part 8

5 1 1
                                    

“Apa lagi?”
“Gue Cuma pengen bilang, jangan terlalu sering panggil gue dengan nama ‘Len’. Nama gue
Andrew.
“Oke”. Andro langsung berlalu dengan dinginnya. Melihat kejadian sejak tadi siang, Andrew
masih nggak ngerti dengan perubahan sikap Andro yang jadi aneh...
.....
“Jack, Andro kok belum datang ya?” Udah lumayan lama Andrew nungguin Andro yang nggak
nongol-nongol juga. Andrew penasaran, dia pengen tanya penyebab keanehannya kemarin. Tapi
sampai bel masuk, Andro masih belum datang juga. Biasanya Andro nggak pernah begini,
makanya Andrew jadi tambah penasaran.
“Sakit kali.”
“Ha, sakit?! Jelas-jelas kemarin sehat begitu.”
“Ye.... nggak percaya. Dia tuh kemarin udah nggak enak badan, Cuma suka maksain diri. Udah
ah, Pak Bondan udah dateng tuh.”
“Ooo....”
Pikiran Andrew langsung bekerja cepat. Semua kejadian kemarin diingat-ingat lagi dan akhirnya
dia membuat kesimpulan sendiri. Menurutnya semua sikap aneh Andro dikarenakan dia sedang
sakit. Tapi apa iya.... orang sakit makan es krim segitu banyaknya ya?! Nggak masuk akal juga.
Buat Andrew, pelajaran hari ini terasa lamaaa banget. Sebab utamanya karena sahabatnya alias
Andro nggak masuk sekolah. Terasa ada yang hilang. Biasanya Andro selalu ribut di sebelahnya
dan sering ngejahilin.
Secara nggak sadar sekarang Andrew udah berada di depan rumah Andro. Masih memakai baju
seragam, Andrew membawa buah-buahan, syarat yang biasa dibawa untuk jenguk orang sakit.
Setelah memencet bel, tak lama kemudian seseorang keluar menghampiri Andrew. Sepertinya
sih pembantunya.
“Mau ketemu siapa ya?” tanya orang itu sambil memerhatikan Andrew dengan seksama.
“Ketemu Andro, Bi. Andro-nya ada?”
“Ada, silakan masuk.”
Akhirnya setelah seperti tersangka Andrew dibolehkan masuk.�

Begitu masuk ke dalam, eh ketemu lagi sama seorang tante dan anak perempuan di ruang tamu.
Kayaknya sih saudaranya Andro. Mau duduk nggak enak, mau jalan nggak enak, yang ada malah
dilihatin dari atas sampai bawah.
“Temennya Andro ,ya?”
Andrew langsung mengangguk.
“Langsung naik aja, kamar Andro ada di sebelah kiri. Ada namanya kok.”

“Iya. Permisi....,” jawab Andrew pelan.
“Kayaknya gampang banget di sini ya, cewek bisa masuk kamar cowok. Enak banget Andro bisa
bawa cewek sesukanya,” pikir Andrew sembari menaiki tangga.
Waktu Andrew membuka pintu kamar Andro yang dilabelin namanya besar-besar, terlihat Andro
sedang tidur. Karena nggak pengen mengganggu. Andrew berniat menaruh buah yang
dibawanya di meja sebelah ranjang Andro, lalu pulang. Sebelumnya sih sempet ngintip wajah
Andro yang membelakangi arah pintu. Tapi...
“Ngapain lu ke sini?” tanya Andro tiba-tiba waktu Andrew akan keluar dari kamar.
“Loh, lu nggak tidur?”
“Ngapain lu ke sini?” tegas Andro sekali lagi dengan dingin tanpa beranjak dari tempat tidurnya.
“Gue Cuma mau jenguk lu. Kata Jackie dari kemarin lu udah nggak enak badan. Gue jadi nggak
enak udah minta lu buat nemenin gue. Tapi thanks atas bantuan lu,” jawab Andrew spontan.
“....” Andro tidak menanggapi.
“Ya udah, gue pulang aja sekarang. Sori udah ganggu tidur lu.” Andrew membuka pintu kamar
Andro.
Tanpa diduga Andro langsung bangun dari tempat tidurnya dan menarik badan Andrew yang
sudah setengah keluar dari kamarnya.
“Duduk dulu,” perintah Andro tanpa ekspresi. Andrew menuruti saja keinginan Andro.
“Gara-gara sakit, lu jadi aneh dari kemarin. Masih belum sembuh penyakit aneh lu?” ungkap
Andrew blak-blakan sambil meraih bangku yang ada di bawah meja belajar Andro.
Suasana hening seketika tanpa jawaban dari Andro. Dia masih sibuk menuangkan minuman dari
kulkas kecil ke dalam gelas. Sedangkan Andrew sibuk melihat-liha sekeliling kamar.
“Nih!” Segelas soft drink disodorkan ke Andrew.�

“Thanks. Uhmm.... Kamar lu bagus juga ya. Ngomong-ngomong di sini gampang banget bawa
cewek masuk ke kamar.”
Andro mengambil sebuah kaca besar yang disandarkan ke tembok, lalu menaruhnya ke depan
Andrew.
“Lu liat dong diri lu di kaca! Emang dandanan kayak gini pantes kalo dibilang cewek?” sindir
Andro.
“Iya juga ya.” Wajah Andrew berubah bodoh setelah sadar.
“Tapi lu ngapain sih sengit banget sama gue? Ngingetin kan nggak harus gitu.” Dikatain seperti
itu wajah Andro malah makin mendekat. Bingung? Ya jelaslah, bikin Andrew tambah bingung.
“Jangan pernah ngomong sama gue lagi kalo lu belum putus sama Ryan,” ucap Andro serius.
“Itu nggak mungkin, Ndro. Lagian siapa lu! Nyuruh gue kayak gitu.”
“Ya udah, jangan ngomong sama gue lagi. Keluar dari kamar gue sekarang !” bentak Andro
emosi.
“Ndro, lu masih sakit ya?” tanya Andrew bingung.
“Keluar!” bentak Andro lebih keras sambil membuang mukanya. Karena takut dan bingung,
Andrew keluar dengan kesal. Andro yang masih di dalam kamar membanting buah pemberian
Andrew dengan kesal. Nah, si Bibi yang berdiri di depan pintu sambil membawa kue jadi
bengong deh ngeliatin adegan barusan.
.....
Sehari setelah kejadian itu, tidak ada yang berusaha membuka pembicaraan di antara mereka,
bahkan Andro bersikap menghindar. Ternyata aksi diem-dieman itu nggak Cuma berlangsung
satu hari, tapi hampir satu minggu. Waktu latihan teater pun mereka nggak kompak sama sekali,
bahkan terkadang Andro pergi di tengah-tengah jam latihan.
“Ndro, lu kenapa sih?” kejar Raimon waktu Andro pergi begitu aja.
“Gue nggak kenapa-napa. Cuman nggak enak badan,” elak Andro.
“Lu nggak usah boong. Semua anak juga udah tau kalo lu sama Andrew lagi punya masalah.
Tapi nggak gini caranya!”
“Masalah apaan sih.” Andro ngeloyor pergi.
Setiap kali dicegat Raimon, pasti Andro ngeloyor pergi gitu aja sampai anak-anak jadi pada
pusing ngeliatinnya. Masa iya sih pangeran sama Cinderella latihan sendiri-sendiri. Selama itu �juga, Andrew hanya menghabiskan waktunya sama Ryan. Dia berusaha melakukan hal-hal
menyenangkan bersama Ryan untuk melupakan pertengkarannya dengan Andro. Toh, Andro
bukan apa-apanya.
Dia Cuma pembuat masalah yang membuat hidup Andrew semakin kacau. Tapi apa memang
bisa Andro dilupain begitu saja. Akhir-akhir ini Andro selalu nemenin Andrew. Bahkan di saat
Andro sakit dia masih berusaha nganter ke bandara. Padahal buat Andro, nggak ada untungnya.
Terus terang masalah ini belum bisa lepas dari pikiran Andrew. Punya musuh pastinya nggak
ngenakin banget. Apalagi temen main sendiri.
.....
Setelah satu minggu sejak pertengkaran itu, akhirnya Andrew menelepon Andro. Andrew udah
siap dengan risiko yang nggak enak sekalipun. Tadinya Andrew ragu banget. Udah beberapa kali
dia neken nomor HP Andro, kemudian menutup teleponnya kembali. Tapi akhirnya dia
memutuskan untuk menelepon juga daripada kasusnya jadi berkepanjangan.
“Halo...,” jawab Andro agak dingin.
“Halo, Ndro. Gue ganggu ya?”
“Nggak. Lu tau darimana nomor HP gue?”
“Dari Jackie.”
“Ah, emang bener-bener tuh anak!” gerutu Andro.
“Ndro, kalo gue ganggu konsentrasi lu di teater, lebih baik gue diganti dengan Cinderella lain.”
“Ah, nggak kok.” Nada bicara Andro mulai normal.
“Lagi pula mana mungkin masih ada cowok yang secantik lu,” candanya.
“Satu lagi, gue mau minta maaf sama lu kalo gue buat salah. Meskipun gue nggak tau apa salah
gue.” Nada bicara Andrew terdengar pelan.
“Sebenernya bukan lu yang salah. Cuma karena Ryan, menurut gue dia itu....”
“Ndro, tolong jangan bicara jelek tentang dia ke gue. Lu kan belum tau apa-apa tentang dia,”
potong Andrew.
Andro menarik napas sambil memejamkan mata sejenak untuk menahan emosinya.
“Oke”
“Ngomong-ngomong lu lagi di mana,Ndro?”�

Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang