"Kita bicarakan ini nanti,sama ayah" ucap ibu sambil beranjak dari duduknya
****
Author pov
"Lagi sibuk Sit?" tanya ayahnya, saat Sita melewati ruang tengah menuju kamarnya untuk melaksanakan sholat maghrib.
"Enggak yah. Ada apa memangnya yah?" tanya Sita.
"Sini duduk, ayah pengen ngomong" ucap ayahnya menepuk tempat disampingnya.
"Sita sholat dulu ya yah, takut keburu habis waktunya. Setelah sholat, Sita langsung temui ayah" ucap Sita meminta waktu untuk sholat dan disetujui oleh ayahnya.
Setelah menunaikan sholat, Sita langsung menemuin kedua orang tuanya di ruang keluarga.
"Ada apa yah?" tanya Sita
"Tanpa ayah jawab, kamu pasti sudah mengerti arah pembicaraan kita saat ini" jawab ayah dengan serius.
Sita hanya menunduk dan terdiam. Dia bingung harus bersikap bagaimana. Dia ingin mengikuti keinginannya, tapi jika itu tidak mendapat restu dari orang tuanya,maka akan sia-sia semuanya. Tapi jika dia mengikuti keinginan kedua orang tuanya, maka akan sia-sia juga perjalanannya karna tak sesuai dengan hatinya. Semua harus sejalan.
"Jadi apa keputusan kamu?" tanya ayah.
"Keputusan aku, tetap nemilih sesuai keinginan hati ayah" ucap Sita.
"Begini Sit, sekolah yang kamu pilih. Itu saingannya banyak. Kalau kamu memilih SMAN 2 Bondowoso, kamu akan kalah saing dengan mereka yang menyogok. Dan jika kamu memilih SMK, belum tentu kamu lulus bakal langsung dapet kerja. Karna murid SMK yang dinilai itu hasil praktek mereka nanti. Sedangkan ayah dan ibu tau, bahwa kemampuan kamu tidak ada dalam bidang praktek. Kamu hanya mampu menguasai secara materi. Dan materi yang kamu kuasai selama ini, lebih banyak menjurus dalam mapel agama. Jadi menurut ayah, kamu ikuti saran ayah dan ibu" ucap ayahnya tegas.
"Aku gak yakin bakal tahan sekolah disana yah, disana terlalu ketat. Berbanding terbalik dengan pergaulan aku selama disekolah sebelumnya. Dari mulai aku sekolah dasar sampai aku sekolah menengah pertama, aku terbiasa dengan suasana yang selalu kumpul sama cwok. Nilai yang aku dapat dalam agama hanya sebatas tinta hitam diatas kertas. Belum melekat dalam diri aku, apa aku pantas menjadi murid disana? Aku yakin. Pasti kalau aku sekolah disana, hanya aku yang gak tau ajaran agama. Aku belum siap ayah" ucap Sita dengan suara yang hampir menangis.
"Semua butuh proses nak. Ayah yakin secara perlahan kamu akan bisa beradaptasi dengan suasana baru" ucap ayahnya.
"Aku akan tetap pada pilihan sendiri ayah" ucap Sita.
"Terserah jika itu mau kamu, resiko kamu tanggung sendiri. Dan jangan pernah kamu ucapkan kata menyesal dikemudian hari" ucap ayahnya beranjak ke kamarnya untuk melaksanakan sholat isya' dengan diikuti istrinya.
Diruangan itu tersisa Sita, kakaknya dan kakak iparnya.
"Dek, coba deh kamu fikir kembali. Apa iya keputusan kamu sudah tepat?" ucap Andhini.
Sita hanya diam. Ntah mengapa dia mendadak tidak bisa menjawabnya. Secara tiba-tiba dia merasa ragu dengan pilihannya.
"Ekhem. Begini saja, coba kamu fikir kembali. Masih ada waktu untuk kamu berfikir, sebelum pendaftaran dibuka. Kalau mas boleh saran, mending kamu ikuti apa yang dipilihkan ibu dan ayah. Mas yakin, mereka tidak salah memilih. Dan lihat apa yang akan kamu dapat saat kamu menuruti mereka" ucap kakak iparnya.
"Memangnya apa yang akan aku dapat?" tanya Sita menoleh kepada kakak iparnya.
Kakak iparnya hanya mengangkat kedua bahunya. "Buktikan saja sendiri. Mas yakin, kamu tidak akan sia-sia mengikuti saran dari mas" ucapnya.
"Difikir lagi ya dek" ucap Andhini kepada adik tercintanya. Lalu ia beranjak menuju kamarnya dengan suaminya.
Sita sibuk dengan fikirannya. Apa yang harus ia lakukan?
****
Setelah melaksanakan sholat subuh, Sita menghampiri kedua orang tuanya yang sedang bersantai dihalaman rumahnya.
"Ayah, ibu. Ada yang ingin Sita bicarakan" ucap Sita.
"Ada apa nak?" tanya sang ayah.
"Sita sudah memutuskan untuk mengikuti kemauan ayah dan ibu" ucap Sita dengan yakin.
"Apa kamu yakin dengan keputusan itu? Tidak ada kata terpaksa?" tanya sang ayah.
"Sita yakin" ucap Sita.
"Baiklah, nanti ayah cari informasi tentang pendaftarannya" ucap ayahnya.
"Hmmm yah, besok bisa gak antarkan Sita main kerumah Vita?" tanya Sita.
"Bisa, jam berapa?" jawab sang ayah.
"Jam 08.00 yah" ucap Sita semangat.
"Temennya yang lain gak ikut nak?" tanya sang ibu.
"Yang lain pada sibuk sama pacarnya bu" jawab Sita.
"Trus kamu?" tanya ibunya.
"Sita mana ada pacar, ibu tau sendiri Sita keluar rumah selalu sama Vita dan Hofi" jawab Sita.
"Ya sudah, ibu mau masak dulu" ucap sang ibu menuju dapur.
****
Sita pov
Hari ini rencananya aku mau kerumah Vita. Niatnya sih mau mengabiskan waktu bersama Vita hari ini.
"Sudah siap nak?" tanya ayah.
"Sudah ayah, aku pamit ibu dulu ya" ucapku berlalu mencari ibu.
"Bu, aku pamit kerumah Vita ya. Pulangnya belum tau jam berapa" ucapku sambil mencium tangan ibuku.
"Jangan terlalu malam ya Sit" ucap ibu.
"Siap ibu" ucapku memberi hormat.
Skip
"Jangan lupa nanti hubungi ayah" ucap ayah.
Aku berjalan menuju halaman rumah Vita.
"Assalamu'alaikum" ucapku sambil mengetuk pintu. Tak lama kemudia pintu terbuka, ternyata itu ibu Vita.
"Wa'alaikumsalam, eh Sita. Apa kabar nak?" tanya tante Lina.
"Alhamdulillah baik tante. Tante sendiri gimana kabarnya?" tanyaku balik.
"Alhamdulillah baik juga, kamu sama siapa kesini?" tanya tante Lina.
"Tadi diantar dengan ayah tan. Oh iya, Vita ada dirumah kan tan?"
"Oh gitu. Vita lagi dikamarnya tu, kamu langsung ke kamarnya saja ya" ucap tante Lina dan mempersilahkan aku masuk.
Aku berjalan menuju kamar Vita. Berkali-kali aku mengetuk pintu kamarnya, tapi tak ada sahutan dari dalam.
"Vita ngapaim sih didalam, ya kali aku gedor-gedor pintu gak denger" gumamku.
Karena sudah cukup lama aku berdiri, akupun memutuskan untuk langsung masuk. Dan ternyata tuan rumahnya lagi bersantai dengan alam mimpinya.
"Astaga, pantes gak denger. Ternyata lagi asik dengan dunia mimpinya" ucapku
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR DARI SEBUAH PENANTIAN
Teen FictionAyu Sita Anggraeni. Orang disekitarnya sering memanggilnya Sita. Gadis ini memiliki sifat yang cenderung cerewet. Namun, jika dia sudah dihadapkan dengan orang baru, dia akan berubah menjadi gadis yang cuek. Dia gadis yang sangat penurut, semua kein...