BAGIAN 8

1.1K 46 7
                                    

Rangga kaget bukan main karena Mayat Hidup langsung memeluknya erat. Seluruh tubuh Rangga masuk ke dalam cahaya berwarna-warni yang bergulung-gulung dan berputar-putar pada seluruh tubuh Mayat Hidup. Seketika itu juga Rangga merasakan seluruh aliran darahnya bagai terbalik, dan jantungnya berdebar keras bagai hendak pecah.
"Yeaaah...!" Rangga segera mengerahkan seluruh kekuatannya.
Cahaya biru di tangan Rangga yang semula redup, kini mulai memancar kembali dan menggumpal mem- bentuk bola. Tanpa ragu-ragu lagi. Rangga juga memeluk pinggang Mayat Hidup dengan kuat. Cahaya biru kini berbaur menjadi satu dengan putaran cahaya warna-warni bagai pelangi. Kini seluruh cahaya telah menyelimuti mereka berdua.
Lama juga dua tokoh sakti itu saling berpelukan. "Aaakh.!" tiba-tiba terdengar jeritan melengking
panjang.
dengan mengerahkan seluruh kekuatan mereka yang terakhir. Semua orang yang ada di halaman rumah kepala desa menjadi berdebar debar menyaksikan pertarungan adu kesaktian yang sangat aneh dan dahsyat.
Bersamaan dengan itu, satu sosok tubuh terjengkang ke luar arena pertarungan. Dan ketika sinar warna-warni di tubuhnya lenyap, tampaklah Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak memandangi Mayat Hidup yang kini menggelepar-gelepar di tanah dengan seluruh tubuh tergulung cahaya biru menyilaukan mata.
"Kembali...!" bentak Rangga seraya menghentikan tangannya ke depan.
Begitu tangan Rangga mendorong ke depan, cahaya biru yang menggulung tubuh Mayat Hidup meluruk ke arah Rangga, lalu lenyap setelah menyentuh kedua telapak tangannya yang terbuka. Tampak Mayat Hidup tergeletak di tanah dengan napas tersengal-sengal. Rangga segera memburu, lalu membantu Mayat Hidup untuk bangkit berdiri.
"Hik...! Biarkan aku," kata Mayat Hidup menolak bantuan Rangga.
"Kau terluka dalam," kata Rangga bernada cemas. "Jangan khawatir, aku bisa mengatasi," sahut
Mayat Hidup. Lemah suaranya.
"Tidak! Jangan kau kerahkan tenaga dalam dan hawa murni! Kau akan mati karena tenaga dalammu dapat berbalik menyerang dirimu sendiri!" Rangga memperingatkan.
Mayat Hidup kaget mendengarnya. Tidak disangka kalau aji 'Cakra Buana Sukma' akan sedemikian dahsyat akibatnya. Laki-laki tua itu tidak lagi menolak ketika Rangga memintanya untuk bersila.
"Kendorkan seluruh urat syarafmu. Kosongkan pikiran dan jiwamu. Lemaskan seluruh tubuhmu, dan jangan sekali-kali mengerahkan tenaga. Jika itu kau lakukan, kau akan mati dengan tenagamu sendiri!" kata Rangga, panjang lebar menjelaskan.
Mayat Hidup tidak membantah. Diturutinya saja apa yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti itu. Rangga kemudian duduk bersila di belakang Mayat Hidup. Sebentar dipejamkan matanya, lalu kedua telapak tangannya ditempelkan ke punggung Mayat Hidup. Pelahan-lahan matanya kembali terbuka bersamaan dengan mengepulnya asap tipis dari sela-sela jari tangan yang menempel di punggung.
"Kosongkan jiwamu, Mayat Hidup," kata Rangga.
Tubuh Rangga mulai bergetar sedikit. Tak lama kemudian, dari ubun-ubun Mayat Hidup mengepul asap berwarna kebiru-biruan. Semakin lama asap itu semakin menggumpal, dan akhirnya masuk ke dalam dada Pendekar Rajauali Sakti.
"Hhh...!" Rangga menarik napas dalam dalam ketika seluruh asap kebiru-biruan yang mengepul dari ubun-ubun Mayat Hidup tuntas, dan masuk ke dalam dadanya.
Rangga melepaskan tangannya dari punggung Mayat Hidup, kemudian bangkit berdiri dan kembali duduk bersila di depan bekas lawannya itu. Tampak mata Mayat Hidup masih terpejam. Rangga bersila, mata itu terbuka pelahan-lahan.
"Mengapa kau menolongku, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Mayat Hidup lemah.
"Aku tidak pernah memusuhimu, dan kau juga tidak pernah memusuhiku," jawab Rangga kalem, namun suaranya penuh kewibawaan.
"Terima kasih! Aku berhutang nyawa padamu," ucap Mayat Hidup.
"Tidak ada yang berhutang dan tidak ada yang mengutangi."
"Aku kagum padamu, Pendekar Rajawali Sakti." Rangga hanya tersenyum saja, lalu bangkit berdiri
ketika Mayat Hidup berdiri. Pendekar Rajawali Sakti itu memandangi Mayat Hidup yang melangkah menghampiri Dewi Mawar Merah. Rangga memberi isyarat agar orang-orang yang menjaga Dewi Mawar Merah segera menyingkir untuk memberi jalan pada Mayat Hidup.
"Kau harus berusaha sendiri, Cah Ayu. Aku sarankan padamu, sebaiknya kau mohon ampun dan hilangkan rasa dendam di hatimu," kata Mayat Hidup.
"Aku tidak memerlukan khotbahmu Kakek Tua!" dengus Dewi Mawar Merah kesal.
"Rupanya Pendekar Rajawali Sakti benar. Kau memang tidak patut dikasihani. Terimalah nasib burukmu dengan senyum, Cah Ayu," kata Mayat Hidup lagi.
Setelah berkata demikian, Mayat Hidup berbalik dan kembali menghampiri Rangga. Dia berdiri di depan Pendekar Rajawali Sakti itu Sinar matanya redup memandang wajah Rangga.
"Datanglah ke Lembah Gundul, saudaraku," pinta Mayat Hidup sambil menepuk pundak Rangga.
"Aku janji," sambut Rangga dengan senyum tak lepas dari bibirnya.
"Terima kasih."
Mayat Hidup segera melompat pergi dengan cepat. Dalam sekejap mata saja, bayangan tubuhnya telah lenyap ditelan kegelapan malam yang menjelang pagi ini.
"Orang yang kau tunggu ada di Bukit Jati Ireng! Dia bersama Datuk Arak!" terdengar suara menggema yang berasal dari Mayat Hidup.
"Mayat Hidup...! Aku tidak akan melupakanmu. Kubunuh kau...!!" teriak Dewi Mawar Merah.
"Besok kau akan mati, Perempuan Iblis!" rungut Bayan Sangkuni. "Phuih!"

15. Pendekar Rajawali Sakti : Durjana Pemetik BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang