(2) : Jasa Penyandang Asmara?

48 6 1
                                    

Ketika sang rindu merisak sarwa
Jangan hiraukan rasa yang menyeruak
Rasa yang t'lah hilang kembali datang
Hanya keredupan semesta yang mempertahankan

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.











































Jumantara yang masih saja merintih membuat Panji menghela sedih. Ia menampu wajahnya dengan tangannya sambil mendengarkan Bu Eko menerangkan materi Ketenagakerjaan dengan rasa bosan dan kantuk yang menerjang.

Ia melirik sang gadis, Rhea yang sangat fokus pada pelajaran. Panji tersenyum kecut mengingat perlakuan Rhea disaat dulu dan membandingkannya disaat sekarang. Perubahan yang sangat jauh, dan tidak tersentuh?

"Panji, coba kamu maju dan terangkan masalah pengangguran di Indonesia!," Panji terlonjak mendengar guru Ekonominya dengan suara yang meninggi.

Panji berdiri dari kursinya dan maju kedepan. Ia menghadap kearah teman-teman kelasnya dengan ekspresi tenang.

"Masalah pengangguran di Indonesia disebabkan karena kurangnya ladang pekerjaan yang memumpuni. Bisa karena kurangnya intensitas pekerja dalam bidang terlatih maupun tidak terlatih di dunia kerja, dan juga---"

"Oke stop. Kamu bisa duduk kembali. Lain kali dengarkan penjelasan Ibu dan tidak sibuk sendiri, mengerti?"

Panji tersenyum kecil dan berlalu menuju kursinya lagi. Rhea melirik Panji yang sibuk dengan ponselnya dengan raut wajah serius.

"Ngapain dia? Kok serius banget ngetiknya?," batin Rhea.

Panji yang menyadari ada yang melihat gerak-geriknya, langsung menolehkan kepalanya ke sumber objek.

Rhea.

Tatapan mata yang saling beradu dalam diam membuat kedua insan tersebut dilanda debaran yang melumpuhkan fungsi saraf seutuhnya.

Panji tersenyum dan Rhea langsung memutuskan kontak matanya dengan Panji. Ia merasa bodoh dan malu seketika. Bel tanda istirahat pun berdering. Panji membawa 1 buku dan pulpen dan beranjak keluar kelas dengan langkah tergesa-gesa. Rhea menangkap sinyal gelisah dari Panji, namun ia tidak terlalu menghiraukannya.

☆☆☆

Sang pemuda dengan langkah tegap dengan memasukkan kedua tangannya disaku celana membuat para pemudi Cakrayakta menahan nafasnya untuk tidak menjerit histeris.

Dikaruniai paras rupawan dan sejuta pesona tersebut, ia dilabeli sebagai most wanted panggung sarwa Cakrayakta. Dibakati penyandang pemuda frasa yang tidak luput dari perhatian seantero sekolah membuat sikapnya menjadi petakilan.

"Van, woy Gevan! Gue tadi nyari lo ke kelas, taunya maen keluyuran aja lo," sungut Gendra dengan ejekan jenakanya.

Gevandra Dwi Aksara, pemuda kelahiran Yogyakarta yang sedikit tidak tahu adat. Tidak pernah menaati peraturan, tetapi selalu mengerjakan tugas. Hey, bisakah kalian membantu menyadarkan pemuda frasa ini? Kepintaran otaknya selalu berhasil ia gunakan untuk kabur dari jeratan hukuman.

Gevan tersenyum miring, "Kenapa nyariin? Kangen lo sama gue?"

"Najis amat heran!," tukas Gendra dengan mengelus dada. "Ke basecamp, Yoga bakal gabung," sambungnya.

Gevan hanya terkekeh mendengar penuturan temannya. "Lo yakin dia beneran gabung? Ketos sibuk bro, ngapain dia maen-maen kesana?," ejeknya dengan jenaka.

KICAUAN CAKRAYAKTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang