Berkelana di hutan bukanlah hal baru bagi Elliot. Saat kembali ke desa, ia tahu akan di kirim kembali ke hutan belantara, namun ia tak mengira saja akan di temani tiga orang manusia asing yang bahkan tak ia tahu asal usulnya. Perjalanan tak tentu arah ini terasa sangat panjang dan membuat frustasi, mereka benar-benar tak punya punya petunjuk dan tujuan apapun di hutan. Elliot sering kali menutup kupingnya karena Samantha dan Elena tampaknya senang sekali berdebat.
Hari sudah ingin malam, Samantha dan Elena kembali berdebat bagaimana cara agar tetap bertahan hidup hingga esok. Elliot bersandar di batang pohon bersama Henry seraya mengamati perdebatan menunggu keputusan akhir yang ia buat.
"Elena, banyak sekali menggunakan kata kotor," kata Henry sambil terkikik.
Elliot tersenyum seraya mengusap rambut Henry yang berantakan. "Aku tahu. Jangan di ikuti," sahutnya.
Keputusan akhirnya adalah mereka bermalam di bawah pohon dengan membuat api unggun. Mereka mulai berpencar mencari kayu yang bisa digunakan. Untuk menghindari pertengkaran atau mungkin pembunuhan yang terjadi antara Elena dan Samantha, Elliot memutuskan untuk pergi bersama Elena dan membiarkan Samantha bersama Henry.
Jujur, jantung Elliot selalu berdegup kencang dalam artian negatif setiap kali berdekatan dengan Elena, namun ia tak merasa terancam sama sekali. Elliot tak pernah melihat wanita setegap, setegar, dan sedingin Elena sebelumnya. Ia bahkan bisa melihat dengan jelas otor di tangan Elena seakan siap membunuhnya suatu hari nanti.
Perjalanan hanya diisi dengan sunyi. Tak ada satupun yang ingin memulai pembicaraan. Elliot merasa canggung sekali, ia jadi ingin cepat-cepat pergi dari sana.
Elena memunguti satu persatu kayu yang bisa ia temukan di tanah. Elliot mengikuti, mengambil kayu-kayu yang kelihatannya lebih besar. "Apa yang kau lakukan?"
Elliot menatap Elena keheranan." Uh, mengangkat kayu?" jawab Elliot berhati-hati.
"Kayunya terlalu besar."
"Aku tahu, tapi bukankah ini sangat cukup untuk besok. Maksudku, tak ada yang tahu sampai kapan kita disini."
Elena menatuh kayu-kayunya ditanah, lalu berkacak pinggang kepada Elliot. "Aku tidak bodoh, Elliot. Aku tahu apa maksudmu," wanita itu menarik kayu yang ada di tangan Elliot dan memikulnya."Terlalu besar untukmu, kawan."
"Tapi aku bisa mengangkatnya!" Protes Elliot. Sejujurnya, ia senang tak perlu mengangkat kayu berat itu lagi, tapi tetap saja yang harusnya mengangkat kayu itu adalah dia bukan Elena. Bagaimanapun Elliot laki-laki.
"Kau terlalu pendek. Kayunya bisa menghancurkanmu di tengah perjalanan. Jangan membantah," ucapnya dingin."Kau bawa saja kayu-ku. Lebih banyak bukan?"
"Elena, ini ber—"
Elliot langsung terdiam ketika Elena berbalik padanya dengan kayu besar itu seakan akan memukulnya keras-keras dengan kayu tersebut. "Berhenti bicara dan protes atau kubawa mayatmu kembali."
Anak itu tak berani bicara lagi. Ia menurut saja membawa kayu-kayu kecil yang lumayan banyak. Elena tak membawa mereka kembali, ia meneruskan perjalanan untuk mencari kayu. Menurutnya kayu-kayu yang mereka bawa belum cukup untuk hidup di hutan selama 'entah-sampai-kapan'.
"Ambil kayu-kayu kecil di sana. Aku cari di bagian lain," kata Elena seraya menunjuk arah kanan Elliot.
"Tapi tak seharusnya kita berpisa—"
"Elliot, aku hanya akan pergi kesana. Aku bisa melihatmu darisana dan kau bisa melihatku dari tempatmu."
"Tapi—"
Elliot buru-buru tutup mulut saat Elena menjatuhkan kayu besarnya ke tanah dan menatapnya dengan tatapan 'diam-atau-mati'. Bocah itu pergi ke tempat dimana kayu-kayu kecil di berserakan dan memungutinya satu persatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thymes
FantasyTherese, penyihir penguasa kegelapan, akan datang dalam jangka waktu dekat. Para Amithern kelabakan mencari pendekar-pendekar yang di takdirkan melindungi bumi dari para penguasa kegelapan. Samantha, Elena, Elliot, dan Henry sama-sama membuat disku...