Meski terengah, seulas senyum tersungging di bibir Jason. Kini keadaan menjadi agak lebih mudah. Ia tak perlu lagi menyelinap masuk rumah orangtuanya dan ketemu Chekia. Sejumlah uang dalam genggaman. Bahkan, bisa dibelanjakan dengan sedikit berlebihan.
Kenyataan hidup berlaku pahit bagi siapa saja. Terlebih bagi mereka yang tak punya duit. Niat Jason sempat urung. Ia terenyuh mendengar kisah Michelle, utamanya bagian dari punya cita-cita tinggi lalu berubah menjadi begitu sederhana.
Gadis ini melarikan kekecewaan hidupnya dengan menenggelamkan diri dalam dunia khayalan. Memangnya apa bedanya denganku, tegur hati kecil Jason, malah lebih parah.
Tapi kebutuhan tetap harus dipenuhi. Jason tak mau merasakan efek yang menyakitkan bila ia terlambat 'minum obat'. Seandainya saja kebutuhannya semudah membeli obat sirup untuk pilek anak-anak di apotek.
Hari ini ia libur. Di luar masih gelap. Ia bisa teler beberapa jam sebelum berangkat kerja. Atau, sedikit saja. Lalu, sisanya menyusul nanti.
Jason berdiri menunggu di tempat yang telah disepakati. Seperti biasa pesan pendeknya telah dibalas. Ia hanya perlu menunggu sebentar sebelum kemudian sebuah moped datang dikendarai --nah itu dia datang.
"Terima kasih, Bung," katanya setelah mendapat yang diinginkan. Seperti biasa, Lukas irit bicara. Wajahnya gelap tertutup bayang-bayang topi yang ditumpuk helm.
"Selalu ada untukmu, Bos," balasnya sebelum berlalu pergi.
Sepeninggal Lukas, Jason mulai hanyut dalam kebahagiaan dunianya sendiri. Dalam bayangannya, Michelle yang tidur pulas di ranjangnya tiba-tiba berubah menjadi begitu cantik, lalu kadang berubah berwajah seperti Chekia, lalu kembali cantik dengan tubuh seperti berpendar, dan sebagainya.
***
Lukas menyesap Moscato dengan sangat perlahan. Hatinya gusar. Kentara dari rahangnya yang mengeras. Ia baru saja menghitung pendapatannya hari itu. Sebelum ia mengumpulkannya kembali jadi satu, sudut matanya menangkap hal ganjil pada selembar uang.
Laknat!
Wajah Lukas semakin keruh. Selembar uang dengan coretan gambar sepasang alat kelamin pria dan perempuan pada bagian pojok. Ia masih ingat betul uang itu. Michelle 'menyelamatkan' uang itu saat ditolak tukang burger tempo hari.
Sekarang ia mendapat uang itu dari... Jason. Si tukang tiup terompet rongsok, sialan. Selama beberapa minggu Lukas mulai curiga dengan keganjilan sikap Michelle. Seperti ada yang berubah, seperti ada yang berbeda. Lukas tahu jalan masuk ke bar yang tak banyak diketahui orang -- termasuk Michelle dan Jason. Ia lalu duduk di sudut yang gelap dan tak menarik. Kedua matanya yang tajam memerhatikan sepasang manusia tak tahu diuntung-- Michelle dan Jason yang jelas-jelas terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang mabuk kepayang.
Michelle... pelipis laki-laki itu berdenyut cepat. Napasnya memburu.
Lukas kembali menyelinap keluar dengan amarah membakar kepala. Ditambah dengan sebuah kenyataan yang ditunjukkan oleh selembar uang yang diterimanya dari... Jason. Uang pada tumpukan nomor dua dan Jason sebagai pelanggan terakhir yang memberinya duit.
Michelle... kau....
Tatapan Lukas semakin tampak gelap. Ia ingat nasihat salah satu kawan karibnya yang mati ditembak polisi.
Rahang Lukas semakin mengeras. Kedua tangannya mengepal erat. Bila tak ingat sedang memegang gelas, bisa jadi tempat itu pecah berkeping-keping hingga melukai telapak tangan Lukas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rest in Blues
RomanceKisah cinta, sudut bar sepi, lorong sunyi larut malam, desahan saksofon, dan musik Blues. Rating usia: 18+ Cerita ini sudah pernah kutulis untuk sebuah helatan ringan dan senang-senang menggunakan nama samaran. Kutulis lagi di sini supaya lebih bany...