Chapter 4

11 2 0
                                    

Pemburu merupakan sebuah job dimana kalian harus memburu beberapa hewan untuk mendapatkan material seperti kulit, cakar dan lain sebagainya untuk dijual. Jika dagingnya masih dalam kualitas bagus dan layak dikonsumsi maka mereka akan membawanya pulang untuk dibagikan kepada seluruh kerabat atau warga desa.

Di tempat lapangan kepala desa, terdapat kerumunan orang - orang yang cukup padat serta beberapa prajurit yang segera bertindak disana.

“Beritahu *Cough kepada kepala desa agar meminta*Cough bantuan dari kota pusat!”

Salah satu dari pemburu berkata dengan suara yang kuat meskipun terlihat kondisinya yang terengah - engah. Namun ia tetap memberi kabar dengan gigih.

Dalam kerumunan itu, Triton menyerubut masuk dan mendekati salah satu pemburu yang selamat itu.

“Tenang nak, aku Triton komandan batallion di kota pusat. Beritahu padaku, apa yang kau lihat?”

“*Cough Waktu itu, kami mengejar salah satu hewan buruan lalu kami melihat sesosok yang berwajah tengkorak serta bersenjatakan berupa sabit. *Cough Kami mengejarnya sampai ke dalam gua, namun kami dijebak, mereka berkumpul dan membantai*Cough kami tanpa belas kasih. Aku selamat karna aku kebetulan dibarisan paling belakang. Menyadari hal itu,*Cough aku kabur duluan tanpa memperdulikan sahabatku. Betapa pengecutnya diriku”

“Baiklah, kau akan kami bawa dan meminta penjelasanmu nantinya supaya kita bisa mengkonfirmasi dan mendatangi tempat yang ada”

“Wo… wo… kau gila. Dia masih terluka seperti itu, dan kau ingin kesaksiannya?”

Ujar salah satu pria dewasa di sana.

“Tolonglah*Cough Pak ksatria, aku merasa tidak lama lagi *Cough mereka akan kemari juga karena aku bertemu salah satu *Cough dari mereka dalam perjalanan pulang ”

“Baiklah, aku akan mengeluarkan perintah nanti”

Galang menyerobot masuk ke dalam kerumunan juga dan menemui salah satu pemburu yang merupakan temannya juga.

“Figo! Dimana Hendro?”

“Maaf Galang,*Cough dia meninggal disana dengan tubuh *Cough yang terbelah dua”

“Sial!”

Triton melihat kemarahan Galang, sepertinya ia cukup yakin dengan emosi yang keluar dari seorang anak remaja yang sangat ia percayai meskipun itu pertama kali pertemuan dengannya.

“Kumpulkan anak - anak dan wanita di tempat rumah pengungsian, bawa pria ini ke sana dan rawat suka hati kalian gimana pun caranya. Bagi para pria dewasa ambil pedang kalian atau senjata apa saja yang bisa digunakan untuk membunuh karna kita akan berperang malam ini”

“Tunggu, kenapa kami harus turun tangan juga pak ksatria?”

“Dan kenapa malam ini?”

Salah seorang pria dewasa yang dekat dengannya berbicara karena menurutnya itu hal yang sangat jarang baginya.

“Lawan kita adalah seekor iblis. Dimana setiap iblisnya setara dengan 3 orang pria dewasa untuk melawannya. Percayalah, itu sangat menakutkan. Maka dari itu, setiap tenaga yang kalian tawarkan maka akan sangat berguna untuk melindungi desa ini_____Kalian prajurit, cepat beritahu di barak kalau kita akan segera berperang. Perintahkan semua prajurit agar mengosongkan barak dan bergegas ke desa secepatnya”

Semua warga desa bubar dari kerumunan dan menuju rumah masing – masing. Suara ricuh seketika terdengar di dalam desa itu karena sebuah perintah dari komandan pasukan kerajaan. Sungguh keributan yang sangat jarang terjadi di desa tersebut.

Para pemburu yang terluka itu pun dibawa ke tempat pengungsian, disusul dengan anak – anak dan wanita.

“Aku permisi pak ksatria, aku akan pulang sebentar untuk mengambil perlengkapan berburuku”

Galang berlari cepat yang mengalahkan lari orang – orang pada biasanya. Bahkan langkah kakinya pun terdengar sangat ringan untuk orang yang sedang berlari.

“Iblis di depan… Iblis di depan…”

Teriakan seorang warga desa yang sedang berjaga di bagian barat desa.

“Apa?! Ini terlalu cepat, bahkan kami belum melakukan persiapan”

“Bagaimana ini pak?”

“Aku akan ke depan untuk mengulur waktu, kau warga desa. Percepat evakuasinya, dan segera membantuku di bagian barat nanti”

Dibalik kegelapan hutan, perlahan sosok menakutkan itu berjalan ke depan mendekati wilayah desa. Dengan bantuan alat penerangan sederhana berupa obor api, Triton serta beberapa warga desa bisa melihat jelas tampang dari seekor iblis tersebut.

“Ya tuhan, lihatlah wajahnya. Apakah benar itu seekor iblis, badannya sangat tinggi”

“Tampangnya mirip hantu woy”

“Itu bukan tengkorak. Lihatlah tubuhnya bukankah dia mirip seperti mayat hidup yang sudah kehilangan isi dagingnya. Kuharap kalian tidak meremehkannya dengan memandang fisik belaka”

Warga desa yang menyaksikan hal itu mulai merasa ketakutan seolah sesosok itu bukan berasal dari dunia mereka. Kata – kata Triton yang terngiang di kepala mereka mulai menghantui dan meneror pikiran bahwa iblis ini sangatlah berbahaya.

“Mereka sangatlah kuat, jika kau beradu fisik dengannya satu lawan satu maka kau pasti akan kalah. Tapi setiap makhluk memiliki kelemahannya. Prajurit, tembak!”

Salah satu prajurit yang tinggal menemani Triton mulai memasang kuda – kuda memanah. Uluran tali tegak lurus ia tarik melengkung diikuti dengan sebuah anak panah yang ia pegang bersamaan dengan tarikan tali tersebut. Sebuah tarikan maksimal ia lakukan demi menghasilkan kecepatan serta kekuatan anak panah yang besar.

Disaat ia melepaskan tarikan tali, anak panah meluncur dengan tajam menukik ke bawah tepat ke arah jantung sasaran. Namun itu tidak menapik bahwa ia akan lenyap begitu saja dengan sebuah anak panah menembus kuat tepat dijantungnya.

“Ini akan jadi pembelajaran bagi kalian, bahwa iblis tidak memiliki organ dalam. Namun, bagaimana ia menggerakkan tubuhnya itu. Faktanya, kepala merupakan pusat dari seluruh kelemahan. Bidik kepalanya”

Pemanah itu mengambil anak panah yang ia sediakan di balik punggungnya lalu kembali memanah iblis. Kali ini ia menargetkan tepat di kepala. Dan sang iblis pun musnah seketika dan berubah menjadi pasir.

“Kita berhasil!”

“Diam, apa kalian tidak melihatnya”

Triton membuat suasana bahagia karena sudah berhasil membunuh seekor iblis menjadi hening kembali. Ia menunjuk ke arah kegelapan hutan dimana iblis tadi juga muncul.

Baik prajurit dan warga desa melihat dengan serius ke arah yang ditunjuk oleh Triton.

Pohon yang berbaris di depan sana mulai bergoyang menerbangkan para burung yang sedang tidur di atas pohon. Kebisingan dari suara burung tersebut membuat suasana malam begitu mencekam. Getaran berupa gempa kecil sangat terasa di bawah telapak kaki mereka meskipun jarak antaranya cukup jauh.

Hanya sebuah gerombolan orang besar yang mampu menghasilkan getaran seperti ini. Mereka yang sedang melindungi desa di bagian ujung desa menyadari hal tersebut dan mulai merasa gugup karena penasaran hal apa yang mereka lawan kali ini.

“Sial, tidak kusangka kali ini mereka bergerombol menyerang kemari”

“Apa yang harus kita lakukan pak?”

“Aku akan ke depan, kau tiup terompet bantuan supaya mereka yang dibarak segera kemari”

Bersamaan dengan tiupan terompet bantuan. Sekumpulan iblis dengan rupa yang sama muncul dari kegelapan menerjang maju mendekati sebuah daerah populasi penuh manusia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang