bab 1

25 2 0
                                    

Seorang lelaki saat ini tengah asik menggoreng telur yang sebentar lagi akan selesai.

Dihiasi senyuman tampannya, lelaki itu mengambil satu sendok teh lada halus dari tempat lada itu disimpan sembari menaburkan diatas telur yang sudah berwarna keemasan itu.

Beberapa detik kemudian, telur yang diatasnya ditaburi oleh lada halus itu dia balik sembari ditekan-tekan oleh spatula yang dia pegang.

"Semoga dia suka sama masakan ini." gumam lelaki tampan itu sembari mengangkat telur yang ia masak tadi dan memindahkannya ke piring datar.

Kemudian, lelaki itu membawa piring datar tersebut ke meja makan yang berada diruang tengah.

Dengan penuh harap, dia selalu berdo'a agar masakannya kali ini bisa membuka pintu cinta yang tertutup rapat untuknya.

"Aduh tuan... Mending bibi saja yang masakin buat tuan dan nyonya..."

Terdengar suara yang berasal dari belakang lelaki itu. Lelaki itu menoleh ke sumber suara yang bernada rendah itu.

"Tak apa bi, saya mau menyenangkan istri saya." ucapnya dengan senyum yang merekah.

Setelah mengatakan itu, lelaki dengan memakai kaos oblong sederhana itu menoleh jarum jam yang tertempel di dinding.

"Waduh, udah jam segini sudah waktunya buat tuan putri bangun dari tidurnya." Dengan cepat, lelaki itu langsung pergi meninggalkan seorang wanita paruh baya dari ruang makan.

Wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat perilaku tuannya yang seperti seorang ABG yang baru saja kenal dengan cinta.

Disamping melihat kelakuan tuannya, perempuan paruh baya tersebut merasakan kecemasan kepadanya. Bagaimana dia tidak cemas, "tuan putri" yang dianggap tuannya itu atau nyonya yang punya rumah ini selalu galak kepada suami yang tampan dan baik hati itu.

Padahal, sebelum dia menikah, wanita cantik itu selalu berkepribadian tenang dan santai kepadanya. Namun nyonya dari pembantu itu berubah setelah menikah dengan Yusuf menjadi pemarah dan suka emosian.

Jika dia bertemu dengannya lebih dulu, mungkin tuannya itu sudah dia jadikan menantu buatnya karena dia punya seorang anak perempuan yang seumuran dengan tuan dan nyonyanya.

"Semoga nyonya segera sadar...." harapan perempuan paruh baya yang sekarang pergi meninggalkan ruang tengah menuju ke dapur.

***

*Tak! tak! tak!*

Suara sepatu usang milik lelaki tampan itu terdengar cukup cepat. Dia sudah tak sabar untuk pergi ke kamar nyonya besar pemilik rumah ini, sekaligus istrinya.

"Semoga hari ini, dia mau menerimaku." katanya dalam hati.

Lelaki itu sudah sampai di sebuah pintu coklat dengan ukiran bunga-bunga yang berwarna putih. Di bagian tengah-tengahnya terpampang kotak nama yang tertempel di pintu itu.

*Ceklek*

Tanpa terduga, pintu itu terbuka dari dalam kamar. Padahal, lelaki itu hendak membuka pintu dengan tangan kanannya yang sudah siap untuk menekan gagang pintu kebawah.

Terlihat sesosok wanita cantik dengan baju kasual berwarna putih dengan tulisan 'seprem' dan memakai celana jeans, hendak keluar dari kamar itu. Dengan rambut panjang lurus, dan sorot matanya yang lembut, menambah kesan istimewa bagi sang lelaki.

"Eh, ternyata sudah bangun ya." ungkap lelaki itu dengan sudut di kedua bibirnya dia tarik ke atas.

Sorot mata yang awalnya lembut, berubah menjadi sorot mata yang tajam. Wanita itu menatap lelaki yang tadinya hendak membangunkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Terlambat!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang