Prolog 1 - [Pemandangan Terakhir]

9 1 0
                                    


Semilir angin mengusap wajahnya. Deburan ombak lembut membuat rangkaian orkestra pantai alami dengan suara burung pelikan diangkasa dan derapan langkah kaki tidak sabaran dari seorang gadis.

Saat itu adalah siang hari. Matahari masih diatas kepalanya sehingga ibunya memberikan Suncream agar anaknya tidak menjadi hitam atau kulitnya terbakar. Maka setelah ibunya selesai mengoleskannya Suncream dengan susah payah, gadis kecil itu berlari menuju bibir pantai. Ayahnya menawarkan kacamata renang agar mata anaknya tidak sakit saat berada diair melihat pemandangan laut. Namun gadis itu menolak tawaran ayahnya dengan alasan sudah 'Profesional'.

Dia menarik nafas dalam-dalam sebelum menenggelamkan diri kelautan biru dan berbaur dengan ikan-ikan kecil berwarna warni.

Gadis itu tidak pernah bosan melihat pemandangan bawah laut itu. Bagaimana hiruk pikuk para makhluk laut di koral yang mirip dengan manusia dikota tempat tinggalnya. Bedanya, pemandangan yang dilihatnya saat ini lebih indah dari pemandangan monotom kota.

Dia berharap pada dirinya agar selalu bisa melihat hal ini selamanya. Tapi harapan itu hanya permintaan picisan anak kecil yang tidak dapat melihat realita.

Suatu ketika, mata gadis itu kabur saat melihat anemon kuning. Matanya iritasi. Karena ketidaknyamanan itu, gadis tersebut buru-buru berenang ke atas sebelum matanya membengkak. Tapi terlambat. Matanya semakin memerah dan menimbulkan efek terbakar luar biasa perih pada matanya.

Dia menjerit karenanya, "AYAH! IBU!!" Teriak terkeras yang dapat dia keluarkan itu bagai suar untuk orang tuanya agar datang secepatnya. Mata gadis malang membengkak parah sehingga kelopak matanya sukar terbuka dan ditambah nanah hijau-kekuningan yang menggumpal di tepi kelopak matanya. Gadis ini sangat tersiksa.

Setelah menghampiri anaknya yang terus menjerit, Ayahnya dengan sigap membopong tubuh mungilnya yang hampir kehilangan keseimbangan. Sedangkan Ibunya menahan air matanya untuk menelepon Ambulan.

Beberapa dari para turis yang mengerubuni gadis itu, maju memberi pertolongan pertama seperti membasuh matanya dengan air mineral untuk menghilangkan nanah yang menggumpal. Walau terkesan putus asa, cara ini setidaknya dapat mengobati sedikit penderitaan gadis ini.

Sampai tibalah suara sirene Ambulan yang khas terdengar didepan pantai. Gadis tersebut kembali dibopong oleh para medis sampai kedalam mobil Ambulan bersama orang tuanya. Ayah dan Ibunya tak henti-hentinya merapalkan doa-doa agar putrinya tercinta dapat melewati cobaan ini dengan selamat. Sedangkan putrinya masih menitihkan air mata yang sedikit demi sedikit berjatuhan di kedua pelupuk matanya yang bengkak.

🍁🍁🍁

Gadis kecil ini bernama Fiona Naresha Ningrum. Korban dari kejadian naas dipantai yang harus rawat inap di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara karena kondisinya yang kronis.

Saat Fiona sampai di RS, dia langsung dibawa ke UGD untuk pemeriksaan kondisi matanya. Sedangkan orang tuanya harus mengisi formulir administrasi dimeja resepsionis untuk pendaftaran Fiona sebagai pasien.

Setelah selesai dengan administrasi, mereka menunggu dikursi yang tersediakan didepan ruang UGD sambil memeluk erat satu sama lain dengan penuh gejolakan emosi menunggu kabar dari Fiona. Mereka kembali merapalkan doa-doa untuk Fiona agar tidak terjadi hal yang buruk.

Dan beberapa belas jam menunggu, Fiona diperbolehkan menemui orang tuanya di kamar pasien. Betapa senangnya keluarga kecil ini dapat bertemu kembali setelah jam-jam menegangkan sebelumnya. Ayah dan Ibunya memeluk erat Fiona.

Walau merasa asing dengan kondisi yang tidak bisa melihat dikarenakan mata Fiona yang diselubungi oleh kapas dan kain kasa, dia membalas pelukan mereka setelah merasa sosok yang memeluknya adalah orang tuanya tersayang. Bahagia tercipta didalam tirai kamar itu.

Namun tidak lama. Seorang dokter yang merawat Fiona memanggil kedua orang tuanya untuk melakukan perbincangan 'orang dewasa'. Maka, Ayahnya perlahan-lahan melepas pelukannya dan disusul oleh Ibunya. Mereka diminta untuk mengikuti dokter tersebut ke ruangan-nya.

🌵🍂🌵

Suasana tegang menyelubungi ruangan praktik dokter. Orang tua Fiona sudah siap dengan kemungkinan terburuk yang terjadi. Namun perkataan pertama Dokter Indra sudah mengoyak hati mereka.

"Kami sudah melakukan semua yang kita bisa. Namun Virus yang menyerang mata anak kalian sudah menggerogoti kornea-nya."

Pasangan suami-istri ini bisa menebak apa kelanjutannya. "Anak kalian buta permanen."

Jeritan tertahan dari Bu Naresha menggetarkan ruangan. Tangisannya dia limpahkan ke tubuh Suaminya sehingga membasahi baju pasangannya yang berwarna abu-abu gelap.

Pak Suryadi walau tampangnya diam, sebenarnya hatinya hancur berkeping-keping. Bahkan lelaki terkuat sekalipun bisa menangis saat mengetahui hal yang paling dia sayangi harus menderita.

Dari ruang pasien, Fiona tidak dapat mendengar percakapan mereka. Hanya dia yang tidak mengetahui kondisi matanya. Tapi gelora hati orang tuanya seperti dapat menempus melewati pintu kamarnya. Dan tanpa sadar, Fiona menitihkan air matanya dibalik baluran kapas dan kain kasa dengan setitik darah di pipi kirinya.

TBC! 🍵

Thank you for READING, VOTE, AND COMMENT!
Mohon dukungannya tuk Novel Superhero ini 😜

*Latar, waktu, tokoh dan organisasi dalam cerita ini adalah fiksi dan tidak berkaitan dengan kejadian nyata

Half HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang