'Kreek..' pemuda berusia 17 tahun itu menutup pintu itu pelan – pelan. Pintu coklat di depannya terlihat rapuh dan mudah sekali berdecit. Rupanya ia tidak mau membangunkan orang - orang yang pagi itu sedang terlelap. Matahari sudah mulai terbit, namun kilau cahayanya seakan terhalang dengan awan keabuan. 'Mungkin akan hujan, aku akan bergegas,' pemuda itu membatin sembari tangannya mengunci pintu. Pemuda itu bernama Shinji Sekiguchi, seperti namanya ia memiliki muka khas Asia Timur. Kulitnya putih, badannya kurus dan tidak terlalu tinggi, berambut hitam, serta pupil mata yang berwarna coklat. Orang awam akan melihatnya seperti remaja pada umumnya, tidak ada yang spesial.
"Kalau saja tidak mendung, aku pasti bisa lebih lama beristirahat," gerutu Shinji menuruni tangga kontrakan rumah susunnya. Memang tidak mengherankan untuk remaja seusia Shinji untuk tinggal sendiri, baginya ini sudah sangat membantu karena jaraknya ke sekolah menengah lebih dekat. Meski begitu awalnya dia merasa tertipu setelah melihat keadaan 'rumah'nya jauh dengan yang diiklankan dari internet. Setelah beberapa langkah turun, ia mendapati seorang perempuan yang sedang asyik sendiri.
"O-o-ohayou?," sapa Shinji memberanikan diri, mengagetkan perempuan itu.
Perempuan itu melepas earphone pada telinganya, berbalik arah, menunjukkan rautan senyum pada rupa yang cantik "Ohayou gozaimasu!". Hana Himawari, anak kuliahan, berusia 3 tahun lebih tua dari Shinji, terlihat melakukan pemanasan dengan kostum olahraga merahnya. Matanya tajam namun sama sekali tidak ada aura dingin terpancar darinya. Rambut panjang kuningnya diikat sedang sesekali ia mengecek handphone keluaran terbaru. Waktu di layarnya menunjukkan pukul 05.30.
Baru sebulan, Shinji pindah ke rumah susun itu tetapi tidak pernah ia dapati gadis itu. Di samping itu sepertinya Shinji orangnya pemalu. Ini adalah pertemuan pertamanya. 'Ok- tenang, Shinji. Dia hanya perempuan, hanya manusia. Kamu tinggal ambil sepedamu dan berangkat sekolah,' batinnya dengan menunduk. Entah mengapa bertemu dengan Hana, Shinji menjadi serba panik dan tidak mampu mengontrol diri.
"Kok bengong?" tanya Hana memecahkan fokus Shinji.
"Eng.." pemuda itu mencoba mencari bahan obrolan. Tangannya sesekali menggaruk rambutnya. Rumus fisika hingga cerita perang Sengoku Jidai berjejalan di otaknya. Sayangnya tidak ada bahan obrolan ringan yang terlontar dari pikirannya.
"Ngomong-ngomong, seragam itu? Itu dari Takashima Gakuen, kan? Uwaa- Sekolah elit untuk murid pintar," Hana nampak begitu antusias. Mengetahui Hana sedang menatapnya, Shinji menoleh ke arah lain, "I-iya".
"Hei.. hei.. Kau harus percaya diri! Tidak semua orang bisa masuk kesana, tau!" Hana nampak kesal, menyilangkan tangannya. "Namaku Hana Himawari, kamu?" Ia menjulurkan tangannya, mukanya tersenyum kembali. Pemuda itu tidak tahu membalasnya dengan apa, perlahan dia hanya membungkuk, "Shinji.. Sekiguchi". "Maaf kebiasaan lama- ehe," Hana menjawab dengan tersenyum. "Aku jogging dulu ya, Seki-kun! Anyway aku lebih tua dari kamu." gadis itu membenarkan posisi sepatunya, kemudian ia memulai berlari.
'Anyway? Seki-kun??' pikir Shinji dalam hati. Dia membuka kunci gembok sepedanya lalu mulai mengayuh. Angin dingin yang berhembus di pagi itu terasa tidak lagi menusuk ketika Shinji teringat senyum Himawari-senpai. Hana Himawari seperti namanya, begitu hangat menggambarkan padang bunga matahari. Pagi itu dimusim semi yang berawan dan siap hujan, Shinji yang kikuk berkenalan dengan tetangganya yang cantik.
*****
Di hari Minggu yang cerah, Shinji nampak tergesa-gesa keluar dari kamarnya. 'Aku bisa telat!' kesal Shinji yang baru saja terbangun dari tidurnya. Hari itu, supermarket didekatnya tengah mengadakan diskon pagi-pagi. Tentu saja sebagai perantau yang ingin hemat di akhir bulannya, ia menjadi begitu perhitungan.
"Hei! Seki-kun! Mau ngapain kok buru-buru?" ujar Hana yang duduk di bangku teras. Gadis itu terlihat santai meminum minuman isotonik. Lehernya terlihat berkeringat, sepertinya ia sudah melakukan kebiasaan paginya, lari pagi. Meski beristirahat, kaki Hana bergerak terus menendang angin.
"O-ossu.. Himawari-senpai" Shinji mendorong sepedanya dengan cepat. "L-lagi ada diskonan, kak!" ia melanjutkan. Napasnya terlihat terengah-engah akibat kepanikan.
"Heeeeh?" yang diajak bicara oleh Shinji, terkaget. Hampir saja Hana tersedak. Kemudian dia bangun dari duduknya.
"Aku ikuuuuuut," pinta Hana dengan nada gemas sambil menghampiri Shinji. Shinji menoleh, mukanya sedikit terheran, "I-Ikut??". Gadis itu membuntuti Shinji yang hendak mengayuh pelan.
"Lihat mukamu jadi merah tiba-tiba hahah" tawa Hana. Dia kemudian duduk di kursi 'penumpang' sepeda tanpa izin pemiliknya. "Ayoo- Kita bisa ketinggalan loh!"
'A-astaga' batin Shinji dalam hati.
Dengan tenaga ekstra, pemuda yang mengenakan kaos putih dan celana jeans biru itu mengayuh sepeda. Cewe yang diboncengnya hanya ketawa cengingisan. Dalam pikir penumpang cerewet itu hanya terlintas kata 'Hayoloh'. Jalan ke supermarket begitu lenggang sehingga Shinji terasa dimudahkan. Meski nyatanya, berkebalikan.
"Seki-kun suka banget sepedaan. Kenapa ga pake kereta aja kalau berangkat (sekolah)?" tanya Hana.
"L-lebih hemat.. hosh- hosh..." tanpa menoleh ke Hana, Shinji terus mengayuh sepeda.
"Ku pikir karena kamu suka olahraga," Hana memasang muka cemberut. "Kapan – kapan temenin olahraga bareng yaaa" lanjut gadis itu mencoba melihat wajah si pengayuh sepeda.
Shinji yang mengetahui itu pipinya berubah kemerahan, kehilangan keseimbangan sedikit. "Jangan pasang m-muka seperti itu, senpai," ia kembali fokus ke jalan. Hana hanya tersenyum sampai sisa perjalanan singkat itu berakhir.
Setibanya di supermarket, Shinji mengambil beberapa barang kebutuhan seperti ia telah terbiasa mengingat apa saja yang akan dibeli. Hana di sisi lain hanya melihat – lihat barisan cemilan tapi ragu akan mengambilnya.
"Ini kalorinya paling rendah tapi rasanya enak ketimbang yang lain," Shinji mengambil snack pilihannya yang berada di rak atas, menunjukkannya pada Hana. "Cocok biar ga bikin badan gemuk" pemuda itu seakan menjelaskan pelajaran dengan menenteng barang belanjaannya. "Yang ini MSG-nya kebanyakan," ia menunjuk bungkus yang sedang dipegang Hana. Gadis yang diajak mengobrol itu memasang muka kebingungan. 'Dasar kutu buku!' batin Hana dalam hati.
"Semuanya 1200 yen," ucap kasir itu, memasukkan barang ke kantong plastik.
"Hai (Iya).." Shinji merogoh celananya hanya untuk mendapati bahwa dia tidak membawa dompet.'Celaka! Pasti ketinggalan' pikir pemuda itu, mencoba mencari di semua saku celananya.
"Nih.. makasih ya!" ucap Hana menyodorkan uangnya ke kasir. Dia kemudian menenteng belanjaan mereka, berjalan ke pintu keluar. Shinji melongo dan berjalan menghampiri cewek itu, lalu membungkuk "M-maaf, senpai. Nanti aku ganti".
"Sans ajaa, anyway kuat ngga ngebonceng pulang?" ucap Hana dengan nada sinis diikuti senyum manisnya. Mereka kemudian pulang.
Minggu itu yang begitu cerah, Shinji yang kikuk berhutang pada tetangganya yang cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu itu Aku yang Kikuk Berkenalan dengan Tetanggaku yang Begitu Cantik
Teen Fiction[ON GOING] Shinji Sekiguchi (17 tahun), pemuda canggung baru saja pindah ke rumah susun barunya hanya untuk mendapati dia bertetangga dengan cewek yang cantik dan supel. Seperti dua sisi yang berbeda mereka ditakdirkan untuk tinggal berdekatan! Wa...