Deburan ombak lembut baru saja menyapu kakiku. Langit yang berwarna biru sedang perlahan berubah menjadi jingga. Aku tertegun, melihat betapa lincahnya Ra'el berlari menghampiriku.
"Apa aku terlambat?" tanya dia sambil menenangkan napasnya.
"Tidak, kau tepat waktu." kataku sambil melihat jam tanganku yang diberinya kemarin.
"Jadi, bagaimana kunjungan dokter Rea? Apakah semuanya lancar?" tanya Ra'el sambil berusaha bernapas teratur.
"Ya, begitulah. Dia bilang, tanganku sedikit bengkak dan memar. Kakiku tidak menunjukkan adanya luka serius. Tapi akan sembuh dalam 3 atau 4 hari. Dia juga tidak melarangku pergi. Maka, di sinilah aku sekarang. Oh, di mana Kay?" kataku.
Sebenarnya dokter Rea juga mengatakan sesuatu tentang amnesiaku. Tapi, belum saatnya Ra'el tau.
"Dia tidak bisa. Papaku meminta dia untuk mengangkut beberapa barang di pelabuhan. Katanya, untuk persediaan. Jadi, kita berdua saja." katanya menjelaskan.
Kutatap matanya yang indah. aku terpikat dengan dirinya hari ini. Kulit yang seputih susu, rambut coklatnya yang sedada bergelombang indah, memantulkan sinar matahari senja dengan lembut. Tingginya yang hanya setinggi daguku, matanya yang berwarna coklat muda, ah, sungguh cantik sekali dia hari ini. Berbeda sekali dengan paras yang kuingat kemarin hari, tampak seperti bocah. sedangkan kali ini, sesuai seleraku. "kau tampak cantik Ra'el.." senyumku. Oh? Dia tersipu malu.. "Jadi, bagaimana?" tanyaku. "Rencana adalah rencana, pelaksanaan yang membuatnya tidak sia-sia. Yuk!" ajaknya.
Kami menyelusuri lorong bertembok cokelat yang mulai berlumut. Kulihat, tidak ramai yang melewati lorong tersebut. Tapi, setelah kami keluar dari lorong, ternyata aku salah sangka. "Ini jalan Hilm. Kamu bisa lihat, toko-toko di sini disusun dengan rapi. Deretan di kiri ini, semuanya menjual pakaian. Di sini, makanan, dan di sana, sebelah kanan, menjual buku........." dia menjelaskan dengan bersemangat. Rasanya, dia cocok menjadi pemanduku. "Mari, kukenalkan kamu dengan salah satu temanku." dia menarik tanganku. Menyusup melewati kerumunan orang yang melintasi jalanan ini. Tidak lama, kami pun sampai di depan toko pakaian. "Kring" "Selamat da.. Hai, Ra'el" kulihat wanita yang cukup tinggi perawakannya, badannya yang berisi, serta rambut keritingnya yang di sanggul ke atas membuatkan mengingat seseorang . "Hai Jean.." kata Ra'el. Mereka berpelukan. "Senang sekali melihatmu disini. Halo Tuan Ganteng, siapa namamu?" "Aku Senja." kataku menyambut uluran tangannya. "Jean, kami butuh bantuanmu. Senja baru saja tiba di kota ini dan dia tidak punya pakaian yang pas dengan badannya. Kay tidak mau meminjamkan pakaiannya, sedangkan pakaian papaku, kebesaran. Kami tidak punya ukuran yang pas untuknya. Bisa kamu carikan?" tanya Ra'el. "Sabar nona muda, sabar. Jangan tergesa-gesa begitu. Nah Senja, kemari." sahut Jean sambil memalingkan muka dari arahku. Aku melihat Ra'el, dia mengangguk, " jangan khawatir, dia yang terbaik." sahutnya berbisik. Maka aku pun mengikuti Jean ke belakang tirai hijau.
"Aku yakin kamu cocok memakai ini" kata Jean sambil melirikku. Dia memberiku beberapa potong celana dan baju-baju. Aku mencoba memakai beberapa pakaian yang diberikan oleh Jean. Tapi yang paling menarik perhatianku adalah kaos putih dengan belahan v ditengah.
Lumayan. Maka aku pun keluar, bertanya, "Bagaimana Ra'el?" tanyaku sambil memakai baju tersebut. Aku melihatnya menganggukkan kepala. "Aku tidak mungkin tidak menyukai satu pun hal yang ada di sini" sahutnya. "tapi aku tidak tahu denganmu. bagaimana jika kita ambil pakaian yang kamu suka. Jean, bantu aku hitungkan harganya. Lalu Senja, setelah itu kita cari lagi hal-hal lain. Hari ini, kita habiskan waktu kita di Hilm" serunya sambil membayar belanjaan tadi yang bertotalkan 368 pols. Mata uang yang sampai sekarang aku tidak pernah dengar. "Aku menyusul. Nanti malam jumpa di depan Bar Heyna ya." teriak Jean saat kami sudah agak jauh. Kami pun menghabiskan hari itu di jalan Hilm, sambil memikirkan kembali, siapa aku sebenarnya. Dimana asalku.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
FLARES-BEYOND THE JOURNEY
General FictionTerbit Setiap KAMIS Bisakah aku kembali? Mengingatnya saja aku tak mampu, apalagi menapakkan kaki. Rasanya aku tak sanggup. Tapi, entah kenapa, aku terus menjejakkan kakiku, mencoba menelusuri kembali setiap untaian yang ada. Tidak apa, bahkan sebua...