BAGIAN 5

1K 40 0
                                    

"Semalaman Bayan Sangkuni menunggumu di sini, Den Rangga," kata Ki Sarman sambil membereskan meja bekas makan Rangga pagi ini.
"Siapa dia, Ki" tanya Rangga.
"Dia seorang Bayan, yang artinya sesepuh desa mi," Ki Sarman menjelaskan.
"Ada apa dia menungguku?"
"Katanya, ingin berkenalan  denganmu. Aku tidak tahu kalau Aden akan pulang pagi. Tapi kalau tidak salah, Bayan Sangkuni akan datang lagi hari ini"
Rangga tidak bertanya lagi. Ditenggak minumannya yang tinggal setengah  lagi. Hari masih terlalu pagi, sehingga kedai Ki Sarman masih kelihatan sunyi. Belum ada seorang pun yang datang. Bahkan di jalan pun tampak sunyi, hanya satu dua orang saja yang lewat. Itu juga sesekali. Tampaknya penduduk desa ini lebih senang  berdiam di dalam rumah daripada ke luar. Kalau tidak perlu penting, berat rasanya ke luar rumah.
Saat mata Pendekar Rajawali Sakti itu melayangkan pandangannya ke   ujung jalan, tampak seorang wanita  cantik mengenakan pakaian hijau  menunggang kuda coklat belang putih menuju ke kedai ini. Ki Sarman segera menyambut ketika dia  turun dari kuda tunggangannya. Wanita itu sempat memberi senyum pada Rangga saat kakinya melangkah masuk ke dalam kedai. Rangga membalasnya dengan sedikit anggukan kepala. Dan kini Rangga tidak lagi mempedulikan, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalan.
"Boleh aku duduk di sini?"
"Oh!" Rangga terkejut ketika mendengar suara halus di dekatnya, kemudian menoleh.
Wanita cantik itu sudah berdiri di  depan Pendekar Rajawali Sakti.  Bibirnya yang merah merekah menyunggingkan senyum manis  menawan. Cepat-cepat Rangga mempersilakan wanita cantik itu duduk.
"Namaku Rakawuni," kata wanita itu  sambil tersenyum.
"Rangga," balas Pendekar Rajawali Sakti,  menyebutkan namanya pula.
"Senang sekali dapat teman mengisi perut," kata wanita itu yang mengaku bernama Rakawuni.
"Maaf, aku baru saja makan," sahut Rangga.
"Sayang sekali.  Tapi, tidak keberatan  kan menemaniku makan?" pinta Rakawuni lembut.
"Sama sekali tidak," sahut Rangga.
Percakapan terhenti sejenak karena Ki Sarman menghidangkan makanan. Ada seguci arak manis dan buah-buahan yang segar. Rupanya wanita ini mempunyai selera makan  yang cukup tinggi juga. Makanan yang dipesannya kelihatan mahal-mahal harganya dan tentu saja nikmat rasanya. Ki Sarman kembali ke belakang setelah menghidangkan macam-macam makanan dan minuman di atas meja.
"Sepi sekali di sini," kata Rakawuni sambil menikmati makan paginya.
"Yah, memang demikian keadaannya," sahut Rangga.
"Kau penduduk  sini...? Ah, boleh aku  memanggilmu dengan Rangga saja?"
"Tentu saja boleh. Aku bukan penduduk sini. Aku pendatang yang kebetulan singgah. Mungkin sama denganmu juga."
"Kau seorang pengembara?" tebak Rakawuni langsung.
"Bisa dikatakan begitu," jawab Rangga kalem. Dikagumi juga akan  Rakawuni yang memberi penilaian
tepat. Rupanya wanita ini memiliki pandangan yang cukup luas.
Mereka terus ngobrol masalah yang ringan-ringan sampai Rakawuni selesai makannya. Ki Sarman datang lagi, membereskan meja bekas makan Rakawuni tanpa banyak bicara. Hanya seguci arak dan dua gelas perunggu yang ditinggalkan. Laki-laki tua pemilik kedai itu kembali lagi ke  belakang membawa bekas-bekas makan Rakawuni.
Rangga dan Rakawuni terus saja ngobrol. Gadis itu tampak periang dan cepat sekali akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Kelihatannya  mereka seperti sudah saling  mengenal begitu lama. Tidak ada lagi kecanggungan, bahkan  kadang-kadang mereka tertawa kalau ada perkataan yang menggelitik hati. Ini dimungkinkan karena Rakawuni memiliki banyak bahan  pembicaraan. Lagi sikapnya begitu  periang, lincah, dan cepat akrab.
"Sebentar. .,"  kata Rangga tiba-tiba ketika melihat Ki Sarman memberi tanda memanggilnya.
Rangga segera bangkit dan berjalan ke  belakang. Ki Sarman sudah  menghilang di balik pintu belakang kedai ini. Rangga menjumpai laki-laki tua itu sedikit berlindung  pada   dinding dengan benak dipenuhi tanda tanya.
"Ada  apa?" tanya Rangga.
"Ssst...!" Ki Sarman menempelkan jari  telunjuknya pada bibirnya sendiri.
"Ada apa?" tanya Rangga lagi. Kali ini   suaranya terdengar berbisik.
"Hati-hati! Perempuan itu Dewi  Mawar Merah." kata Ki Sarman berbisik.
"Dewi Mawar Merah? Siapa dia?" tanya Rangga
"Kekasih si Durjana Pemetik Bunga."
Rangga terperanjat mendengarnya.  Tidak disangka kalau wanita cantik yang kelihatannya ramah dan mudah bergaul itu ternyata kekasih si Durjana Pemetik Bunga yang menyebabkan penduduk desa ini jadi dicekam rasa takut.
"Biar menyamar, tapi aku bisa mengenalinya. Aku pernah melihatnya bersama si Durjana  Pemetik Bunga di Bukit Jati Ireng. Lihat saja cincinnya yang berbentuk  bunga mawar. Itulah tanda kalau  dirinya, Dewi Mawar Merah!" Ki Sarman menjelaskan.
"Apa maksudnya datang  ke sini?"  tanya Rangga mulai menduga-duga dalam hati.
"Entahlah. Tapi kau harus hati-hati. Perempuan iblis itu sangat licik!" Ki Sarman memperingatkan.
"Terima kasih, Ki," ucap Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu kembali menemui wanita yang dikatakan Ki  Sarman, Dewi Mawar Merah, tampak dia masih duduk menunggu, dan tersenyum manis melihat Rangga menghampirinya. Rangga segera duduk di  depan wanita berhati iblis yang berjuluk Dewi Mawar Merah. Pendekar Rajawali Sakti melirik jari  manis perempuan itu. Memang benar, ada cincin yang melingkar berbentuk bunga mawar di jari manisnya.
"Ada apa orang tua itu memanggilmu?" tanya Rakawuni atau  si Dewi Mawar Merah. Nada suaranya mengandung kecurigaan.
'Tidak apa-apa. Dia hanya menanyakan, berapa lama lagi aku menginap di sini," jawab Rangga kalem.
"Kukira dia tidak suka aku datang ke  sini."
Rangga hanya tersenyum saja.
"Oh, ya. Ada penginapan lain di  sekitar sini?" tanya Rakawuni.
"Di ujung tikungan jalan sana," sahut  Rangga menunjuk ke ujung jalan yang bercabang.
"Terima kasih, aku akan ke  sana dulu."
"Kenapa tidak menginap di sini saja?" Rangga menawarkan.
Rakawuni hanya  menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Dia bangkit berdiri dan  meletakkan beberapa keping uang  untuk membayar makanannya.  Tanpa banyak bicara lagi, wanita yang berjuluk Dewi Mawar Merah itu melangkah ke luar. Rangga hanya mengikuti dengan pandangan mata, sampai wanita itu pergi dengan kudanya menuju arah yang ditunjuk Rangga tadi. Pendekar Rajawali Sakti itu menoleh dan tersenyum melihat Ki Sarman sudah berdiri di ambang pintu yang berhubungan langsung dengan belakang kedai ini.

15. Pendekar Rajawali Sakti : Durjana Pemetik BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang