Delapan tahun menikah dan delapan tahun pula Sehun menelan kecewa di kala dua garis merah tidak nampak pada alat tes kehamilan istrinya. Sampai kapan pun dia akan selalu kecewa.
"Tidak apa-apa," tutur Sehun. "Mungkin kita ditakdirkan untuk terus berusaha," lanjutnya menguatkan. Walau jauh di lubuk hatinya dia terluka. Sangat.
Rahee menunduk dalam, menatap hampa tespack di tangannya.
"Ini sudah yang ke sekian di delapan tahun usia pernikahan," lirihnya menggumam, pedih.
Yang kecewa bukan hanya Sehun, tapi Rahee juga. Dia amat sangat kecewa di tiap kali menaruh harapan pada rahimnya agar segera berbuah.
Tak ayal air mata pun luruh juga. Rahee terisak. Kenapa? Apa yang salah dengannya? Apa yang salah dengan suaminya? Kenapa sudah delapan tahun menanti, mengharap, tanda-tanda kehadiran janin tak kunjung tiba?
Mereka sudah usaha, mereka sudah berdoa, mereka melakukan segala cara yang dianggap benar dan mendengarkan apa kata orang supaya bisa cepat dapat keturunan. Tapi buktinya sampai sekarang selalu negatif hasilnya.
"Sabar, Sayang," bisik Sehun seraya meraih tubuh sang istri ke dalam dekapan. Dia mengecupi pucuk kepala Rahee dan mengusap bahunya dengan sayang, seakan menegaskan bahwa kekecewaan ini bukan masalah.
"Maaf," cicit Rahee tak henti menunjukkan kesedihannya. "Maaf sudah mengecewakanmu."
"Sstt, tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan."
Rahee terdiam. Tapi bagaimana jika kekecewaan ini berbuah? Bagaimana jika Sehun menyerah?
Mengingat, Sehun sangat menginginkan seorang anak hadir di antara mereka, Rahee pun sama. Tapi saat keinginan itu belum bisa Rahee raih, belum bisa menyenangkan Sehun dan malah selalu mengecewakannya, bagaimana jika Sehun lelah?
Sehun yang melihat kegelisahan di gelagat istrinya, langsung mengungkapkan, "Aku mencintaimu terlepas dari segala kekuranganmu."
Menghangat. Beban di pundak Rahee seolah terangkat, walau hanya kata-kata manis seperti biasa.
Rahee membuang napas pelan, kemudian mengangguk lemah. Lalu dia membuat jarak, menatap Sehun dan mengiba tentang hal yang tak bisa Rahee sampaikan.
Sehun berikan senyum terbaiknya, lalu mengecupi tiap inchi wajah istrinya. Sehun sangat mencintainya.
Dalam keadaan seperti itu, mereka harus saling menguatkan, saling menjaga, saling percaya, dan saling menyemangati.
Tapi, apa bisa?
"Aku yakin, suatu saat kita pasti diberi titipan."
Berupa seorang anak. Hal yang mereka idam-idamkan. Dan Sehun tahu, Rahee tidak akan bisa memberikan itu.
Rahee mengangguk, lalu kembali memeluk Sehun.
🍭🍭🍭
Esok harinya, Sehun pamit untuk pergi dinas ke luar kota.
"Biar ku antar sampai bandara."
Sehun menggeleng. "Wajahmu pucat, Rahee. Aku tidak mau terjadi hal buruk padamu."
"Baiklah."
Lalu Sehun mencium lama bibir Rahee sebagai bentuk perpisahan manis dengan istrinya.
"Aku akan menyuruh seseorang untuk menjagamu selama aku dinas di sana."
Rahee mengangguk. Lalu melambaikan tangannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/204372409-288-k134005.jpg)