguk seadanya.
"dasar kudet, udah abaikan soal kafe. Jadi kenapa lo mau bunuh diri?" Tanya Rael to the point.
Ilsa menerawang keluar jendela.
"lo gak tau seberat apa masalahnya.""gue mau tau asal lo mau kasih tau." tawar rael. "dan asal lo tau aja semua orang punya masalah."
Entah apa yang merasuki Ilsa, kali ini ia ingin berbagi, mencoba mengurangi rasa sakit yang ia selama ini ditanhannya.
"Masalah keluarga, ayah benci sama gue karena gue mirip sama bunda, entah apa kesalahan yang bunda lakuin sampai ayah benci banget sama dia, tapi gue yakin bunda gak seburuk yang ayah bilang. Kakak gue juga sama, dia ngebenci gue karena kesalahan yang bahkan bukan salah gue. Lo tau rasanya? Sakit. Mereka yang gue sayang malah ngebenci gue tanpa alasan yang jelas." Jelas Ilsa dengan senyum pahitnya.
"seberat itu ya?" ucap Rael pelan. "tapi tetep aja bunuh diri bukan jalan keluar terbaik."
"terus gue harus gimana?" tanya Ilsa masih dengan senyum pahitnya
"sa, sekarang yang ada di pikian lo mungkin Cuma mati, tapi setelah lo mati gak ada kesempatan buat hidup lagi."
Senyum pahit Ilsa memudar.
hal semacam itu tak pernah terpikirkan olehnya.
"udah cukup buat hari ini, gue laper mau pesen makanan, lo pesen apa?" sahut Rael.
"ck, samain aja."
Ilsa menatap kearah panggung mini di dalam kafe tersebut, disana ada beberapa alat musik. Gadis itu rindu bundanya.. juga keluarga utuhnya.
Tunggu,
Tadi Rael bilang cukup buat hari ini, maksudnya dia bakal terus kayak gini? Heol, bukan hal buruk memang, tapi lama-lama Ilsa merasa rish juga dengan kelakuan cowok itu.
Kesempatan hidup setelah mati katanya? Bahkan Ilsa tak pernah berfikir sejauh itu.
Rael kembali dengan nampan berisi dua waffle coklat dan dua cup Americano. Mereka menghabiskan makanan masing-masing lalu bergegas pulang ke rumah.
###
Rael Arsenio dan Pallete Caffe dua hal yang sepertinya tidak akan Ilsa lupakan.
Ilsa rasa malam ini fikirannya akan disibukan dengan ucapan rael daripada bunuh diri.
TBC
Hallo jangan lupa Vote dan Komentarnya 🙏🙏
Voment mu semangat ku😉
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason
Roman pour AdolescentsIni kisah tentang Ilsa, gadis yang hidup tanpa perasaan. Dia hidup namun merasa mati, gadis yang merindukan kematian disaat dia hidup. Namun, Tuhan tetaplah sang Maha Adil, Ia mengirimkan seorang Rael Arsenio untuk membuat Ilsa tetap bertahan. Deng...