Jimin menutup pintu kamar dengan sangat pelan, takut membangunkan Appa-nya yang baru saja tertidur.
"Apa yang kau lakukan Park Jimin?"
"Eom-ma.."
"Ku tanya apa yang sudah kau lakukan ha?!"
Park Youra, Eomma Jimin berbicara dengan suara lirih, namun terlihat sekali bahwa wanita itu sedang menahan amarah yang begitu besar.
"Aku ha-hanya-" belum selesai berkata, tubuh Jimin tiba-tiba ditarik kemudian dihempaskan begitu saja oleh Youra.
"Akhh." Jimin meringis kesakitan saat punggungnya menghantam tembok lumayan keras.
"Bukankah sudah kuperingatkan untuk tak masuk ke kamar Appa-mu?! Tapi kenapa kau masih kesana sialan!!"
Youra merebut handuk yang sedari tadi dibawa Jimin, kemudian menyabetkan handuk itu ke tubuh Jimin yang masih merunduk di lantai.
"Ampun Eomma. Aku hanya meman-dikan Appa tadi. Akkh!!" Jimin menjawab sambil menahan sakit. Walau hanya sabetan handuk, rasanya sangat menyakitkan saat mengenai luka-luka di punggungnya yang bahkan belum sempat dia obati.
"Uhuk Uhuk"
Pukulan itu baru berhenti ketika suara batuk terdengar dari dalam kamar Appa-nya.
"Sekali lagi ku peringatkan.. jangan pernah masuk ke kamar ini tanpa seijinku!" Ucap Youra sambil menjambak rambut Jimin. "Atau kau akan tau akibatnya. Cam kan itu!"
"I-iya Eomma."
"Sekarang cepat pergi dari hadapanku. Aku muak melihatmu."
Dug
Jimin berdiri setelah sempat tersungkur karena tendangan kuat dari Eomma-nya.
Berlari keluar rumah kemudian mengambil sepedanya, terus mengayuh tanpa tau akan kemana. Yang dibutuhkan Jimin saat ini adalah ketenangan, namun tak tau dimana ketenangan itu akan dia dapatkan.
"Tidak apa-apa. Mungkin Eomma hanya sedang lelah. Eomma tak bermaksud memarahiku. Tadi hanya emosi sesaat saja. Besok pagi pasti semuanya akan kembali seperti semula."
Jimin terus bermonolog sambil sesekali menyeka air matanya. Meyakinkan diri sendiri bahwa hidupnya baik-baik saja.
Walaupun Jimin tau tak ada yang baik dengan hidupnya saat ini.
Saat merasa kakinya lelah karena terus mengayuh sepeda tanpa henti, Jimin memutuskan untuk beristirahat di bangku taman.
Tak ada seorangpun disini, hanya ada Jimin dengan segala pemikirannya. Tentang kehidupannya, tentang Appa-nya, Eomma-nya, takdirnya dan semua hal yang terjadi padanya.
Tak ingin, namun air mata itu kembali menetes ketika mengingat masa kecilnya yang bahagia. Yang entah kapan kebahagiaan itu akan kembali menyapanya.
Jimin hanyalah remaja 15 tahun yang masih butuh kasih sayang dan bimbingan orang tua. Hatinya masih sangat rapuh dan butuh perlindungan, namun Tuhan berkehendak lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Family
FanfictionLucu sekali, batin Jungkook. Jimin mengatakan baik-baik saja tapi dengan bercak darah di sudut bibirnya yang robek, beberapa lebam di tangan dan cara jalannya yang seperti habis diperkosa. 'Based On J-Drama : Kinphaci Sensei Season 7'