part 6

6 2 0
                                    

“Kenapa lu nggak langsung ngomong? Malah lu selalu ngerjain gue. Lu kayak mau
mempermalukan gue di depan orang. Semua yang gue lakukan selalu lu ancurin dan seakan lu
benci banget sama gue. “ kata-kata Andrew berubah jadi agak ketus.
“Gue nggak ada maksud kayak gitu kok. Tujuan gue cuman mau nunjukin ke elu, siapa diri lu
sebenernya. Kalo lu itu murni cewek!” Andro mencoba meralat semua kesalahpahaman yang
udah bersarang di kepala Andrew.
“BTW, gue masih inget nama lengkap lu yang biasa gue singkat
Asep. He... he... he.. Terus lu jadi marah-marah kalo gue panggil gitu. Nama panjang lu Alendra
Septiani Puspita kan?” kenang Andro bangga sambil tertawa-tawa.
Tanpa jawaban atau tanggapan, Andrew berdiri dari tempatnya. Dihirupnya lagi udara segar
dalam-dalam. Setelah itu dia beranjak ke mobil.
“Mau ke mana?” tanya Andro heran.
“Ya pulang ke Jakarta-lah. Udah sore nih,” Andrew tetap berjalan ke arah mobilnya dan masuk.
Tak lama dia men-starter mobilnya. Andro menyusul dari belakang.
“Heh! Kalo ada cowok, nggak pantes cewek yang nyetir,” tahan Andro dengan membuka pintu
dekat jok setir.
“Udah naik aja. Gue nggak pengen gara-gara lu nyetir jadi nyasar dan nggak bisa pulang lagi,”
tanggap Andrew remeh. Andro tetap bersikukuh dengan apa yang udah dia ucapkan. Tangannya
nggak melepaskan pintu warna hitam itu.
“Trust me and you will get home as soon as possible. Lagian kalo lu kecapean, bisa-bisa gue
yang nggak selamat,” jawabnya tegas.
Setelah merasa percaya dengan ucapan Andro., Andrew pindah ke kursi samping kiri. Sepanjang
perjalanan, keduanya menikmati indahnya lampu-lampu yang menyala dari rumah-rumah di
bawah Puncak. Seperti melihat bintang di bumi. Mereka sama-sama berkhayal suasana ini
menjadi semakin indah kalo diiringi musik. Wuihhh... romantis.
Andrew menyetel MP3 di mobilnya. Itung-itung sebagai pengiring perjalanan. Sedangkan Andro
menyetir dengan serius karena jalan lumayan berliku-liku dan jalanan udah gelap. Andrew yang
sudah agak lelah hanya bertugas memantaunya dan memberi petunjuk arah sambil sesekali
menikmati pemandangan yang dilewatinya.
Entah mengapa, di hati mereka seakan telah terjadi sesuatu yang terukir. Mungkin karena
kejadian yang mengharukan tetapi lumayan romantis tadi.
“Len, lu ngajak gue ke sini bukan Cuma buat nonjokin gue kan?” singgung Andro setelah
mengecilkan sedikit volume MP3 yang lagi memutar lagu American Idiot-nya Green Day.
“Maksud lu?” tanya Andrew yang nggak ngerti maksud kata-kata Andro.
Andro terdiam sejenak. “Masa lu nggak tau sih?” tanyanya.
Kerutan di dahi Andrew udah kebentuk lagi setelah mendengar pertanyaan Andro yang penuh
teka-teki.
“Ah, nggak berperikemanusiaan banget sih lu! Udah tadi siang gue dibekap, ditonjok, terus
dibawa jauh-jauh ke sini.... Masa’ lu nggak tau keinginan gue sih,” terangnya panjang lebar.
“Apaan sih! Nggak jelas banget.” Jawabnya ketus.
“Gile lu ya!” suara Andro makin meninggi gara-gara udah keroncongan.
“Salah sendiri ngomongnya muter-muter,” tepis Andrew.
“Ya elah, jadi cewek kok nggak ada sensitif-sensitifnya. Gimana ntar kalo jadi istri orang,”
ceramahnya.
Teguran Andro nggak digubris Andrew sama sekali, malah dia ikut memonyongkan bibirnya
sambil komat-kamit sendiri. Dukun aja kalah tuh cepetnya.
Daripada nunggu lama-lama, dengan senang hati Andro mengambil keputusan sendiri. Karena
dia yang lagi pegang setir, dengan mudahnya Andro menghentikan mobil di salah satu tenda
pinggiran jalan yang menjual jagung bakar.
Ternyata di dalam tenda itu nggak ada meja atau tempat duduk, yang ada tikar. Kebayang
gimana semakin dinginnya angin malam di Puncak. Like a hero, jaket coklat yang dipakai Andro
langsung dipakaikan ke tubuh Andrew begitu melihat gelagatAndrew yang dari tadi menggosok
tangannya berkali-kali.
“Ke puncak nggak lengkap kalo nggak makan ini. ...,”ucapnya dengan bangga sambil
memegangi jagung bakar rasa pedas manis miliknya.
“Kampungan amat sih lu! Di deket rumah gue juga ada yang jual kale. Pake atas nama Puncak
segala!” celetuk Andrew nggak rela ngeliat Andro senang.
“Biarin....!” balasnya acuh.
“Kalo gitu, punya lu buat gue aja,” rebutnya dari tangan Andrew yang masih sibuk niupin jagung
bakarnya.
“Balikin!” protes Andrew dengan tatapan tajam.
“Katanya di Jakarta banyak, makan aja di Jakarta.” Ledeknya sambil menyembunyikan jagung
bakar milik Andrew di balik punggungnya.
“Iya,, iya... Nih gue balikin daripada harus dapat satu tonjokan lagi,” Andro menyerah setelah
sadar posisinya kalah. Mata Andrew benar-benar mengancam.
“Ndro, gue mohon jangan bilang-bilang ke temen-temen tentang siapa gue,” pinta Andrew
serius.
“Beres! Gue kan sahabat lu dari dulu yang paling baik,” ucapnya meyakinkan.
“Asal... lu bayarin makanan gue ini,” susulnya dengan senyum bandel yang biasa dipajang
everywhere n everytime to everyone.
“Janji dulu!” Andrew mengulurkan kelingkingnya. Andro membalas disertai senyuman.
Sesaat kemudian, HP Andrew dengan ring tone ‘bayi tertawa’ berbunyi. Di layarnya tertulis
‘home sweet home’. “cute juga nih anak,” pikir Andro dalam hati.
“Halo....,” sapa Andrew setelah menerima panggilan.
“Ndrew, lu di mana?” sahut seseorang di sana yang ternyata suara Ditha.
“Gue lagi on the way sama Andro. Pulangnya nggak nyampe malem banget kok.”
“Loh, Ndrew....” Ditha terdengar agak kaget.
“Udah.... nanti aja ceritanya,” potong Andrew sebelum ditha kebablasan nanya ini-itu.
Setelah Andro menghabiskan lima biji jagung bakar dan dua gelas susu hangat, akhirnya mereka
melanjutkan perjalanan lagi. Waktu tahu itu, Andrew sempat geleng-geleng kepala. Apalagi
setelahnya Andro bersendawa plus cengar-cengir. Ih.. Andrew bergidik aja.
Perjalanan ke jakarta lumayan cepet., hanya butuh waktu satu jam dengan kecepatan 100
km/jam.
Pukul delapan lewat sedikit akhirnya Andrew sampai di depan rumahnya. Tadinya sih Andrew
nawarin nganter Andro, tapi ditolak Andro. Katanya mending dia yang pulang sendiri karena dia
kan cowok daripadaAndrew yang harus pulang sendiri. Andro pun turun dan pulang naik taksi.
‘Ndrew, masuk ke kamar gue,” perintah Ditha sambil menarik tangan Andrew.
Andrew keheranan. mana dia masih pake seragam plus jaket. Badan juga rasanya lengketlengket.
“Udah... ikut gue dulu!” paksa Ditha. Akhirnya Andrew nggak banyak protes karena udah
setengah sadar gara-gara kecapean.
“Emang ada apa sih?” gerutu Andrew sambil merebahkan badannya di atas bad cover bercorak
bintang-bintang. Sejuknya udara dan empuknya kasur ditha bikin Andrew bawaannya mau tidur
aja.
“Lu ngapain sama Andro? Bahaya tau!”
“Bahaya gimana? Orang gue yang nonjokin dia dua kali kok. Gue Cuma meluruskan
kesalahpahaman selama ini, “ tanggapnya.
“Maksudnya kesalahpahaman apa?”
“Gue pikir selama ini dia dendam ama gue, makanya gue pengen beresin semua. Tapi udah clear
kok. Katanya nggak ada dendam sama sekali. Jadi lu tenang aja dan nggak usah mikir macemmacem.
“Tetep aja,Ndrew, lu mesti ati-ati ama dia. Kita kan nggak tau apa yang terjadi selama delapan
tahun sama dia.” Ditha mencoba mengingatkan, tapi kayaknya si kebo eh Andrew udah molor
duluan. Ditha hanya pasrah nggak nerusin kata-katanya dan membiarkan Kakaknya lelap
tertidur.
......
“Halo....,” sapa Andro setelah menaruh tasnya di meja. Wajahnya dihiasi dua warna biru hasil
insiden kemarin.
“Apaan sih! Sok deket deh,” protes Andrew jutek.”Kejadian kemarin bukan berarti membuat kita
jadi deket banget. Inget tuh1”
“Lah, segitunya....” Sambil berdiri dengan gaya cool., Andro menaruh selembar kertas dan
selembar uang 50 ribuan di atas meja Andrew.
“Apa lagi nih?”
“Baca aja sendiri. Udah di sekolahin dari TK ampe SMA masa masih nggak bisa baca?”
“Gila!” jerit Andrew setelah selesai membaca. “Maksud lu apa nih kasih gue daftar makanan
sebanyak ini!!!”
“Ya buat lu belanjain lah. Kan lu masih jadi pembantu gue. Kalo lu lupa, gue ingetin tuh status
lu. Perlu lu ketahui, kejadian kemarin nggak ngaruh sama status lama lu!”
“Ogah!” Andrew melempar kertas itu.
“Lu nggak mau ban mobil lu dikempesin kan?”
“Dan lu juga nggak mau motor keren lu gue ancurin kan?” potong Andrew dengan nada nantang
dan lebih nyolot.
“Ooo... Tapi lu nggak mau Ditha kenapa-napa kan? Kalo lu nggak pikun harusnya lu masih inget
sama Bella. Dengan senang hati pasti dia mau bantu gue buat ngapa-ngapain Ditha,” ucapnya
santai. Mata tajam Andrew langsung menatap Andro, tapi sayangnya perlawanan tanpa suara itu
nggak membuat Andro menarik perintahnya.
“....”
“....” Mereka Cuma saling menatap.
Selang beberapa saat, akhirnya Andrew memasukkan daftar belanja plus uangnya ke kantong
bajunya.
“Dasar chicken!!!” ucapnya ketus.
“Terima kasih... Tapi ngomong-ngomong, banyak orang yang suka sama ‘chicken ‘ loh.” Andro
kembali ke mejanya.
“Jangan lupa lu sendiri yang harus belanja!” Andro membalikkan badannya lagi buat ngingetin.
............
Kring... kring... Bel istirahat udah berbunyi. Andrew melangkah ke kantin dengan malas garagara job barunya yang menyebalkan itu apalagi ngebayangin wajah Andro yang girang.
Setelah ngantri panjang dan desak-desakan sama temen-temen lain, akhirnya Andrew berhasil
membawa makanan pesanan Andro. Dia bawa satu kantong besar di tambah satu mangkok
empek-empek komplit kuah dan sambalnya. Gara-gara itu Andrew jadi pusat perhatian anakanak yang ketemu dia. Abis kayak bawa buntelan sih.
“Nih, pesenan lu!” Andrew menaruh semua bawaannya di atas meja Andro dengan wajah jutek.
“Wah, banyak banget belanjaan lu. “ si tamu nggak diundang, Jackie, tiba-tiba muncul.
“Itu karena Andrew terlalu baik. Dia tau kalo gue ulang tahun, jadi dibawain makanan segini
banyak,” komentar Andro dengan senyum. Andrew yang udah mau meledak-ledak lagi, jadi
diem aja.
“Lu ulang tahun?! Happy B’day ya,” ucap Jackie senang sambil menyalami Andro.
“Thanks....”
“Kalo gitu, minta makanannya dong.”
“Ambil aja.”
Tanpa basa-basi Jackie mengambil dua buah kue dan langsung menikmatinya setelah kembali ke
kursinya.
“Eh, enak banget empek-empek yang lu pesen. Tau aja kalo gue suka pedes. Lain kali lu aja yang
beliin makanan buat gue ya.” Andro masih menjulurkan lidahnya yang kepedesan dan muka
penuh keringat. Mukanya merah semua.
“He... He... “ senyum Andrew terpaksa.
.............
“Eh, beneran lu ulang tahun?” tanya Andrew memastikan begitu sekolah usai. Ternyata dari tadi
dia penasaran.
“Ehem.. ehem.. “ andro pura-pura batuk kecil, nggak nyangka ditanya gitu.
“Iya dong. Kalo nggak percaya lihat aja nih. Di situ tertulis tanggal lahir gue 23 juli.” Andro
mengeluarkan kartu pelajar dari dompet yang memang mencantumkan tanggal 23 juli sebagai
tanggal lahir Andro, yang berarti hari ini.
“Ooh.. ya udah... Da.. dah... ,” pamit Andrew sambil melangkah pergi.
“Stop!” cegah Andro yang membuat Andrew berhenti melangkah.
“Apaan lagi?” Andrew berbalik.
“Lu nggak bisa pergi gitu aja setelah nanyain itu ke gue. Lu harus ikut gue!” tariknya tanpa
kompromi.
“Mau ke mana?”
“Udah, ikut aja!”
“Gue nggak mau kalo nggak jelas,” tolaknya sambil mencoba melepaskan tangan Andro , tapi
sayangnya nggak berhasil. Andro sama sekali nggak mau kalah, dia tetap memegang Andrew
erat.
“Karena hari ini ulang tahun gue, lu harus nurutin satu permintaan gue.” Tanpa melawan lagi
Andrew melangkah mengikuti Andro.
“Hah?! Mau ngapain ke sini?” tanya Andrew heran ketika Andro berhenti di ruang ekskul teater.
“Udah, nurut aja.”
“Hai, Ndro!” sapa Tonny, salah seorang anggota ekskul teater ini.

Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang