Mark merasa semua sirkuit dalam otaknya terputus begitu bibir Donghyuck membungkus miliknya, mengisap dengan gerakan pelan, menjilatnya halus, sambil sebelah tangan mengusap tengkuk Mark penuh perhatian. Sedikit yang Mark tahu bahwa Donghyuck menyalurkan seluruh perasaannya, seolah berusaha mengatakan seberapa besar dia menginginkan ini, membutuhkan ini dan bersedia melakukan apa pun untuk memilikinya sepanjang hidup. Bibir Mark terasa seperti min hangat dan kegugupan, kering dan tegang, dan Donghyuck senang menggodanya, untuk memberikan dampak sirkuit yang lain bagi pemuda itu.
"Tunggu...." Mark melepaskan ciuman ketika otaknya mulai terasa seolah terbakar, menatap pada kedua manik Donghyuck yang bercahaya dan memancarkan nafsu serta rasa malu. Apa lelaki itu merasa malu telah menciumnya? Apa bibir Mark bukan satu-satunya yang ingin dia puja?
"Apa kau merasakan sesuatu?" Donghyuck berbisik, pegangannya pada tengkuk Mark melonggar dan tangannya jatuh ke sisi-sisi tubuh, menggantung sia-sia.
Mark tidak tahu bagaimana cara menggambarkan rasa yang dia rasakan. Ya, ciuman itu memang membuatnya merasakan sesuatu, sesuatu yang tak biasa, tak terdeskripsikan, sesuatu yang tidak Mark sangka akan sampai dia rasakan, di sini, sekarang, terutama bagi Donghyuck. Saudaranya, sahabatnya, teman seperjuangannya; Lee Donghyuck. Haruskah dia merasa khawatir?
Kemudian dia memandang lelaki yang menundukkan kepala itu, berdiri di hadapannya. Dia melihat bagaimana Donghyuck yang hanya diam seperti patung porselen, kedua tangan jatuh sia-sia di kedua sisi tubuh, sedang wangi lavendel mengisi penciuman Mark secara penuh, tak lagi yakin apakah itu sebab lilin-lilin aroma di setiap sudut ruangan atau tubuh Donghyuck yang terendam dalam air hangat beberapa menit lalu. Dia tidak tahu apa yang Donghyuck pikirkan tentang ciuman itu karena si lelaki terus menunduk, menyembunyikan wajah, memandang ke arah ubin, seolah ubin segi empat berwarna cokelat itu terlihat lebih menarik ketimbang apa pun. Bahkan Mark mulai khawatir keberadaannya sudah tidak disadari lagi.
"Ya." Mark akhirnya mengeluarkan jawaban yang telah menari dalam kepala, keluar dari belah bibirnya, menyita perhatian Donghyuck, membawa tatapan lelaki itu memaku padanya. "Aku merasakan sesuatu."
"Apa itu?"
Namun kemudian... "Aku tidak tahu." Mark berkata jujur. Dia masih tak tahu bagaimana perasaannya terhadap ciuman itu. Rasanya luar biasa, tapi juga amisㅡbagai sesuatu yang tidak seharusnya terjadi, namun di sisi lain, dia menginginkan lebih dan bersedia melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Dan kesadaran sontak menyentak dalam kepalanya. Itu dia! Itulah mengapa semua serasa tak terdeskripsikan dan amis, mengapa Mark merasa sedikit bersalah namun juga menikmatinya di saat bersamaan, dan mengapa jantungnya berdetak begitu kencang seolah hendak melompat keluar dari dadanya kapan saja.
Itu karena Donghyuck.
Ini Donghyuck yang tengah dibicarakannya. Sahabatnya, saudaranya, rekan kerjanya, dan dia adalah laki-lakiㅡselamanya akan tetap begitu; meski Donghyuck memiliki wajah cantik yang akan membuat gadis mana pun iri, berikut tubuh langsing sempurna yang terbungkus kulit cokelat lembut. Donghyuck jauh di atas kata sempurna, dan Mark mulai merasa takut. Ini tidak seharusnya terjadi, bukan? Atas kondisinya saat ini, dia menyalahkan semua fanfiksi porno yang dibacanya beberapa hari lalu dan membuat segalanya memburam, hingga pada titik Mark tak lagi mengenali dirinya sendiri.
Sebuah desahan napas kemudian terdengar setelah kesunyian panjang yang Mark ciptakan, seiring dengan pikiran dalam kepalanya yang enggan mereda. Dia melihat Donghyuck berjalan menjauh. "Jadi, kau sekarang sudah tahu," ujarnya.
"Apa?" Alis Mark terangkat, merasa sedikit bingung.
"Ciumannya," Donghyuck menyentak. "Tidak membawa suatu perasaan khusus, jadi bisa dikatakan kau baik-baik saja. Kau tidak seperti apa yang kaupikirkan. Fanfiksi memang menciptakan sesuatu, tapi itu tidak bisa memengaruhimu. Itu hanya... perasaan singkat, kau tahu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] I was Never Really Insane [Bahasa]
FanfictionTak pernah sekali pun dalam hidupnya, Donghyuck memiliki keinginan untuk membunuh seseorang. Tetapi di sinilah dia, mendelik ke arah Mark yang berdiri di seberang ruangan. • Markhyuck • Smut