senin

10 2 0
                                    

Hari senin adalah hari tersibuk bagi orang orang yang tinggal di ibu kota. Begitupun langit yang sibuk dengan semua urusan mengenai buku ke 5 yang akan terbit.

Langit melangkahkan kakinya masuk ke kantor penerbit untuk bertemu dengan editornya.

"hai la!!" sapa laki laki yang memakai kemeja birunya dan segelas kopi.

"hai dit!" balas langit ramah.

"kayanya sulit banget buat gua ketemu lu."

"engga segitunya kali dit."

"3 bulan loh la, gua harus nunggu lu selesai bersemedi."

"gua kan 3 bulan ini nyelesain projek buku gua kali dit." langit menyeruput kopi milik adit.

"kopi gua itu la!" geram adit.

"ya elah minta dikit."

"kenapa gua bisa betah 4 tahun jadi editor lu." gerutu adit.

"harusnya lu bersyukur dit. Gua ini penulis yang baik, yang suka dengerin editornya curhat kalau akhir bulan."

"serah lu deh la."

"yaudah gimana kelanjutan buku gua?"

Adit menghela nafas.
"la itu bukan cerita lu kan."

"bukan lah ya kali!!."

Adit beranjak dari duduknya dan mengambil ipadnya dan menunjukan kepada langit.

Langit menaikain alisnya bingung.

"buku ke 5 loh la"

"ya terus?"

"dari dua bulan yang lalu gua udah bilang kan. Lebih baik happy ending aja, lu harusnya dengerin gua buat ubah endingnya."jelas adit.

Adit putra, laki laki berperawakan jangkung berusia 27 tahun yang menjadi editor langit selama 4 tahun ini.

"dit sampe mulut lu pun berbusah busah. Bernanah nanah. Gua gak akan ubah endingnya." tegas langit.

"la pasar lu itu mintanya cerita yang happy ending bukan sadending."

"dit udah berpa kali gua bilang, gua gak peduli market gua yang penting gua seneng dengan cerita gua."

"la kalau ini buku ke 2 atau ke 3 lu sih gua bisa maklum. Tapi ini udah buku ke 5 lu la."

"emang kenapa sih sama sad ending?" kesal langit.

"udah cukup perih hidup ini la gak usah di tambah cerita lo yang bikin kesel dan mewek para pembaca lo."

"ya bagus lah kalau mereka merasakan emosi saat baca buku gua. Berarti buku gua emang berkualitas." langit menatap ke arah lain untuk menghindari kekesalan pada adit.

"emang kenapa sih sama happy ending, segitu najisnya amat lu gak mau merubah itu?"

"lo tau prinsip gak dit?!" adit menganggukan kepalanya.

"terserah mau prinsip ke apa ke. Yaudah kita bahas yang lain." kini adit dan langit fokus pada ipad milik adit.

"ini di sini lu harus kembangin lagi gambaran suasananya,biar pembaca bisa mudah memahaminya." langit mendengarkan dengan fokus penuturan adit.

"ini juga masih harus ada revisi kata kata yang kurang tepat. Sama satu lagi please musnahin kebiasaan typo lo. Bikin gua kerja ekstra."tukas adit.

Langit hanya menyunggingkan senyumnya.
"pokonya ya la, minggu depan lo udah harus beres revisinya. Soalnya pak bos udah ngasih banyak deadline ke gua."

"iya adit selow aja."

"selow selow!!. Awas aja kalau revisi buku lo tertahan akibat ke galauan lu. Gua ogah lagi jadi editor lu." ancam adit.

"kampret lu dit!!"

"udah ah lu balik sana, gua harus periksa buku dari penulis lain. Hari ini gua sibuk." tukas adit.

"so sibuk lu monyet. Dosa apa gua punya editor kaya lu."

"udah sana selesain dulu revisiannya. Baru deh nanti kita ulin atau lu boleh galau deh." adit berjalan meninggalkan langit yang kesal dengan adit.

Langit meninggalkan kantor dan menuju tempat favoritnya untuk mencari ide atau pencerahan.

Langit mengemudikan mobilnya menuju perpustakaan pusat.
Jalanan yang di lewati pun tidak terlalu macet.

"hari senin emang hari yang paling menyebalkan untuk semua orang"langit mendengus saat menuruni mobilnya yang sudah terparkir.

Langit masuk dengan tas ransel miliknya.
Setelah mengisi daftar pengunjung,langit mencari tempat yang sepi agar langit bisa berimajinasi dengan tenang.

Ia duduk di pojok ruangan dan membuka leptop miliknya dan memulai pekerjaannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

U L U RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang