bab 3

17.9K 1.3K 29
                                    

Awali dengan
vote ya manteman

Kalau ada typo tandai ya biar bisa diperbaiki sesegera mungkin 🙆


Sabian menghela nafas berat membuat seseorang di depannya itu menatapnya aneh karena terus-menerus menghela nafas, Sabian dikenal dengan kepribadian ramah dan selalu memperhatikan raut wajah bahagianya, bahkan banyaknya pasien dan banyaknya kata-kata tidak sopan keluar dari mulut keluarga pasien kepada dirinya tidak serta merta membuat raut wajahnya terlihat lelah, namun kali ini hanya karena wanita di ruangan VVIP itu membuatnya bisa sampai seperti ini.

"Ada apa, Bi?" Tanya Ryan.

Sabian tersenyum tipis, "cuman masalah kecil," jawabnya.

"Masalah kecil kok sampai segitunya? Nggak biasanya kamu kayak gini, dijodohin lagi, ya?" Tebak Ryan Sangking seringnya ia mendengar Sabian dijodoh-jodohkan dengan beberapa wanita oleh mamanya.

Umur yang seharusnya seorang pria sudah memiliki tambatan hati dan sedang menjalani percintaan yang serius membuat sang mama harus turun tangan karena putra pertamanya seperti enggan mencari tambatan hati. Sabian bukannya enggan hanya saja belum ada yang pas untuknya, ia bukan seseorang yang pemilih dan memiliki patokan ia hanya mencari seseorang yang klop dengan dirinya itu saja.

"Besok giliran kamu yang jaga sama dokter Gita?" Sabian mengangguk sambil menatap Stetoskop yang diletakkannya di atas meja, "ingat Dokter Gita udah punya calon suami, kamu jangan berharap lagi sama dia," ucap Ryan mencoba mengingatkan temannya itu.

"Astagfirullah, kamu sepertinya juga kemakan omongan orang-orang yang salah mengartikan kedekatan ku sama Gita." Sabian memang sangat dekat dengan dokter Gita keduanya sudah kenal sejak maba, ia dan Gita adalah teman seperjuangan jadi tidak ada masalah apapun kalau keduanya memang sedekat itu karena sudah kenal sejak lama.

Ryan mengangkat bahunya tidak peduli dengan perkataan Sabian. "Sebagai teman yang peduli aku hanya mengingatkan," ujar Ryan menyebalkan.

"Terserah lah."

Pintu ruangan terbuka menampilkan Dokter koas yang sedang berjalan terburu-buru menghampiri Sabian, wanita itu terlihat lelah dengan tampilan yang begitu pucat.

"Pasien Dokter di ruangan VVIP nomor 5 enggan kalau saya yang memperbaiki infusnya yang tersumbat mengakibatkan infusnya berdarah," penjelasan perawat itu dengan sopan namun nada suaranya terdengar gugup.

Ryan menatap Sabian lurus sambil memberi kode ke Sabian agar menangani pasiennya.

"Kenapa kamu harus mendengarkan perkataannya? Dalam situasi seperti itu harusnya kamu nggak perlu mendengarkan perkataannya dan langsung bertindak!" Ujar Sabian menghela nafas berat, kenapa wanita itu terus saja membuat ulah.

"Maaf Dokter," ucap perawat yang Sabian tidak tahu namanya itu menundukkan kepalanya.

Dengan perasaan dongkol Sabian beranjak dari kursinya, seharusnya kalau hanya masalah infus itu bukan pekerjaannya lagi melainkan pekerjaan perawat, Sabian melangkah berat menyusuri lorong VVIP bagaimanapun juga selama wanita itu dirawat maka dia jadi tanggungan Sabian karena wanita itu adalah pasiennya.

"Lo apa-apaan sih mbak? Darahnya udah hampir setengah selang infusnya, kenapa lo larang perawat tadi yang perbaiki padahal dia udah tahu apa yang harus dia lakukan, gini nih kalau orang gila masuk rumah sakit khusus orang waras!" Kesal cowok yang sangat Sabian kenali meskipun yang terdengar hanya suaranya saja, Sabian menghela nafas lalu melangkah masuk. Kenapa dunia sesempit ini?

Gravity [TAMAT DI DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang