Resign?

103 7 4
                                    

Berbicara tentang agama, membuat Raisa sedikit mual. Apakah ini balasan dari kejahatan dia menolak permintaan maaf laki-laki gila tadi?

Raisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jarak ke kantornya sudah lumayan dekat, membuat ia tak lagi bisa berfikir akan dibawa kemana hayalnya yang tak rampung itu.

Bekerja sebagai seorang designer membuatnya tak bisa semudah itu melepaskan Arga. Arga terlalu mahal untuk dilepaskan.

Hari-hari bersama Arga masih terngiang jelas. Arga selalu memintanya menjadi model untuk digambar. Kata Arga, hayalnya baru berjalan jika melihat sosok Raisa.

Dan nanti, Raisa hanya tinggal memberi ukuran dari setiap jengkal kain yang dibuat, menentukan jenis kain, lalu menjahit. 

Ya, mereka berdua adalah sebuah tim yang tidak bisa dipisahkan.

***

Andre masih sibuk memperhatikan cake yang ia buat. Berharap adiknya menyukai cake, adalah doa pertama yang selalu ia sematkan sebelum menyajikannya kepelanggan.

Pagi ini sudah ada seorang pemuda tampan duduk manis dicafenya, memesan satu porsi espresso klasik, lengkap dengan sajian roti yang biasa ia hidangkan juga.

Pemuda tampan itu seperti seorang bos yang sedang depresi. Setelan jas yang ia kenakan, laptop apple yang ia bawa, serta handphone keluaran terbaru sudah menandakan bahwa ia bukan dari kalangan biasa-biasa saja. Lagipula, siapa yang pagi-pagi sarapan dengan sebuah cake, selain dari kalangan orang-orang kelas atas?

Bekerja sebagai barista selama 2 tahun sudah membuat Andre memahami siapa saja yang datang ke cafenya. Dan itu adalah salah satu tujuan utama Andre membuat cafe. Ya, cafe itu adalah cafe pribadi milik Andre.

Mempelajari sifat orang-orang yang berseliweran datang, menaklukkan kekerasan hati mereka dengan secangkir americano, secangkir coklat panas, atau bahkan secangkir matcha sudah membuat ia puas.

Baiklah, mari kita lihat pelanggan satu ini.

"Selamat pagi Tuan," Sapa Andre ramah. Ia meletakkan cangkir espresso yang dipesan, lalu sepiring cake yang ia buat tadi.

"Silahkan dinikmati Tuan,"

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Cafe hening, tak ada jawaban. Membuat Andre sedikit kesal dengan tingkah laku pelanggannya itu.

"Mau tunggu apa lagi?" Gertak pemuda itu, membuat Andre tersenyum kecut, membungkukkan badannya hormat, lalu pergi.

Selalu seperti itu.

Tak semua pelanggannya suka dengan tingkah yang sering ia tunjukkan. Sepertinya yang ia fikir baik, menjadi sedikit tak enak dimata mereka.

Hmm, bukankah memberi yang terbaik untuk pelanggan adalah salah satu strategi marketing yang harus ditanamkan dalam kehidupan para pengusaha?

Dari jauh Andre mengamati pemuda itu. Wajahnya nampak serius, membuka laptopnya, lalu marah-marah tak jelas dihandphonenya.

Jelas sekali sedang ada urusan yang sangat penting dikantornya. Lalu, mengapa sekarang ia malah meminum kopi disini?

Andre hanya menggeleng heran. Bukan saatnya ia ikut campur dengan urusan pelanggan-pelanggannya.

***

Tergopoh Raisa memasuki kantornya. Beberapa orang sedang berkumpul ramai didepan meja kerjanya. Membuatnya merasa beribu kali tidak enak hati.

"Hulla my princess!!! Akhirnya yang ditunggu-tunggu dateng juga!" Aura berteriak histeris, cukup membuat seluruh orang menoleh kearahnya.

"Hei, maaf ya aku telat," Ucap Raisa, ia mencuri-curi pandangannya ke Arga. Pemilik wajah orientalis itu cukup membuat hatinya berdebar seketika.

Masih bolehkah ia berharap kepada seorang Arga?

"Emm, kalian ngapain ya kumpul disini semuanya?" Tanya Raisa akhirnya.

Ya memang seharusnya ia bersuara bukan? Lagipula dari tadi semua orang disini diam.

Aura menepuk jidatnya heran.

Beberapa orang disana tertawa cekikikan tak jelas, membuat wajah Raisa memerah lagi.

Apakah ada yang salah???

"Kamu duduk dulu dong," Pinta Arga lembut. Tentu saja masih dengan tatapan hangat yang dimiliki Arga, dengan bonus senyuman mautnya.

Arga kenapa sih? Gerutu Raisa dalam hati.

Bukankah baru beberapa hari yang lalu senyum dan tatapan itu sudah dicabut dari kehidupan Raisa?

Tapi, baiklah, setidaknya memang ia harus duduk terlebih dahulu. Ia cukup lelah.

"Baiklah, hari ini, saya Arga Reyhan Mahendra, ingin menyampaikan sesuatu,"

"Pasti mau resign," Celetuk Raisa malas, membuat beberapa orang disana membelalakkan matanya.

Lagipula, siapa yang berani berbicara seperti itu kepada sekertaris CEO perusahaan?

Arga tertawa kecil, "Kata siapa saya mau resign?"

Pernyataan singkat Arga cukup membuat orang-orang disana membelalakkan matanya

Hai semuanya! Jangan lupa ya! Vote, comment, dan sarannya... karena, penulis akan rajin up kalau ada yang mendukung😁😁😁 terimakasih...

Happy reading guys


Canvas CafeinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang