***Charisa pulang dalam keadaan yang benar-benar lelah. Hari ini terlalu banyak pembeli dan dia sebenarnya senang dengan hal itu. Tapi, kakinya terasa pegal.
"Ini."
Dia yang duduk di sofa menegakkan tubuh ketika sebuah map terlempar di depannya.
"Apa?"
"Dari bapakmu."
Mengambil map itu dengan malas, Charisa membukanya, membaca tiap baris-baris kata yang tertera di berbagai kertas itu.
"Nggak mau. Aku udah bilang nggak mau sekolah di sana." Tolaknya lalu melempar kertas itu dengan sembarang.
"Bilang saja sana sama bapakmu. Jangan ngeluh sama ibu."
Gadis itu melirik kesal ibunya yang malah sibuk merias diri.
"Mau kemana lagi ibu? Udah malam ini." Tanya gadis itu.
"Bukan urusan kamu. Oh ya, makanan nggak ada. Kalau mau makan, kamu masak sendiri."
Sesudah mengatakan itu, ibunya mengambil tas di meja lalu keluar dari rumah sederhana mereka ini. Charisa menghela nafas lalu memijat keningnya. Menyandarkan tubuh ke sofa yang sudah tidak empuk itu lagi. Menatap langit-langit rumahnya dengan pandangan kosong. Memikirkan hidupnya yang tak pernah bahagia sejak kecil.
Menghentikan kegiatan meratapi nasibnya, dia bangkit dan berjalan menuju dapur. Ibunya benar, tidak ada apapun di meja makan. Gadis itu melacak semua isi dapur namun tidak menemukan apapun yang bisa untuk di masak.
"Tau gitu tadi beli nasi bungkus." Gerutunya.
Dia melirik jam, sudah pukul sembilan. Mungkin di depan gang masih ada yang jualan makanan. Gadis itu berjalan keluar dari rumah, berjalan malam-malam sendirian ini memang terasa mengerikan tapi Charisa sudah terbiasa.
"Woyyy, Cha!"
Charisa mencari asal suara yang memanggilnya saat dia sudah sampai di warung nasi goreng milik Emak Marini. Warung nasi goreng terenak di dekat rumah Charisa.
"Cha, sini! Oy!"
Akhirnya Charisa mendapati orang yang memanggilnya, duduk di meja paling ujung. Sebelum menghampiri sosok itu, Charisa memesan nasi goreng beserta es teh.
"Emak lo nggak masak lagi?" Tanya sosok itu saat Charisa sudah sampai dan duduk di depannya.
"Kayak nggak tahu aja. Sejak kapan ibu gue mau peduli sama urusan perut anaknya." Jawab Charisa kesal.
Sosok itu hanya mengangguk dan kembali menikmati nasi gorengnya.
"Traktir gue ya, Wil!" Ucap Charisa dengan mengedip-ngedipkan matanya.
"Nggak! Gue nggak punya duit. Yang kerja di sini itu elo, bukan gue."
"Pelit banget sih! Anak orang kaya kayak lo nggak punya duit, mustahil! Nggak percaya gue."
"Heh! Gue itu baru dapat hukuman. Bokap gue tarik semua fasilitas dan isi dompet gue. Ini aja minta si mbok buat beli nasi goreng." Bela William.
"Najis! Malah minta sama pembantu. Nggak malu." Cibir Charisa.
"Ntar juga gue bayar."
"Kenapa lagi lo?" Tanya Charisa pada teman yang dikenalnya melalui hal yang tidak terduga. Dia kenal William si anak kaya di kampung mereka ini karena pernah menolong pemuda itu pada saat dikejar orang gila.
"Kalah balapan terus motor gue jadi taruhannya. Bokap ngamuk-ngamuk."
Charisa langsung mengambil salada yang tersisa di piring William lalu melemparnya pada pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle
Teen FictionKata orang cinta itu rumit. Benar! Karena membangun sebuah rasa itu tidak mudah.