BAB 4

32 18 10
                                    

Maaf tak akan mengubah segalanya
namun setidaknya hatiku lebih tenang
setelahnya
____________________________

Hujan deras mengguyur Jakarta malam ini. Hawa dingin yang tercipta serasa menusuk tulang. Hari pun sudah sangat larut.

Mungkin banyak orang yang sudah tidur.Sehingga hanya suara rintik hujan yang terdengar. Namun tidak dengan Tiara yang malam ini masih belum bisa tidur

"Ck, nih anak mana sih jam segini kok belum pulang?"

Kakinya melangkah ke sana kemari secara teratur. Matanya rasanya sudah sangat berat untuk dipaksakan tetap terbuka. Tak dipedulikannya rasa kantuk sudah menyerang gadis tersebut sedari tadi. Intinya, dia harus tetap terjaga menunggu seseorang.

"Nomornya nggak aktif lagi."

"Apa gue telfon temannya aja ya?"

"Tapi kan gue nggak tau nomor temannya."

Tiara tak henti hentinya bermonolog sendiri. Kepalanya menunduk melihat jam tangannya. Sedetik kemudian matanya membelalak lebar.

"Tuh kan, udah hampir jam satu juga masih belum pulang."

"Lupa jalan pulang apa?"

"Mana gue udah nunggu tiga jam lagi, ngantuk banget nih," gerutunya sembari menguap.

Karena rasa kantuk yang sudah menguasai tubuhnya, membuat kakinya melangkah menuju sofa ruang tamu tersebut. Di dudukinya sofa tersebut dengan tangan yang mengacak-ngacak rambutnya sendiri, frustasi.

Tiara mengerjapkan matanya masih menahan kantuk. Tapi tak sadar lama kelamaan matanya tertutup.

Baru sekitar tiga detik matanya tertutup, terdengar suara pintu di ketuk dengan tidak sabaran. Dia berdecak merasa tidurnya terganggu.

Seakan tersadar sesuatu, matanya yang tadi tinggal beberapa watt kini terbuka sempurna. Buru-buru saja dia berdiri dan berlari ke arah pintu rumah.

"Iya sebentar," katanya saat di rasa pintunya makin di ketuk kencang.

"Keman- loh, kok elo sih?" pekik Tiara.

Cowok di depannya hanya menyengir. "Hujan Ra, gue mau berteduh di sini dulu," cowok itu memelas, "boleh kan, kasihan cewek gue nih tadi jalan pakai motor sih jadi kehujanan deh."

"Yuk, masuk dingin di luar."

Cowok itu menarik tangan gadis di sebelahnya melewati Tiara. Dapat dilihat dengan jelas oleh Tiara, pacar dari temannya itu memberikan tatapan sinis kepadanya sebelum melewatinya.

"EH EVAN KAMPRET GUE BELUM NGIZININ YA, MAIN NYELONONG AJA LO," teriak Tiara dari luar.

"DIEM WOY, UDAH MALEM JANGAN BERISIK," balas cowok yang di panggil Evan itu.

Tiara mengerucutkan bibir lalu berdecak. Besok dia masih banyak pekerjaan di kantor kakeknya. Belum lagi juga harus mengajar di SMA Bintang.
Seharusnya jam segini dia sudah tidur, pikirnya.

Masih di depan rumah, dia mondar-mandir lagi. Walau tubuhnya menggigil karena hujan, dia tidak akan peduli.

Yang terpenting adalah orang yang ditunggunya bisa cepat pulang dengan selamat. Tiara mendengar suara langkah kaki mendekatinya dari dalam rumah. Namun lagi-lagi dia tidak peduli. Bahkan untuk berbalik badan melihat siapa yang datang pun enggan, karena sudah sangat jelas siapa yang berjalan ke arahnya.

SincerityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang