🍁Prolog--Segelas Es Cappucino🍁

65 14 3
                                    

“Kamu itu kaya roda depan sepeda dan aku sebagai roda belakangnya. Setiap saat aku berusaha mendekat, kau justru kian menjauh. Kita memang tidak akan pernah bisa bersatu, kecuali setiap baut yang mengikat kita dilepas satu persatu. Tapi resikonya adalah kita akan menjadi roda yang tidak berfungsi.”
-Lintang Dyniar Eldyara-

--------------------🍁🍁🍁🍁🍁--------------------

“Ini percuma, Bu,” lirih seorang remaja berumur 17 tahun. Namanya Banyu Maha Putra, panggil saja dia Banyu.

“Udah Bu, Banyu gak mau pindah-pindah terus.” Banyu terus meminta hal yang sama kepada ibunya. Ia menatap ibunya lamat-lamat, “sudah berapa kali Banyu pindah, tapi hasilnya tetap sama. Ini percuma.”

Sementara Lisania Putri perempuan berumur 37 tahun itu masih sibuk membereskan barang-barang dan memasukannya ke dalam kardus. Ia tidak ingin mendengar ocehan anaknya yang terus-terusan meminta tidak jadi pindah, ini sudah sering terjadi.  Sesekali ia menyeka keringatnya dan menyisir rambutnya dengan tangan, karena barang pindahan yang harus ia bawa sangatlah banyak.

Suasana menjadi lengang. Banyu merasa kesal karena perkataannya dihiraukan begitu saja oleh ibunya. Ia menghela nafasnya kasar.

“BU!”

Sontak wanita yang biasa dipanggil Lisa itu tersentak dengan pekikan Banyu, ia menghentikan kegiatannya. Kemudian menghela nafas dan menatap Banyu serius.

“Bu ... udah, ya? Banyu capek,” lirih Banyu sambil mengusap keringat yang mengucur di wajah Lisa ibu sekaligus orang tua Banyu satu-satunya, karena ayahnya sudah memutuskan bercerai dan menikah lagi dengan perempuan lain 5 tahun yang lalu.

Lisa memegang tangan Banyu yang sedang mengusap keringatnya, “Banyu. Dengerin Ibu, nak.”

“Gak, Bu. Ibu yang seharusnya dengerin Banyu, Ini percuma.”

“Pasti ada jalan, Nak,” ucap Lisa yakin. Namun sejujurnya ia sendiri sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Banyu anaknya. Ini memang percuma.

Banyu menggelengkan kepalanya pelan, matanya berlinang. Ia berusaha menahan sesuatu yang menyeruak keluar dari mata cokelatnya, “udah gak ada jalan lagi, Bu. Ibu jangan terus-terusan memaksakan diri. Banyu kasihan lihat Ibu yang terus berpindah dari kota ini ke kota lain. Sudah berapa kali Ibu jatuh sakit karena perjalanan ini?” tanya Banyu penuh pengertian.

Lisa menatap Banyu lamat-lamat, suasana kembali lengang, “kita harus ke Bandung. Kamu harus segera bertemu Bella, selesaikan masalah kamu dengan dia. Kita akan tinggal di rumah pamanmu,” ujar Lisa, lalu ia melanjutkan memasukkan barang ke dalam kardus.

“Tapi Bu....”

“Gak ada tapi-tapian. Bantu Ibu, karena sebentar lagi siang.”

Banyu hanya menurut. Lagi-lagi usahanya tidak berhasil dalam membujuk ibunya untuk tidak pindah kota lagi. Ibunya selalu keras kepala dalam hal ini, walaupun itu semua dilakukan demi dirinya, demi masa depannya.

Semua barang sudah siap dan sudah masuk ke dalam mobil. Banyu dan ibunya, Lisa, mereka juga sudah berada di dalam mobil Alphard berwarna putih tersebut. Mereka berdua duduk di kursi belakang, sedangkan yang memegang kemudi adalah mas Purnomo supir pribadi keluarga Banyu.

“Jalan sekarang aja, Pur,” titah Lisa dengan sopan.

“Baik, Bu.”

*****

BRAKK!! Suasana di meja makan itu langsung lengang. Semua pandangan menatap takut Maryam Eldyara yang menggebrak meja makan barusan. Wanita berusia 60 tahun itu adalah mertua dari Jennifer(37 tahun) dan sekaligus nenek dari anak-anak Jennifer yaitu Kevin(12 tahun), Jihan(7 tahun) dan terakhir paling dewasa dan cantik yaitu Lintang Dyniar Eldyara(17 tahun) tokoh utama dalam cerita klasik ini.

CollapseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang