*Note: tidak ada dialog*
Satu hal yang sangat mengherankan, tempat tinggalku selalu ada induk kucing yang meninggalkan anak nya, ia berusaha mengeong untuk memanggil ibunya, tapi si induk tak datang jua.
Jika dibilang aku maniak kucing, tidak juga, tapi aku suka kucing. Aku tak seperti sebagian orang yang mengurung kucing di rumah, atau di kandang dengan alasan agar kucing tersebut tidak kabur, ya iyalah kucing mahal.
Sebaliknya, banyak kucing yang amat suka dengan ku, aku tak mencari kucing, malah kucing yang datang padaku, dan parah nya sambil menitipkan anak kucing yang baru lahir padaku selama-lamanya.
Kali ini, merupakan keempat kalinya aku mendengar suara anak kucing di dekat rumah ku, firasat ku berkata bahwa kucing tersebut ditinggal ibunya.
Kala itu, hari sudah gelap gulita. Aku baru pulang dari warnet terdekat, menghabiskan waktu dua jam dengan menonton anime disana, ya dua jam itu masih sedikit menurutku, karena jatah menonton anime 2 jam dengan durasi 24 menit cuma bisa dapat 5 episode atau setengah 6 episode. Biasanya aku menonton anime super gore dan mengulangi berkali kali adegan yang sadis, seperti anime shiki, corpse party, atau another.
Saat aku pulang, terdengar lah suara anak kucing yang mengeong keras, sumber suaranya berada di belakang rumah ini, aku bergegas menuju ke belakang rumah dan kutemukan dua ekor anak kucing tergeletak di sebuah lap yang tak pernah kucuci, tak menyangka itu menjadi sebuah bantalan kedua anak kucing tersebut.
Satu anak kucing berwarna hitam dengan sisi mata kenan nya putih tergeletak lemah di samping anak kucing berwarna putih orange yang sadari tadi mengeong. Kemudian aku mengelus dagu kucing putih orange, ia terlihat gemetaran, dan ku elus kucing hitam, tapi tak ada reaksi apapun.
Aku menyadari nya, bahwa anak kucing putih orange ini barusan saja telah ditinggal saudaranya, setelah ibunya meninggalkannya.Aku memungutnya dan kumasukkan kedalam kotak berisi baju bekas ku sebagai selimut bagi dia. Dari sekian anak kucing yang kupungut, ini yang keempat. Sebelum dia, anak kucing yang kupungut telah dijemput sang ilahi.
Yang tak kumengerti dari dulu saat pertama kali memungut anak kucing sampai sekarang ialah bagaimana caranya ia mendapatkan susu? Umurnya yang muda tak mungkin kuberi makan kan?
Kucoba memberi dia susu kotak dengan sedotan, konyol tapi aku telah berusaha, sepanjang malam ia tetap mengeong hingga capek.
Aku jadi teringat dengan ayah dan ibuku, mungkin aku belum menceritakan pada kalian, bahwa sebenarnya aku anak pungut, aku bernasib sama seperti anak kucing liar ini. Ibuku menceritakan hal yang sangat privasi itu saat umurku menginjak 14 tahun, kelas 1 SMP.
Entah ini adalah sengaja atau tidak, dari kejadian itu aku menjadi anak liar, brutal, dan kasar. Saat itu yang ada dipikiran ku ialah asyik, menyenangkan. Berkelahi dengan anak orang itu menyenangkan.
Kala itu, aku tak pernah kasihan pada orang tuaku, termasuk ayah ku, karena aku tak suka padanya, menurutku dia selalu kasar, alasannya pasti karena aku bukan anak hasil dirinya.
Pedih? Pasti
Walaupun aku pendosa hebat, aku tahu cerita Malin Kundang, dimana sang Malin Kundang dikutuk oleh ibu kandung nya menjadi batu karena durhaka pada ibunya. Lalu bagaimana orang yang seperti aku? Pasti itu tak akan berlaku jika aku melakukan apapun yang tidak mereka sukai.
Soal induk nya, lintas aku berpikir siapa orang tuaku, tapi aku tak terlalu memikirkan hal itu, orang tua kandung ku tak menyayangi anaknya lalu bagaimana bisa aku menyayangi diriku sendiri?
Keesokan hari nya, aku bangun lebih awal, karena suara kucing ini membuatku susah tidur dan sering terbangun oleh suara itu. Kulihat di kotak, tempat anak kucing liar itu berada, aku amati anak kucing putih orange, tapi
tak ada gerakan nafas di tubuhnya...Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Purpose Of Life
Non-FictionMendeskripsikan catatan kehidupan ku, Rian. . . . "Siapa yang akan menolong mu?" "aku tak butuh ditolong" "menyedihkan.."