Enam

904 88 6
                                    


***

Sesuai kesepakatan, Anneth mentraktir Deven dan pemuda itu membawanya ke salah satu kedai ice cream. Awalnya Anneth tidak menyangka karena pemuda se-cool Deven menyukai ice cream.

"Ok! Lo suka rasa vanila and chocolate." Ucap Anneth saat melihat pesanan Deven.

"Kenapa?"

Anneth menyengir, "Harus gue hapalin, biar kapan-kapan gue pesennya gampang."

"Memangnya ada yang lain kali?"

"Eh!" Anneth tergagap dan menggaruk pelipisnya.

"Kapan?" Tanya Deven.

"Apanya?" Tanya Anneth balik.

"Traktir gue lagi. Lo bilang biar kapan-kapan pesennya mudah."

Anneth membulatkan mulutnya mengerti lalu sedetik kemudian dia mengetukkan jari telunjuk ke dagu, "Kapan ya?" Pikirnya.

"Hm, besok? Minggu depan? Bulan depan? Tahun depan?" Tanya Anneth pada dirinya sendiri.

Melihat tingkah gadis itu, Deven tersenyum kecil dan Anneth melewatkan hal itu. Sayang, gadis ceria itu tidak melihatnya.

"Lusa aja. Gue yang traktir." Sahut Deven.

"Iya, lusa dan lo yang traktir." Seru Anneth namun sedetik kemudian dia sadar apa yang baru saja diucapkannya.

"Bukan, bukan." Gadis itu menyilangkan tangan dengan panik, "Maksud gue, gue yang traktir lo."

"Kalau gitu nggak jadi." Ujar Deven santai.

"Kenapa gitu?"

"Gue nggak mau ditraktir sama lo."

"Tapi..."

"Lusa atau nggak sama sekali?"

"Ok! Lusa." Jawab gadis itu tegas dan diakhiri senyuman manis.

Deven berusaha menyembunyikan senyumnya agar tidak membalas senyum manis milik Anneth.

"Habisin itu es lo, nanti cair." Perintah Deven

"Siap!" Anneth memberi hormat dan memakan es krimnya.

Tidak ada pembicaraan setelah itu, selain karena Anneth yang terlalu menikmati es krimnya, Deven juga terlalu asik sesekali melirik tingkah Anneth.

"Udah?" Tanya Deven begitu melihat Anneth selesai.

Gadis itu mengangguk, "Pulang, yuk! Udah sore. Biarpun udah izin, tetap aja nggak boleh pulang lama-lama." Ajak gadis itu setelah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Ayo!"

Setelah membayar, mereka keluar dari kedai es krim. Dan Deven menepati janjinya untuk mengantarkan Anneth pulang sampai di depan rumahnya. Sama seperti kemarin, perjalanan pun diisi dengan keheningan. Anneth yang sudah setengah mengantuk juga tidak berminat membuka pembicaraan.

Mereka sampai di depan rumah Anneth, saat Anneth keluar, Deven juga ikut keluar.

"Makasih ya!" Ucap Anneth.

"Gue yang harusnya terima kasih karena udah ditraktir."

"Kalau gitu sama-sama." Balas Anneth ceria.

"Anneth!"

Anneth mengalihkan perhatian begitu namanya dipanggil.

"Papa?" Anneth mengernyit bingung melihat papanya menghampiri dia. Pada jam segini biasanya papa belum pulang dari kantor dan sekarang nggak seperti biasanya.

CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang