03

570 41 1
                                        

Aku malu pada Bright jadi aku menolak ajakannya untuk makan siang. Aku tidak bisa melupakan kejadian kemarin. Aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Sekarang apa yang harus aku lakukan?

Apa itu bisa disebut ciuman? Bibirnya menyentuh bibirku, hanya itu. Aku belum pernah melakukannya jadi aku pikir ini adalah ciuman ddan Bright mencuri ciuman pertamaku.

Bukan-bukan, ini tidak bisa disebut ciuman. Aku sering melihat adegan seperti itu di televisi dan itu tidak sama dengan yang Bright lakukan padaku. Tapi tetap saja Bright menyentuh bibirku! Apapun namanya Bright tetaplah tersangka utama.

Aku tidak ingin bertemu Bright sementara waktu. Aku tidak marah tapi aku tidak punya muka untuk bertemu dengannya. Jika Shin tahu ini tentu dia akan meledekku habis-habisan karena dulu aku selalu marah apabila Shin menjodohkanku dengan Bright. Shin, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu.

Ponselku bergetar lagi setelah kuabaikan dari tadi. Aku tidak ingin bicara dengan Bright tapi aku takut dia berpikir jika aku menghindarinya.

"Hallo Bright?" Sapaku ramah. Aku berusaha untuk tidak gemetar

"Ai Pram ayo makan siang"

"Aku tidak bisa"

"Ai Pram! Na na na? Temani aku" Bright terus merengek membuatku serba salah. Aku ingin menolak tapi aku tidak tega.

"Oke khab" aku mematikan telepon sebelum dia menjawab lagi. Aku begitu malu sekarang. Benar-benar malu!

***

Sebenarnya aku malu pada Pramote dan tidak ingin menemuinya sementara waktu. Aku pikir Pramote juga merasakan hal yang sama. Tapi menghindar darinya justru membuatku semakin ingat kejadian itu. Sekarang apa yang harus aku lakukan?

Siang ini aku mengajak Pramote pergi makan. Kami memang selalu makan siang bersama tapi kali ini rasanya aneh, aku mendadak canggung pada Pramote. Pramote juga tidak seperti biasanya, ia lebih banyak diam dan tidak mengajakku bicara jika aku tidak bertanya. Aku jadi serba salah sekarang.

"Jangan taruh di piringku" Pramote menggeser piringnya saat aku hendak menaruh daging ke dalamnya.

"Aku tidak suka ini" aku tetap menaruh daging itu di piringnya dan ia mendengus kesal.

"Jika tidak suka kenapa kau selalu pesan menu itu" Pramote berkata kesal. Aku tidak ingin mengatakan alasannya karena aku malu.

"Apa demamnya sudah turun?" Aku bertanya pada Pramote. Ia hanya mengangguk karena mulutnya sibuk mengunyah.

"Pram, soal kemarin aku minta maaf ya" aku mengatakannya dengan hati-hati takut Pramote tersinggung dan tidak nyaman.

"Soal apa?" Pramote mengangkat wajahnya dan berekspresi seakan ia tidak tahu.

"Lupakan" aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Bagaimana bisa Pramote melupakan hal itu?.

Pramote menyelesaikan makannya lebih cepat dariku. Biasanya ialah yang paling lambat tapi kali ini ia makan seolah-olah ia ingin cepat pergi dari sini.

"Apa kau tidak nyaman?" Aku memperhatikan Pramote yang gelisah. Wajahnya tidak bersemangat sama sekali.

"Aku ingin ke toilet" Pramote beranjak dari tempatnya tanpa menjawab pertanyaanku.

***

Bright menunggu Pramote ke luar. Ia berdiri di depan toilet yang kebetulan sedang sepi. Bright yakin jika Pramote sedang menghindarinya. Bright ingin meminta maaf karena membuat Pramote tidak nyaman.

The Effect [BrightPramote] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang