[❗] Budayakan Vote sebelum membaca! Satu Vote dari kalian sangat mendukung cerita ini berkembang.
[❗] Comment biar aku seneng✍
[❗] Jangan jadi silent reader, plis. Hargai penulis, berikan tanggapan positif. Jika ada kritik, sampaikan dengan bahasa yang baik.
And
Happy Reading 📖
☄️
Hari ini semua kelas jam kosong, guru-guru sedang rapat karena sebentar lagi akan dilaksanakan penilaian akhir semester satu. Devi duduk di kursi dekat dengan jendela kaca. Di samping kirinya ada Anas yang sedang memakan snack ringan. Di atas meja ada Edo, sementara Tifa dan Dhita berada di depan Devi.
Mereka sedari tadi membahas hal tidak penting, melihat murid yang lewat dari jendela kaca, kemudian membicarakannya, sekarang mereka membahas tentang sekolah SMP-nya dahulu. Ya, mereka satu sekolah dari SMP, begitupun dengan Affan, Zidan, dan Riko.
"SMP sekarang bagus, tau. Kemaren gue lewat di depannya," ujar Devi. Ingatannya terlempar pada saat dirinya menemani mamanya ke mall dan melewati sekolahnya dulu.
Dhita mengangguk "Bener. Gue juga lihat, kemaren gue ke bakery shop langganan mama. Gila sih, glow up parahh!"
"Kayak kampus. Kemaren muncul di fyp," timpal Tifa.
Edo mengerutkan kening "Iya? Kok gue gak tau?" tanyanya heran.
Devi mengangguk "Iya loh. Glow up, nggak kayak jamannya kita dulu. Masih gembel, sekarang keren banget," lirih Devi. "emang, ya. Sesuatu kalo ditinggal tuh pasti jadi indah," lanjutnya. Dia heran sekali karena semua sekolahnya, dari SD sampai SMP, baru akan direnovasi setelah dia keluar.
Anas yang sedari tadi diam, menoleh ke arah Devi, kemudian dengan bodohnya berkata, "Berarti, feses indah, ya?"
Devi yang mendengar itu refleks menoleh ke samping dan mendesis pelan, "Ya beda dong, ege!"
"Apa bedanya? Kan sama-sama ditinggal?"
"Emang feses bisa glow up?" balas Devi cepat.
Anas nyengir bodoh kemudian mengendikkan bahu "Siapa tau," gumamnya yang masih bisa didengar. Devi menggeleng pelan, pusing dengan tingkah random sahabatnya.
"Anas kan emang begitu. Aneh," cibir Tifa yang disetujui Dhita.
Baru saja Anas ingin menyela, Devi tiba-tiba menegakkan tubuhnya dan menoleh ke jendela. Telinganya menangkap suara Affan di luar sana. Benar saja, Affan sedang berjalan melewati kelasnya, sepertinya mau ke ruang osis. Cowok itu sedang bercanda dengan Riko dan Zidan.
Devi dengan cepat menaiki kursi kemudian melongokkan kepalanya ke luar jendela "Apan!" serunya membuat Affan dan dua sahabatnya menoleh.
Devi turun dari kursi, menatap sahabatnya "Bentar, ya," pamitnya pada mereka dan langsung berlari keluar kelas tanpa menunggu jawaban.
Tanpa ada siapapun yang menyadari, Anas menatap kepergian Devi dengan tatapan nanar. Sampai kapan seperti ini? Ingatannya terlempar pada saat dirinya menggoda Devi dengan bilang bahwa cewek itu terlibat friendzone dengan Affan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Rasa (TAHAP REVISI)
HumorTAHAP REVISI! JANGAN JADI SILENT RIDER, PLIS! HARGAI PENULIS. SATU VOTE DAN COMMENT KALIAN DAPAT MEMBUAT CERITA INI SEMAKIN BERKEMBANG. ☄️ Semoga rangkaian kata ini bisa membuatmu menghargai siapapun yang datang, sebelum mereka pergi dan tidak aka...