BAGIAN 6

1K 42 0
                                    

"Keparat!" geram Kamandaka.
"Aku khawatir penyamaran Dewi Mawar Merah telah terbongkar," kata Iblis Muka Hitam yang melaporkan kematian Cakar Racun pada Kamandaka sore itu.
"Seharusnya dia tidak bertindak setolol itu!" celetuk Datuk Arak menyesali tindakan Cakar Racun yang ceroboh. "Tugasnya hanya mengawasi Dewi Mawar Merah! Bukannya menantang Pendekar Rajawali Sakti seorang diri! Bodoh! Benar-benar bodoh!"
"Aku sudah memperingatkannya, tapi dia nekat ingin lebih jelas mengetahui pembicaraan mereka" sambung Iblis Muka Hitam lagi.
"Pembicaraan apa? Siapa mereka itu?" tanya Kamandaka.
"Pendekar Rajawali Sakti dan beberapa sesepuh desa, berikut Kepala Desa Jati Ireng sendiri. Aku tidak tahu persis apa yang mereka bicarakan. Terlalu jauh jaraknya. Lagi pula aku tidak bisa meninggalkan Dewi Mawar Merah seorang diri. Dia lebih penting dari mereka," jawab Iblis Muka Hitam memberi alasan.
"Lalu, di mana Dewi Mawar Merah sekarang?" Tanya Kamandaka.
"Ada di kamar penginapannya. Sudah kupesan agar tidak keluar sampai aku kembali," sahut Iblis Muka Hitam lagi.
"Sebenarnya aku tidak ingin melibatkan orang-orang kampung. Tapi kelihatannya terpaksa harus kulakukan juga," kata Kamandaka pelan.
"Belum saatnya, Kamandaka!" celetuk Datuk Arak cepat.
"Aku punya cara tersendiri, Datuk Arak. Akan kubuat si keparat itu kehilangan kendali dirinya?" Kamandaka bersikeras.
"Aku khawatir, jangan-jangan kau sendiri yang terjebak arus emosi," gumam Datuk Arak pelan.
"Kekhawatiranmu tidak beralasan, Datuk Arak. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku hanya minta kalian berdua mendukung semua rencanaku untuk melenyapkan Pendekar Rajawali Sakti itu!" tegas suara Kamandaka.
Datuk Arak mengangkat bahunya seraya memandang Iblis Muka Hitam, yang dipandang pun ikut mengangkat bahunya tinggi-tinggi. Mereka tahu betul watak Kamandaka. Kalau sudah membuat keputusan sulit untuk dirubah kembali. Dalam hati, mereka sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan Kamandaka untuk membuat Pendekar Rajawali Sakti kewalahan. Tapi mereka juga ragu akan keberhasilan rencana itu.
"Aku akan kembali ke Desa Jati Ireng! Rasanya sudah terlalu lama meninggalkan Dewi Mawar Merah. Aku khawatir dia tidak sabar menunggu," kata Iblis Muka Hitam berpamitan.
"Bawa dia ke sini sekalian! Hentikan saja penyamarannya!" perintah Kamandaka.
''Kamandaka...!" sentak Datuk Arak terkejut.
'Tidak ada gunanya lagi dia menyamar, Datuk Arak! Aku tidak ingin dia celaka. Semua orang pasti mencurigainya, bahkan bukannya tidak mungkin ada yang mengenali penyamarannya!" Kamandaka beralasan.
"Iblis Muka Hitam, cepatlah pergi. Bawa Dewi Mawar Merah ke sini," kata Datuk Arak bisa mengerti alasan Kamandaka.
"Baik, aku pergi dulu," pamit Iblis Muka Hitam.
"Hati-hati! Jangan sampai ada yang melihatmu," pesan Datuk Arak.
Iblis Muka Hitam hanya tersenyum saja, kemudian melesat cepat. Dalam sekejap saja bayangannya sudah hilang dari pandangan mata Kamandaka masih duduk merenung di atas batu hitam. Pikirannya jadi kacau dengan kematian Cakar Racun di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Sementara Datuk Arak sudah asyik dengan guci-guci araknya.

* * *

Sementara itu di Desa Jati lreng, Dewi Mawar Merah yang menyamar sebagai Rakawuni tengah mereguk kenikmatan dengan seorang pemuda di kamar penginapannya. Pemuda tampan yang diperoleh di desa ini tidak menyadari bahwa yang tengah menggeliat-geliat dalam pelukannya adalah seorang wanita iblis. Kecantikan dan kemolekan tubuh Dewi Mawar Merah telah membuatnya lupa oleh desakan gairah yang menggebu-gebu. Seluruh tubuh pemuda itu telah basah oleh keringat, dan nafasnya memburu tak teratur. Sementara Dewi Mawar Merah mengerang dan merintih menikmati permainan cinta pemuda itu. Mereka terus mendaki mencapai puncak, hingga lemas lunglai dengan tubuh bersimbah keringat.
"Uh, kuat sekali dia. Hampir aku tidak sanggup mengimbanginya," keluh Dewi Mawar Merah dalam hati.
"Kenapa buru-buru...?" pemuda itu menarik tangan Dewi Mawar Merah.
"Istirahat dulu, Gandis!" Dewi Mawar Merah menolak cekalan tangan pemuda itu dengan halus.
"Kau cantik sekali! Aku suka padamu," rayu Gandis lembut
"Ahhh...!" Dewi Mawar Merah mengeluh panjang. Gandis beringsut bangkit. Tangannya melingkar di
pinggang ramping Dewi Mawar Merah. Bibirnya cepat menciumi wajah dan leher wanita cantik itu. Dewi Mawar Merah menggeliat berusaha melepaskan diri tapi ciuman-ciuman hangat Gandis membuatnya terrangsang kembali gairahnya.
Dewi Mawar Merah tidak lagi menolak dan meronta, tapi kini malah membalas tidak kalah hangatnya. Rintihan lirih kembali terdengar dari bibirnya. Jari-jari tangan Gandis bergerilya menyusup masuk ke dala pakaian yang belum terbuka sempurna itu. Sedikit demi sedikit tangan Gandis menggusur pakaian Dewi Mawar Merah.
"Gandis...!" rintih Dewi Mawar Merah seraya menggelinjang.
Dewi Mawar Merah tidak peduli lagi dengan tubuhnya yang semakin terbuka. Kulit putih mulus terpampang jelas, membuat Gandis semakin liar dan ganas. Jari-jari tangannya semakin aktif menjelajah ke bagian-bagian tubuh Dewi Mawar Merah yang paling peka. Tentu saja hal ini membuat wanita itu semakin menggelinjang tak mampu menahan gejolak gairahnya.
Untuk kedua kalinya mereka terkulai setelah menempuh perjalanan pendek yang melelahkan, namun membuat bibir tersenyum. Mendadak Dewi Mawar Merah tersentak setelah tubuh Gandis bergulir ke samping. Telinganya yang peka menangkap suara halus di atas atap kamarnya ini. Bergegas wanita cantik itu meloncat turun dari ranjang. Dengan gerakan cepat, dikenakan kembali pakaiannya. Baju merah menyala dengan ikat pinggang berkepala lempengan logam merah berbentuk bunga mawar telah melekat di tubuhnya.
"Ada apa?" tanya Gandis sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Diam di situ!" sentak Dewi Mawar Merah.
"Hey...! Kau...?!" Gandis nampak terkejut saat melihat bunga mawar merah tersunting di telinga wanita yang ditidurinya tadi.
"Kau tahu siapa aku?" Dewi Mawar Merah tersenyum sinis.
"Kau..., kau..., Dewi Mawar Mer...," Gandis tidak dapat lagi meneruskan kata katanya.
"Kau memang hebat, Gandis. Tapi aku tidak membutuhkanmu lagi!" dingin suara Dewi Mawar Merah.
"Ja.,.. Akh!"
Dengan kecepatan yang sulit diikuti mata, mendadak saja Dewi Mawar Merah melemparkan sekuntum bunga mawar merah yang terbuat dari logam keras, dan kini menancap di dada pemuda itu. Dewi Mawar Merah tersenyum melihat tubuh laki-laki yang telah memuaskan nafsunya tadi telah tergeletak tak bernyawa dengan dada berlubang berlumuran darah.
"Hm..., apa yang dilakukannya di atas...?" bisik Dewi Mawar Merah bergumam lirih.
Hanya dengan satu genjotan saja, tubuh ramping itu melesat ke atas, dan menjebol atap kamar penginapan ini. Dewi Mawar Merah tahu-tahu sudah berada di luar, dan dengan manis hinggap di atas atap. Wajahnya langsung berubah ketika melihat di depannya telah berdiri seorang pemuda tampan dengan rambut panjang terikat.
"Rangga...," desis Dewi Mawar Merah mengenali pemuda tampan di depannya. "Mau apa kau ke sini seperti maling?!"
"Menangkapmu!" sahut Rangga dingin dan datar.
"Menangkapku...? Heh! Apa aku tidak salah dengar?!"
"Tidak! Aku yakin kau tidak tuli mendadak, Dewi Mawar Merah!"
"O.... Rupanya kau sudah tahu siapa aku. Baik! lakukanlah kalau kau mampu!" tantang Dewi Mawar Merah.
"Bersiaplah menerima hukumanku, Perempuan Iblis!" dengus Rangga menggeram. "Hait...! Hup!"
Dewi Mawar Merah melompat turun. Rangga dengan cepat mengikutinya. Namun ketika Rangga hampir mencapai tanah, tiba-tiba beberapa benda berwarna merah berkelebat ke arahnya. Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti itu melentingkan tubuhnya ilan berputaran di udara, lalu dengan manis menjejak tanah.
"Licik!" geram Rangga.
"Hebat! Kau bisa menghindari mawar-mawar beracunku," Dewi Mawar Merah salut.
"Bunga-bunga busukmu tidak berarti bagiku! Lihat..!"
Dewi Mawar Merah tersentak kaget melihat bunga-bunga mawar beracunnya berada dalam genggaman tangan Pendekar Rajawali Sakti itu. Belum hilang rasa terkejutnya, mendadak bunga-bunga mawar di tangan tangga mendesing cepat ke arahnya.
"Kurang ajar! Hup...!"
Dewi Mawar Merah jumpalitan menghindari senjata rahasianya sendiri yang berbalik menyerangnya. Merah padam wajah wanita cantik itu. Begitu terlewat dari bahaya, secepat kilat dikerahkan jurus andalannya 'Seribu Mawar Berbisa'. Bagaikan hujan saja bunyi mawar dari logam keras berwarna merah itu meluncur deras mengincar Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga berlompatan menghindari serbuan bunga mawar yang begitu banyak jumlahnya bagaikan hujan Serangan jurus 'Seribu Mawar Berbisa' ini membuat Rangga sedikit kewalahan juga. Bunga-bunga mawar itu bagai tidak habis-habisnya mengincar tubuhnya.
"Kalau begini terus, aku bisa kehabisan tenaga!"
dengus Rangga dalam hati.
Secepat kilat direntangkan tangannya, kemudian tubuhnya berputar cepat bagai baling-baling. Begitu cepatnya putaran tubuh Rangga, sehingga yang terlihat hanya bayangan putih yang bergulung-gulung merontokkan bunga-bunga mawar yang dilontarkan Dewi Mawar Merah.
Gulungan bayangan putih tubuh Rangga yang berputar cepat bagai gasing itu, bergerak mendekati Dewi Mawar Merah. Semakin lama jarak mereka semakin dekat saja, sedangkan bunga-bunga mawar yang dilontarkan perempuan itu berguguran sebelum sampai ke tubuh Rangga.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba Rangga berteriak keras. Tubuhnya melenting cepat ke udara, lalu meluruk deras ke arah kepala Dewi Mawar Merah. Pendekar Rajawali Sakti itu cepat sekali meluruk dengan menggunakan jurus
'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. "Akh...!" Dewi Mawar Merah memekik kaget.
Tepat ketika kedua kaki Rangga yang bergerak cepat mengarah kepalanya, perempuan iblis itu menjatuhkan diri dan bergulingan beberapa kali di tanah. Cepat sekali dilentingkan tubuhnya, dan kembali bangkit berdiri. Namun belum juga melanjutkan jurus
'Seribu Mawar Berbisa'nya, Rangga telah kembali menyerang dengan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. "Setan!" Dewi Mawar Merah mengumpat geram.

15. Pendekar Rajawali Sakti : Durjana Pemetik BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang