Prolog

57 6 2
                                    

📍AS, Alaska

Pakaian serba hitam memenuhi sebuah rumah minimalis. Isak haru mengelegar di dalam telinga. Semua pasang mata terarah kepada gadis mungil yang memberontak ingin dilepaskan dari dekapan sang paman. Ia terus menangis, membuat iba setiap orang yang melihatnya.

Tak ada yang dapat menolah air mata yang jatuh terus menerus. Gadis kecil yang tiga hari lalu ditinggalkan kedua orang tuanya, terus menangis, dan berteriak. 

Saat ini, jasat kedua orang tuanya akan dibawah ketempat peristirahatan terakhir. Namun ia tak rela. Rasa tak percaya terus memenuhi hati dan pikirannya. Gadis kecil berusia lima tahun itu mengerti, bahwa ia sudah tak memiliki orang yang selalu menyayanginya, orang yang selalu memanjakannya. Mereka telah pergi untuk selama-lamanya.

Sampai proses pemakaman berakhir dan satu persatu telah meninggalkan tempat itu, gadis kecil itu tak juga mau beranjak dari duduknya. Ia terus menangis memeluk papan salib yang bertuliskan nama mamanya. "Mama... Key mau ikut Mama..hiks."

Seluruh keluarga yang masih setia menemani gadis malang itu saling berpelukan, mereka tak sanggup melihat betapa terpukulnya anak itu.

Thalia Saunder, gadis berusia lima tahun yang harus menanggung penderitaan kehilangan kedua orang tuanya. Kecelakaan yang dialami tiga hari yang lalu merenggut kebahagian Thalia. Saat mereka melakukan perjalanan yang cukup jauh, truk besar menabrak mobil yang ditumpangi mereka hingga menghantam penghalang jalan sampai mobil terjun ke dalam jurang.

Dina, sebagai orang tua pun sangat terpukul atas kejadian ini. Ia kehilangan anak serta menantunya. Untunglah Thalia selamat dari peristiwa tersebut, sehingga ia tidak harus terpuruk karena kehilangan cucuk satu-satunya.

"Sudah, nak. Mama dan Papa sudah tenang," bujuk Roy, paman Thalia.

"Lia mau ikut Mama, Om.. Lia sendirian."

Tuhan, betapa harunya suara melengking itu.

"Masih ada Tante sayang," kata Anna, bibi Thalia sembari memeluk gadis kecil itu. "Mulai sekarang, Lia tinggal sama Tante, okey? Jadi Lia ngak usah sedih. Semua yang ada di sini sayang sama Lia." Lanjutnya.

Thalia mengangguk dan akhirnya ia mau diajak pulang oleh semua keluarganya.

_ _ _ _ _

Di rumahnya, Thalia hanya duduk sembil memandangi foto kedua orang tuanya. Hingga dua tangan mungil memeluk lehernya dari belakang.

"Don't cry," kata anak laki-laki yang memeluk Thalia.

Tanpa harus melihat, Thalia sudah mengetahui siapa anak laki-laki itu. "Lia udah ngak nangis kok," katanya parau.

Anak laki-laki itu meletakkan dagunya pada pundak Thalia. "Maaf, Zio baru dateng. Tadi Papa telat jemputnya."

Anak laki-laki yang masih memakai seragam kotak-kotak itu adalah sahabat Thalia.

Thalia hanya diam. Membuat anak yang menyebut dirinya itu Zio berpinda ke hadapannya. Thalia mendongak dan matanya bertatapan langsung dengan tatapan tajam Anak laki-laki itu.

"Ck, Lia nangis terus pasti nih. Matanya sampai bengkak gini," gerutu anak laki-laki itu.

Selama malam penghiburan, anak itu memang selalu menemani Thalia, menghibur sahabatnya. Namun siang tadi, ia tak bisa menghadiri proses pemakaman orang tua sahabatnya itu. Karena ia harus sekolah.

Anak laki-laki itu berjongkok dan merai kedua tangan Thalia. "Janji sama Zio, Lia jangan nangis lagi, harus ceria."

Sahabat harus saling menguatkan. Dan itulah yang dilakukan bocah berusia enam tahun itu. Rasa sayangnya kepada sang sahabat tidak dapat dipungkiri lagi. Mereka telah bersahabat sejak bayi, sehingga kedekatan mereka tidak dapat lagi dipisahkan.

"Iya, Zio." Balas Key.

Ditengah obrolan dua bocah itu, mereka tak menyadari dua pria dewasa yang terus saja memerhatikan mereka. Roy dan Jenar, papa si anak laki-laki itu.

"Sangat sulit untuk memisahkan mereka."

"Mau bagaimana lagi? Lia sudah tak punya siapa-siapa lagi selain kami. Lagi pula anak Anda masih bisa bertemu dengan Thalia," balas sang paman.

"Sangat jauh kalian membawanya, bagaimana bisa anak saya menyusul ke sana, hanya untuk bertemu dengan Lia."

Kedua pria itu saling menghembuskan nafas berat. Mereka pusing bagaimana caranya memberitahukan pada dua bocah yang sudah bersahabat sejak lama itu. Akan sulit bagi memberikan pengertian untuk anak seusia mereka.

🌻

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang