three

160 26 3
                                    

Renjun menghabiskan hampir semalaman tanpa tidur. Sedikit cahaya matahari yang menyeruak dari jendela di samping kapsul tempat tidurnya membuatnya tersadar dan segera bangkit.

Renjun menghampiri kamar Chenle. Kosong, sepertinya anak itu sudah bangun. Diambilnya lap pel dari gudang, pekerjaannya dimulai lagi hari ini.

Di balkon pesawat, terdengar suara bersenandung yang sumbang. Renjun mengintip perlahan dari ruang perpustakaan yang sedang dibersihkannya. Putri Marinette berada di sana memandang kota dengan teropong besar yang semestinya digunakan untuk melihat bintang.

Oke Renjun, kamu sudah mendapat pelatihan etiket. Sapa putri itu dengan baik.

"Pagi, yang mulia." Renjun menepuk pundak Marinette pelan.

"Ya, Chenle? Rotinya gima--na."

Marinette menoleh dengan tatapan senang, namun mata berbinar itu hilang saat ia mendapati Renjun yang berdiri disana, bukannya Chenle.

"NGAPAIN KAU PAGI PAGI DI SINI HAH? ANDROID SIALAN!" semprotnya.

"Saya bukan android, yang mulia." Renjun berkelit.

"Mengaku saja. Kamu tahu wajah asliku kan? Manipulasi pikiran nggak bisa dipakai untuk android."

Renjun terdiam sesaat. Manipulasi pikiran? Baru kali ini dia mengetahui hal itu.

"Tenang, aku nggak akan melaporkanmu pada Mark. Aku nggak suka padamu, cuma aku nggak tega adikmu yang lucu itu kehilangan kakaknya."

Nggak peduli. Batin Renjun. Apapun alasannya yang penting aku nggak mati.

"Saya bukan android yang jahat, tuan putri."

"Aku meragukannya. Kamu sudah mempermalukan aku di depan lima pengawal kemarin. Tapi sudah kubilang, aku nggak akan mengadukanmu pada Mark. Apa aku masih kurang murah hati?" Marinette mengangkat dagunya sambil melihat Renjun.

"Ini kesalahpahaman, tuan putri. Saya minta maaf, saya tidak pernah bermaksud mempermalukan anda. Justru saya disini ingin menawarkan perdamaian. Kita akan hidup bersama di kapal ini kan, ja--"

"Apaan sih! Ngomong tuh nggak usah bertele-tele!"

"Dengarkan saya. Saya akan melayani anda selama anda berada di kapal ini. Jadi jangan panggil saya anak aneh. Panggil saya Renjun." Renjun mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

Marinette masih memasang ekspresi jijik.

Sudahlah, dia hanya anak kecil biasa. Batin Mari.

Marinette akhirnya membalas jabat tangan Renjun. "Mari."

"YA KAMI KEMBALI!" Haechan melompat dari hoverboard menuju balkon. Di belakangnya, Chenle menyusul, membawa sekantong roti.

"Dari tukang roti terenak kota! Mr. Park memang selalu terbaik!" Chenle bertos dengan Haechan.

"Le, kamu sudah menguras kolam ikan di dekat ruang kemudi?" Renjun menatap adiknya.

"Sudah kutitip pekerjaannya pada Kak Taeil yang bekerja di administrasi. Kakak mau ikut jalan-jalan juga? Masih ada banyak hoverboard di kantor administrasi!" Chenle nyengir.

"Tidak usah, kalian saja. Pekerjaanku masih banyak yang belum selesai."

"Baiklah Le, kakakmu itu sudah jadi budak kerajaan. Ayo kita main saja lagi! Buat apa mengajak anak yang nggak bisa main hoverboard?" Haechan sudah meluncur lagi dengan hoverboard nya.

Chenle menatap Renjun dengan tatapan sedih. Renjun mengangguk pelan.

"KAK CHANNIE TUNGGU AKU!" suara Chenle melengking sampai akhirnya tidak terdengar lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dream RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang