PART 8

20 2 0
                                    

"Di dunia ini gak cuma dihuni Lo doang, Kir, jadi jangan pernah ngerasa sendirian. Gue akan selalu ada buat Lo."

***

"Lo udah gila ya!" seru Kirana pada cowok di hadapannya. Sementara seseorang yang di maksud hanya cengar-cengir merasa tak berdosa berdiri dengan tangan yang di lipat di dada.

Arghh, rasanya gadis itu ingin menelan laki-laki dihadapannya sekarang juga.

Sekarang mereka tengah berada di luar ruangan. Kirana duduk di kursi, sedangkan Rama berdiri di sebelahnya.

"Nanti kalo mama mikir yang enggak-enggak gimana?"

"Udah santai aja lagi."

Kirana hanya berdecak sebal mendengar perkataan Rama yang terdengar santai, seolah ia sedang tidak habis melakukan kesalahan.

"Ngomong-ngomong, mama Lo sakit apa Kir?"

Mendengar pertanyaan itu, mata Kirana tiba-tiba saja membulat. Entah, perasaan panik, atau justru malu. Ah tidak, ini lebih ke perasaan takut. Kirana takut jika Rama mengetahui apa penyakit mamanya, lalu ia menjauhi Kirana.

Tidak, Kirana tidak siap menerimanya kenyataan itu.

"Kir..." ucap cowok itu lagi menyadarkan lamunan Kirana.

"Are you ok?"

Kirana mengangguk pelan, "mama gak papa."

Rama mengernyitkan keningnya hingga alisnya bertautan. "Lo yakin? Kalo ada apa-apa, Lo cerita aja Kir."

Tiba-tiba saja seorang dokter datang berjalan menghampiri Kirana. Dokter itu tersenyum ramah saat melihat Rama di sebelahnya.

"Bisa bicara sebentar di ruangan saya dek? Saya ingin membahas soal kemoterapi yang harus di lakukan oleh Ibu Liona."

Perkataan dokter itu sukses membuat Rama terkejut bukan main. Mendengar kata "kemoterapi" di sebut, membuat otak Rama bekerja keras memikirkan penyakit apa yang sebenernya di derita oleh mamanya Kirana.

"Baik, dokter."

Setelah beberapa langkah dokter itu meninggalkan Kirana. Rama menatap intens Kirana dengan tatapan tanda tanya.

Sebenarnya apa yang terjadi?

"Kir?"

Kirana masih diam seraya menundukkan kepalanya dalam-dalam. Matanya berkaca-kaca, namun sekuat tenaga ia menahan air tersebut agar tidak menetes.

Tidak! Kirana tidak boleh menangis.

"Kirana sebenernya ada apa?"

Gadis itu masih bungkam, satu isakan terdengar jelas di telinga Rama. Tanpa pikir panjang, cowok itu langsung memeluk Kirana, ia tahu bahwa saat ini gadis yang tengah berdiri di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Ia tengah dalam kerapuhan, namun ia berusaha menutupi kerapuhan-kerapuhan tersebut.

Seperti kayu yang rapuh, ia berusaha menambal kerapuhan-kerapuhan itu sendirian. Namun tetap saja kayu itu kerompong, ia tetap kayu yang rapuh, namun ia kuat hanya karena penuh dengan tambalan.

Seperti Kirana, gadis itu berusaha menutupi kerapuhan itu dengan senyuman, senyuman yang sampai-sampai membuat orang lain tidak peka bahwa ia sedang dalam titik kerapuhan.

Ia kesakitan, namun ia berusaha menutupi kesakitan itu dalam diam. Ia merasa bahwa masalahnya tidak perlu di bebankan pada orang lain.

Jika di analogikan, gadis ini bak terumbu karang di lautan, ia sering tersapu ombak, namun ia tetap kokoh dan kuat, sering terombang-ambing, namun ia tetap bertahan. Terkadang ia berusaha melawan badai dalam keheningan, melawan kekerasan dengan kelembutan.

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang